Lili sedang duduk di kursi dekat kolam renang seraya memandang ke arah Atlas dan beberapa keluarganya yang sedang memanggang beberapa makanan. Kehangatan mereka sangat terasa hingga Lili tanpa sadar sesekali ikut tertawa saat mereka bersenda gurau.
"Kapok gak Li kumpul sama keluarga besar kita begini?" suara Ayah yang ternyata sudah duduk disampingnya bersama Bunda membuat Lili menoleh.
Lili tersenyum ke arah keduanya, lantas menggeleng dengan semangat dan berkata, "Rasanya hangat sekali bisa ada ditengah - tengah ini. Kayanya Lili gak akan pernah kapok untuk yang satu ini."
Bunda tersenyum dengan senang sedang Ayah menganggukkan kepalanya karena merasa puas dengan jawaban Lili. "Atlas itu suka sekali sama anak kecil." Bunda mulai membuka suara begitu melihat Atlas yang berjalan menghampiri Cia.
Lili yang merasa tertarik dengan topik pembicaraan itu langsung memusatkan perhatiannya pada Bunda. "Kalau kamu mau tau, penyebab Axel dan Alex ada ya karena pacarmu itu." timpal Ayah yang membuat Bunda tertawa.
Melihat Lili yang sepertinya kebingungan, Bunda pun menjelaskan. "Dulu anak itu selalu minta adik. Katanya sepi kalau cuma sendirian. Jadi setiap hari pasti dia akan merengek mintanya."
Mendengarnya membuat Lili terkekeh, membayangkan bagaimana Atlas kecil merengek meminta adik adalah suatu hal yang menggemaskan.
"Kalau kamu perhatikan, semua saudara Atlas itu kebanyakan laki - laki. Keluarga ini jarang sekali punya keturunan perempuan. Makanya waktu Cia lahir Atlas senang sekali." lanjut Bunda.
Benar sih, perbandingan perempuan dan lelaki di keluarga ini memang terlihat sangat jauh perbedaannya.
"Iya, dari Cia masih merah dia udah ngedoktrin anak itu supaya memanggil dirinya Papi." celetuk Ayah yang membuat Lili dan bunda tertawa.
"Sejak Cia lahir Atlas jadi orang terdekatnya setelah orang tua Cia. Karena dari dulu anak itu memang ingin punya adik perempuan tapi gak pernah kesampaian." tutur Bunda yang membuat Lili mengangguk.
Sekarang Lili mengerti kenapa Atlas terlihat sangat menyayangi Cia. "Kamu ngebayangin punya Cia versi kalian ya?" jahil ayah saat melihat Lili melamun saat memandangi Cia dan Atlas.
Sontak semburat merah menghiasi pipinya. Bunda yang melihatnya ikut tertawa dengan jahil. "Bunda jamin, Atlas pilihan yang tepat buat kamu. Dan Bunda percaya kamu juga orang yang paling tepat untuk anak Bunda." Lili tersenyum hangat begitu mendengar Bunda.
"Lili juga yakin kalau soal itu Bunda." Bunda dan Ayah tersenyum puas mendengar jawaban Lili.
"Lagi ngomongin aku ya?" Atlas datang menghampiri mereka. Dengan telaten dirinya menyampirkan jaketnya pada pundak Lili agar wanita nya itu merasa hangat.
"Ih, kepedean kamu. Yuk Yah! kita cari tempat lain buat berduaan." celetuk Bunda yang sepertinya terdengar sengaja meninggalkan mereka agar bisa menghabiskan waktu berdua.
"Sudah mengantuk?" tangan Atlas terulur menggenggam tangan Lili. Mengusapnya sesekali berharap memberikan sensasi hangat pada kulit kekasihnya itu.
Lili menyandarkan kepalanya pada pundak Atlas yang langsung disambut dengan uluran tangan pria itu yang mengusap sisi wajahnya. "Lumayan, asap dari panggangannya membuat mataku perih dan mengantuk." jawab Lili seraya memejamkan matanya.
"Mau aku antarkan pulang sekarang?" Lili mengangkat kepalanya dan mencebikkan bibirnya begitu mendengar ucapan Atlas.
"Kamu mengusirku?" rajuknya yang dihadiahi Atlas dengan kecupan di pipinya. "Tentu saja tidak sayang. Aku bahkan sempat berpikir untuk menyuruhmu menginap saja malam ini." Lili mencebik, mana berani dirinya menginap disini? Bukan karena tidak nyaman, tapi Lili tidak mau dinilai tidak sopan oleh keluarga Atlas.
"Atlas," panggil Lili. Atlas menoleh dengan senyum hangatnya. "Yes princess?"
Senyum Lili merekah, selalu senang diperlakukan dengan sebaik ini oleh kekasihnya, "Hari ini aku jatuh cinta lagi." gumamnya hampir berbisik. Dengan malu - malu menyembunyikan wajahnya di lengan kekasihnya.
"Hm? Dengan siapa?" nada Atlas terdengar tidak bersahabat. Lili jadi menahan tawanya karena ingin menjahili Atlas.
"Tentu saja dengan pria!" jawab Lili yang ambigu. Pandangan wanita itu terarah ke depan dengan menerawang. Kakinya yang menggantung di udara ia ayunkan seperti anak kecil.
Atlas yang melihat arah pandang Lili langsung meneliti setiap saudara dan sepupunya. Hampir 80% diantara mereka pria awal 20an atau pertengahan 20.
"Siapa?" tanya Atlas lagi dengan nadanya yang dingin. Wajahnya sudah tidak berminat sedang Lili masih bermanja di lengannya.
"Ada, aku jadi sangat ingin menikahinya." ucap Lili lagi. Atlas terdengar berdecak. Tangannya meraih tangan kiri Lili sebelum menghadapkan jemari cantik itu di hadapan kekasihnya.
"Lihat ini! Kamu sudah punya tunangan." gerutu pria itu yang akhirnya membuat tawa Lili meledak. "Jangan sensi begitu." nasehatnya yang membuat pandangan Atlas sontak berpaling darinya.
Lili mendekatkan tubuhnya pada Atlas. Meraih jemari prianya sebelum menautkan tangan mereka satu sama lainnya. Lalu kepalanya menoleh penuh untuk memandang Atlas yang sedang terlihat kesal sebelum ia memutuskan untuk mencium pundak Atlas dengan penuh sayang yang membuat Atlas menoleh.
"Hari ini aku banyak memikirkan Ally." ucap Lili dengan tersenyum saat menyebut nama Ally, nama yang Atlas pilih sebagai nama calon anak mereka jika itu perempuan.
Mendengarnya sontak membuat Atlas menoleh. Memusatkan perhatiannya secara penuh pada wanita cantik di sebelahnya. "Aku jatuh cinta pada diri kamu yang lain hari ini. Aku gak pernah menyangka kamu akan sehangat itu dengan anak kecil." tutur Lili jujur seraya menatap Atlas penuh kagum.
Atlas mengembangkan senyumannya. Dia pikir Lili kepincut dengan salah satu saudara atau sepupunya. Atlas kan tidak rela jika itu sampai terjadi.
"Aku suka cara kamu berbicara dengan Cia. Sangat lembut dan sangat bersahabat dengannya. Kamu terdengar seperti seumurannya saking akrabnya." Lili terkekeh mengingat momen siang tadi saat dirinya memangku Cia.
Atlas tersenyum lagi, masih senantiasa menunggu kelanjutan dari perkataan Lili. "Saat kamu memuji anak itu dengan sebutan pintar dan cantik, hatiku jadi berdebar. Kamu terdengar sangat tulus saat mengatakannya. Dan aku sangat menyukainya." lanjut Lili lagi.
Atlas mengecup punggung tangan kekasihnya itu. Senang ketika Lili berbicara padanya tentang hal apapun.
"Ally pasti jadi anak yang sangat manja jika Ayahnya seperti ini." Lili menoleh ke arah Atlas yang sedang terkekeh karena ikut membayangkan keberadaan Ally di masa depan mereka.
"Aku gak kebayang akan sesayang apa kamu sama anak - anak nanti. Cia, yang bukan anak kamu aja kamu sayangi sebesar itu." ujar Lili. Atlas tersenyum karena mendengar suara Lili yang seperti sedang protes.
"I'll give the whole world for them if they ask me to." Atlas bergumam dengan matanya yang menerawang. "Atlas?" Atlas berdeham sebagai jawaban.
"Terimakasih banyak sudah datang di kehidupanku." Lili menatapnya penuh kekaguman dan rasa syukur. "I feel so grateful to be a part of you life." lanjutnya lagi yang membuat Atlas tersenyum semakin lebar.
"Aku yang berterima kasih sayang. Tidak mudah menemukan wanita seperti kamu begini." Atlas menjawil puncak hidung Lili yang membuat Lili terkekeh. "Also..."
Atlas menggenggam kedua tangan Lili dan lanjut berkata, "You're not just a part of my life princess." Atlas tersenyum saat Lili mengerutkan dahinya, sebelum kembali berkata, "Indeed, you are my whole life." Sebuah kecupan ia layangkan pada dahi Lili.
Hatinya menghangat lagi. Merasa penuh dengan menghabiskan waktunya bersama kekasihnya ini. Atlas kemudian memandang Lili sebelum dengan jahil bertanya, "Jadi kapan kita buat Ally? Besok?"
"Ih! Atlas!!"
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
The Man
RomanceWARNING !! Cerita ini bakal bikin kamu salting brutal dan senyam senyum sendiri!!! - - - "Aku gak percaya kalau kamu cuma pernah pacaran saat kamu SMA." gumam Lili seraya menatap pria tampan didepannya, Atlas. "Kenapa gak percaya?" tanya Atlas. "Wel...