Baru saja kaki Lili melangkah keluar kafe, sebuah cahaya blitz langsung mengejutkan matanya. Dan benar saja begitu ia menoleh ke arah cahaya itu, ia mendapati seseorang yang diyakininya adalah paparazi.
"Sayang, kenapa pergi?" tangan Atlas menahannya. Sedang Lili yang canggung masih tanpa sadar melihat ke si sang pemotret tadi.
Sekali lagi cahaya itu menyapa keduanya. Dengan sigap Atlas langsung memakaikan Lili kacamata hitam milik pria itu. Sedang tangannya merangkul Lili sehingga wajahnya tersembunyi di dada Atlas.
Keduanya berjalan cepat dan berakhir di mobil Atlas yang terparkir rapi di halaman kafe itu. Dengan sibuk Atlas mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang yang tak lain adalah sekertarisnya, Owen.
"Wen, ada yang ambil foto lagi. Tolong diurus kaya biasa ya." ucap pria itu begitu panggilan terhubung. Lili tidak bisa mendengar apapun dari seseorang di seberang sana hingga suara Atlas mengucapkan terimakasih mengakhiri panggilan itu.
"Aku mau pulang." tutur Lili seraya meletakkan kacamata Atlas pada dashboard mobil.
"Gak boleh." Dahi Lili mengerut begitu mendengar tolakkan Atlas. "Cerita dulu kenapa kamu ngambek begini." titah prianya yang membuat Lili kembali mengingat kekesalannya pada Meta dan Elle.
"Kamu sayang sama aku gak?" tanya Lili yang justru terdengar seperti rengekkan di telinga Atlas.
"Kenapa tanya begitu sayang?" Lili melipat tangannya di depan dada begitu mendengar respon Atlas yang tidak memuaskan.
"Kenapa gak dijawab langsung sih?" rajuknya dengan bibir yang mencebik.
"Menurut kamu gimana?"
Lili berdecak. Kenapa sih susah sekali rasanya Atlas untuk menjawab?! Lili kan jadi semakin overthinking!
"Sayang." jawab Lili seraya menunduk. Namun sedetik kemudian matanya yang tajam menatap Atlas. "Tapi Elle sama Meta bilang katanya kamu gak serius sama aku!"adunya yang membuat Atlas tak habis pikir.
"Sekarang aku tanya, kamu lebih percaya Elle sama Meta atau aku?"
Curang! mana boleh memilih antara sahabat dan pacar seperti itu!
Sebuah kecupan mendarat di keningnya. Lili hanya mampu terdiam. Sebelum akhirnya kecupan kecupan ringan lainnya ikut diterimanya, dari kedua matanya, pelipisnya, hidungnya, pipinya, punggung tangannya hingga berakhir di bibirnya.
"Aku lebih dari sayang sama kamu princess. Kalau ada kata yang maknanya lebih dari sangat amat cinta kamu, aku juga bakal pakai kata itu."
Gombal!
"Lagian, kalau aku gak sayang kamu. Buat apa aku disini sayang?"
Baru saja ingin merespon, keduanya justru dikejutkan lagi oleh cahaya blitz yang memotret mereka. Kali ini lebih dari tiga orang yang melakukannya. Lili dengan refleks menutup wajahnya menggunakan rambutnya.
"Ah sial, kenapa mereka banyak sekali?"
Atlas terdengar menggerutu sebelum akhirnya melakukan mobilnya untuk meninggalkan tempat itu.
- - -
"Atlas, kenapa mereka gak sebar berita tentang kita?" Lili bertanya soal paparazi begitu keduanya sudah menjauh dari kafe. Dia masih penasaran bagaimana hubungannya dengan anak konglomerat itu tidak terendus oleh masyarakat.
Atlas meraih tangannya dengan tangan lainnya yang masih memegang kemudi. "Bukankah kamu lebih nyaman seperti ini? Aku takut privasimu terganggu Lili." jawab Atlas seraya sesekali menoleh ke arahnya.
"Sebenarnya dari awal kita bersamapun para paparazi itu sudah tau. Tapi aku dan Owen membayar mereka supaya beritanya tidak dinaikkan ke publik." tambahnya lagi.
Lili menoleh, mengubah posisi duduknya menjadi 90 derajat menghadap pada Atlas. "Bukan karena kamu menganggapku tidak penting?" tanyanya polos. Sial, ini semua memang karena kedua sahabatnya yang meracuni otaknya.
"Siapa bilang kamu tidak penting sayang? Aku gak pernah berpikir begitu. Lagipula kamu sendiri yang bilang kamu ingin merahasiakan hubungan kita dulu sampai projek kita selesai kan?"
Lili mengangguk. Semuanya memang masuk akal. Rasanya hampir tidak mungkin Atlas menganggapnya remeh seperti yang Elle dan Meta katakan.
"Tadi aku cerita ke Elle dan Meta kalau kamu melamarku." ucap Lili mulai bercerita. Atlas lantas tersenyum mendengarnya. "Tapi mereka gak percaya." tambah Lili yang membuat Atlas menoleh.
"Katanya aku cuma halusinasi Atlas." adunya sambil merengek. Sedang Atlas terkekeh saat mendengar pengaduan itu.
"Kalau begitu besok kita menikah saja. Kita buat acara yang besar supaya mereka percaya." lontar pria itu kemudian.
"Ck! Kamu bahkan belum meminta restu Mama dan Papa. Kamu terkesan terburu - buru!" rajuk Lili kemudian. Atlas tersenyum, "Kalau begitu bagaimana kalau kita ke rumah mereka hari ini? Kamu tidak sibuk kan?"
Dan begitulah awalnya bagaimana mereka pada akhirnya berakhir di kediaman kedua orang tua Lili.
- - -
"Papa itu tidak banyak bicara, dia tegas tapi baik. Papa suka orang yang berpendidikan, jadi aku yakin papa akan menyukaimu." Mobil Atlas sudah terparkir di depan kediaman orang tua Lili. Namun Lili memaksa Atlas untuk tidak keluar dulu dan mendengarkan reviewnya atas karakter keluarganya.
"Kalau Mama, dia sedikit judging dan cuek. Apalagi sama orang yang gak dikenalnya. Tapi tolong jangan dimasukkan hati kalau mama terkesan tidak perduli ya." tambah Lili. Sedang Atlas senantiasa memperhatikan setiap inci wajahnya.
"Kalau kakakku-"
"Sayang, bisakah kita langsung masuk saja? Kakiku sudah mulai kram." Atlas tersenyum halus seraya menatap Lili. Di dalam hatinya, ia tahu gadis itu khawatir.
"Kamu kram? Apakah kita sebaiknya tunda saja pertemuannya? Aku bisa bilang ke Mama kalau-"
"Sayang, kamu terlihat lebih gugup daripada aku. Kamu tau?" Lili meringis. Perkataan Atlas memang benar kok. Pasalnya, ini pertama kalinya Lili membawa seorang pria ke rumahnya untuk dikenalkan sebagai kekasihnya. Jujur dia juga gak punya ilmu untuk situasi ini.
"Aku takut mereka menolak kamu." gumamnya memberitahukan kekhawatirannya. Atlas tersenyum dan tangannya terulur untuk mengusap surai Lili sebelum berkata, "Percayakan saja sama aku ya."
Dan akhirnya disinilah mereka didepan pintu rumah orang tua Lili. Tangan Atlas langsung terulur untuk menekan bel. Dan tidak lama kemudian Mama terlihat muncul untuk membukakan pintu.
Lili dan Atlas tersenyum bersiap untuk menyapanya.
"Hai Ma ini -"
"Eh! Nak Atlas! Yaampun kenapa baru datang lagi sekarang?!"
Lagi? Mama? Sudah pernah bertemu Atlas?
"Papa! Atlas datang nih!"
Sumpah! Kenapa Lili jadi merasa tidak terlihat begini?
"Son! Papa sudah tunggu dari minggu kemarin. Ayo masuk! Temani papa main catur lagi!"
Tubuh Atlas dirangkul Papa untuk masuk. Mama mengekor dibelakangnya sedangkan Lili masih mematung di halamannya, berusaha mencerna situasi yang sedang ia hadapi.
Kenapa Lili merasa dirinya terlihat bodoh sekarang? Lalu untuk apa dia mereviee keluarganya kalau ternyata Atlas sudah mengenal mereka?
Ish! Pria itu memang selalu tidak bisa ditebak!
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
The Man
RomanceWARNING !! Cerita ini bakal bikin kamu salting brutal dan senyam senyum sendiri!!! - - - "Aku gak percaya kalau kamu cuma pernah pacaran saat kamu SMA." gumam Lili seraya menatap pria tampan didepannya, Atlas. "Kenapa gak percaya?" tanya Atlas. "Wel...