Chapter - 48

1.3K 61 0
                                    

"Yaampun lucunya." puji Lili saat melihat anak Meta yang sedang digendong oleh Elle.

Jemari Lili dengan hati - hati mengusap pipi bayi yang masih merah itu dengan lembut. "Namanya siapa Ta?" tanyanya pada Meta yang masih mengumpulkan energinya dengan Julio yang tak pernah singgah dari sisinya.

"Namanya Mikael aunty." ucap ibu dari si bayi dengan senyum penuh diwajahnya.

"Hai Mika." sapa Lili dengan senyum lembutnya. "Jangan Mika dong! Emangnya anak gue sejenis plastik apa?" gerutu Meta yang membuat seisi ruangan tertawa.

"Kita panggil Mael aja deh. Halo Mael." jahil Elle yang juga mengundang tawa. "Mau coba gendong gak Li?" tanya Elle pada akhirnya. Lili langsung melotot, "Gak! Gue gak bisa." tolaknya secepat kilat.

Atlas yang memang sejak tadi berdiri di samping wanitanya itu lantas terkekeh, seakan deja vu saat Lili pertama kali menggendong Cia.

"Bisa sayang, coba dulu." bujuk prianya itu dengan lembut. Akhirnya Lili menurut. "Boleh sambil duduk gak? Gue takut jatuh." tawar Lili yang langsung dipenuhi oleh Elle.

Mikael singgah di gendongan Lili begitu wanita itu duduk di sofa samping kasur. Tak lupa Atlas yang mengikutinya juga duduk di sampingnya. Mata pria itu tak terlepas dari pemandangan didepannya.

"Halo Mikael, ini aunty Lili." ucapnya yang terdengar berbisik. Mendengar itu mengundang senyuman tulus di wajah Atlas. Melihat pemandangan didepannya ini entah mengapa membuat hati Atlas berdebar tak karuan.

"Yang ini uncle Atlas." ucap Lili seraya menggenggam tangan prianya dengan satu tangannya.

"Udah bikin deh buruan, udah cocok tuh jadi keluarga cemara." celetuk Elle yang menarik perhatian seluruh penghuni ruangan itu.

Atlas terkekeh dan tangannya terulur untuk mengusap pelan kepala Mikael kemudian memegangnya untuk waktu yang cukup lama seraya menutup matanya sejenak.

"Ngapain?" tanya Lili begitu Atlas kembali membuka matanya dan mengecup tangan mungil bayi itu.

"Doain Mikael." jawab Atlas dengan senyum tulusnya membuat hati Lili terenyuh. "Supaya dia jadi anak yang baik, pintar, dan membanggakan kedua orang tuanya." lanjut Atlas lagi.

"Aamiin." ucap seluruh penghuni ruangan itu serentak.

"Aduh Atlas, untung gue udah punya suami. Kalo enggak gue gebet juga lo!" canda Meta yang membuat Lili menatapnya tak bersahabat.

"Enak aja lo! Gak bisa, yang ini udah gue booking." gerutu Lili yang mengundang tawa semuanya. Sedang Atlas yang gemas langsung mencium pipi wanitanya yang membuat seisi ruangan heboh seketika.

- - -

"Kamu senyum mulu dari tadi gak pegel emangnya?" Lili bertanya saat mereka sedang dalam perjalanan pulang setelah dari rumah sakit. Jam sudah menunjukkan pukul dua pagi dan tentu saja jalanan sangat sepi saat ini.

Tanpa menjawab, Atlas justru memberikan kecupan di punggung tangan Lili yang sedari tadi memang ada dalam genggamannya.

"Sayang, ini jam dua pagi loh. Udahan ah senyumnya. Walaupun kamu ganteng tapi kalo gak berhenti - berhenti senyum gitu kan jadi serem sayang." ujar Lili lagi yang kali ini membuat Atlas tertawa.

Pria itu pun menuruti permintaan Lili. Mencoba menahan senyumnya dan bersikap biasa saja tapi tetap tak bisa menahan senyumnya untuk muncul kembali.

"Gak bisa sayang, senyumnya muncul terus." keluh Atlas pada Lili. Lili menoleh ke arah prianya lantas menatapnya dengan terang - terangan dan bertanya, "Kamu lagi mikir jorok ya?" tuduhnya.

"Mana ada sayang. Hal jorok apa yang mau aku pikirin emangnya?" jawab Atlas sekenanya.

"Terus kenapa senyum terus dari tadi?" tanya Lili lagi penasaran. "Aku gak bisa kasih tau kamu jawabannya. Nanti kamu malah kepikiran." jawab Atlas.

Lili langsung menghadap ke arah prianya itu sepenuhnya. Dengan dahinya yang berkerut ia kembali berucap, "Kalo kamu jawab gitu aku jadi makin penasaran tau!"

Atlas terkekeh dibuatnya. Sekali lagi mencium punggung tangan Lili dengan gemas. "Aku cuma masih kebayang aja pas kamu gendong Mikael tadi." ucap Atlas jujur pada akhirnya.

"Apanya yang lucu dari itu?" tanya Lili bingung.

"Gak ada." jawab Atlas seraya menatap Lili sekilas. "Cuma aku jadi ngebayangin kalau yang kamu gendong itu anak kita." tambah Atlas yang membuat Lili langsung terpaku. "Kamu udah cocok sayang." ucap pria itu lagi.

Dengan gugup Lili langsung berdeham, membersihkan tenggoroknya yang entah kenapa mendadak terasa kering. Tak mendengar respon apapun dari Lili membuat Atlas seketika menoleh ke arah gadisnya itu.

"Tuh kan, makanya aku gak mau kasih tau tadi." gumam Atlas sambil meringis. Di sisi lain, entah mengapa Lili sedikit banyak mengerti cara pandang prianya itu. Terlebih usia Atlas juga lebih tua diatasnya. Pasti pandangan pria itu soal menikah dan berumah tangga juga lebih bulat dibandingkan dengan Lili.

"Kamu mau banget nikah sama aku ya?" tanya Lili dengan jenaka. Padahal dalam hati ia juga mati - matian berusaha menenangkan jantungnya.

Sebenarnya, Lili juga merasa tidak ada lagi yang sedang ia tunggu. Dalam artian, dari segi apapun, Atlas sudah berhasil meyakinkannya bahwa Atlas memang yang terbaik untuknya. Iya kan?

"Kalau aku gak mau buat apa aku jam dua pagi nemenin kamu gini princess? Mendingan aku tidur di rumah." ucapnya yang terdengar seperti menggerutu. Benar sih, pasti pria itu lelah karena seharian bekerja.

Lili terkekeh lalu mengecup pipi Atlas dengan singkat. Membuat si empunya menerbitkan senyumnya.

"Yaudah yuk!" ajak Lili yang lantas membuat Atlas menoleh penuh ke arah wanitanya itu.

"Hah?" tanya Atlas.

Lili tersenyum. "Kamu juga udah lulus semua checklist suami idaman aku. Dan kayanya aku gak punya alasan apapun lagi buat nunda menikah." ucap Lili dengan percaya diri.

"Beneran sayang?" tanya Atlas lagi yang terlihat seperti orang linglung. Pasalnya, Atlas tidak mau terkesan memaksa Lili untuk cepat - cepat menikah dengannya. Lili terkekeh seraya menganggukkan kepalanya. "Aku mimpi gak sih?" tanya Atlas lagi masih tak percaya.

Pasalnya ini jam dua pagi. Jujur saja menyetirpun rasanya Atlas seperti di ambang sadar dan tidak sadar. Tubuhnya sudah terasa tak enak karena butuh istirahat.

"Yaudah deh kalau kamu gak mau." timpal Lili bersandiwara seakan ia merajuk pada Atlas. Pandangannya ia buang ke luar jendela dengan bibir yang menahan tawa.

Yang terjadi berikutnya adalah Atlas yang menepikan mobilnya. Kemudian menarik kedua tangan Lili untuk menghadap ke arahnya.

"Sayang, kamu beneran yakin? Kamu gak bisa mundur lagi setelah kamu terima pernikahan ini. Kamu gak merasa terpaksa kan?" ucap Atlas dengan serius.

Lili mengangguk. Ikut menatap Atlas dengan pandangan yang dalam. "Aku juga gak berniat buat mundur Atlas dan aku juga gak merasa terpaksa sama sekali." tuturnya.

"You know that it will last forever right?" ucap Atlas lagi dengan bibir yang mulai kesulitan menahan senyum. Senyuman manis itu ternyata menular ke Lili. Dengan pipinya yang bersemu, wanita itu juga turut melebarkan senyumannya.

"Forever sounds right if its with you." tutur Lili yang membuat Atlas senang bukan main. Langsung saja pria itu menariknya ke dalam pelukannya. Menghujaninya dengan banyak kecupan dan ucapan terimakasih.

TBC

The ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang