Chapter - 14

5.7K 174 0
                                    

"Wah... kamu 5 tahun lebih tua dari aku?" Lili terkejut saat mengetahui usia Atlas. Ditempatnya duduk Atlas tertawa seraya mengulurkan tangan mengacak puncak kepala Lili.

"Kenapa? Kamu menyesal?" tanya Atlas dengan menaikkan sebelah alisnya. "Tentu saja tidak. Aku memang ingin mencoba punya pasangan yang lebih dewasa." jujur gadis itu seraya menjulurkan lidahnya jahil.

"Dasar!" seru Atlas seraya tertawa. Kepalanya menggeleng mendapati tingkah Lili yang tiada habisnya. "Memangnya kamu gak ingat pertama kali memanggil aku dengan sebutan apa?" tanya Atlas pada gadisnya.

Yang ditanya justru sibuk menyendok es krim ke dalam mulutnya seraya menggeleng. "Memangnya aku pakai sebutan apa?" tanyanya tak ingat.

Atlas memincingkan matanya. Merasa gemas karen Lili tidak mengingat pertemuan mereka di parkiran supermarket.

"Ah!" suara Lili yang menepuk kedua tangannya dengan antusias mengagetkan Atlas. "Mas!" seru Lili yang akhirnya kembali dengan memorinya.

Atlas tertawa melihat ekspresi Lili yang lucu. Senyumnya tak lepas dari wajahnya bahkan saat Lili menggodanya dengan mencolek dagu lelaki itu. Setelah itu keduanya kembali melanjutkan perkenalan mereka, saling berbagi fakta - fakta menarik tentang diri masing - masing.

Saling bertukar tawa dan mendekatkan diri. Dari percakapan itu, Lili tau kalau Atlas adalah seorang kakak dengan dua adik yang semuanya laki - laki, yang satu si pemain wanita bernama Alex sedangkan yang lainnya adalah kembaran Alex yang bernama Axel dengan kepribadian yang sangat berbeda.

"Gimana rasanya punya adik?" tanya Lili penasaran. Lili anak terakhir dikeluarganya. Dia hanya punya satu kakak perempuan dengan jarak umur yang terpaut 7 tahun diantara mereka.

"Yah, ada senang dan tidaknya. Kadang mereka bisa sangat menyebalkan dan menyusahkan aku. Tapi disaat tertentu mereka bisa membantu juga menghiburku. Hanya saja, aku harus lebih banyak mengalah untuk mereka. Tapi itu dulu, saat kami masih kecil. Sekarang semuanya berjalan normal dan aku nyaman berada didekat mereka." tutur Atlas panjang lebar.

"Apa mereka suka memakai baju yang sama?" tanya Lili random. "Aku ingat Bunda membelikan mereka barang yang sama sampai mereka SD. Tapi sepertinya kebiasaan itu sudah hilang saat mereka beranjak remaja."

Lili mengangguk. Merasa tertarik dengan pembahasan anak kembar. "Aku penasaran apa mereka benar - benar bisa tau perasaan satu sama lain."

"Lili, sebenarnya mana yang lebih ingin kamu kenal? Aku atau adik - adikku?" gerutu Atlas pada akhirnya.

Lili terkekeh mendengarnya. "Maaf - maaf, aku selalu excited dengan anak kembar. Keponakan Elle juga kembar, lelaki dan perempuan. Menurutku mereka spesial." jelas Lili seraya tersenyum hangat. Menunjukan binar mata yang penuh antusias.

"Well, kamu bisa mendapatkannya nanti saat kita menikah." bisik Atlas samar - samar. Suaranya tidak begitu jelas di telinga Lili.

"Apa?" tanya gadis itu penasaran sambil terus menggali mangkuk es krimnya.

"Hm?" Atlas balik bertanya. "Aku tidak berbicara apapun." kilahnya. Lili mengedikkan bahunya. Kemudian matanya kembali menyorot lelaki itu.

"Aku punya pertanyaan lainnya." katanya dengan senyum yang lebar.

"Say it." tutur lelaki tampan itu.

"How many times you have ever been in love?" tanya Lili penasaran. Matanya terpusat pada kekasihnya. Seingatnya Atlas hanya pernah mengatakan dia punya mantan kekasih.

"Hm.. aku gak yakin dengan jawabannya." tutur lelaki itu seraya ikut tersenyum dan mendekatkan wajahnya ke hadapan Lili.

"I dated only one woman in my entire life." jawabnya. "Dan kamu yang kedua." tambahnya diikuti jarinya yang menjawil hidung Lili dengan jahil.

"I dont like how it sounds." gerutu Lili seraya memincingkan matanya. Atlas tertawa dan tangannya terulur mengelus pipi gadis itu, "She's nothing compared to you, Lili." tutur lelaki itu yang sukses membuat Lili merasa senang.

"Lagi pula waktu itu aku tidak menyukainya." Mendengar itu Lili memandang Atlas bingung. "She has a crush on me. Lalu dia bilang ke ayahnya dan kami dijodohkan. Bahkan ayahnya pernah menyuruh kami untuk bertunangan. Tapi tentu saja itu tidak pernah terjadi." jelas Atlas.

"Kenapa tidak jadi?" tanya Lili lagi.

"Tentu saja karena aku tidak mau. Aku bilang ke Bunda kalau aku sudah punya pacar yang lain, pacar aku aku pilih sendiri karena aku menyukainya. Lalu Bunda percaya dan memberitahu Ayah. Jadi pertunangan itu tidak pernah terjadi."

"Lagi pula Ayah tau kalau orang tua gadis itu hanya memanfaatkan keadaan. Mereka memanfaatkan perasaan putrinya yang jatuh cinta padaku untuk memperkuat bisnis mereka." Lili meringis mendengar penuturan Atlas. Merasa kasihan dengan gadis itu.

"Apa dia baik - baik saja?" tanya Lili bertanya tentang gadis itu.

"Pada akhirnya dia yang bilang padaku bahwa dia tidak akan lagi mau untuk bertemu denganku. Katanya, kehadirannya mungkin bisa menjadi beban untukku. Dia juga merasa tidak enak karena niat orang tuanya pada keluargaku. Dan sejak itu juga aku tidak pernah lagi mendengar kabarnya. Teman - temanku bilang dia tinggal di luar negeri sekarang. Entahlah. Aku juga tidak ingin tau." jelas Atlas lagi dengan santai.

"Wah... Aku tidak bisa membayangkan menjadi dirinya." Lili menggeleng sembari mengucapkan itu.

"Tidak perlu dibayangkan. Kamu tidak akan pernah menjadi dia Lili. Dia hanya masa laluku. Sedangkan kamu, you're my present and future. I wont let you go like i did to her." Atlas tersenyum seraya menggenggam tangan Lili. Gadis itu salah tingkah namun tetap tidak melepaskan senyumannya.

"How about you? Have you ever been in love?"

Pertanyaan itu membuat Lili mematung. Sepertinya bumerang yang ia lemparkan sedang berbalik ke arahnya.

TBC

The ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang