65

1.2K 53 3
                                    

°°°

Hari telah berganti. Wijaya dan arhan masih betah menunggu di depan ruangan. Sedangkan deril ntah pergi kemana, Dari semalam deril belum terlihat balik lagi. Semalaman wijaya dan arhan tidak tidur karna sampai saat ini Adara masih belum sadar juga.

"Arhan, Mending sekarang kamu pulang dulu aja, kan hari ini kamu harus sekolah."

Arhan menggeleng. "Aku mau tetep di sini sampe adara sadar, om."

"Kamu udah kelas tiga, Jadi sebaiknya kamu masuk sekolah. Biar om yang nungguin adara."

"Tapi__"

"Nanti pulang sekolah kamu bisa langsung kesini lagi." Saut wijaya.

Arhan menghela nafas berat. ia langsung beranjak dari duduknya lalu melihat adara dari kaca pintu. Arhan benar-benar sangat lesu. ingin rasanya ia tetap di sini sampai adara sadar, namun ayahnya adara menyuruhnya untuk pulang.

Wijaya langsung beranjak dari duduknya. ia langsung menghampiri arhan lalu mengusap punggung arhan.

"Udah tenang aja, Om yakin adara pasti bakal sadar. Nanti kalo adara udah sadar, om bakal langsung kabarin kamu."

Arhan mengangguk. "Yaudah, aku pamit dulu ya, om. Kalo ada apa-apa jangan lupa kabarin aku, om."

Wijaya mengangguk sembari tersenyum. Arhan pun langsung mencium punggung tangan Wijaya.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsallam."

Arhan pun langsung pergi.

°°°

Anita terlihat sedang menyiapkan makan untuk sarapan. Tidak lama kemudian, bram datang dan langsung duduk. Anita langsung menatap sengit ke arah suaminya.

"Apa sih, bun. natapnya gitu amat." Ucap bram.

"Ayah Gak ngerasa berdosa gitu setelah udah bikin ikan hias bunda mati semua?!" Ucap anita kesal.

Bram menghela nafasnya. "Yaudah sih, Ntar ayah beliin lagi yang lebih banyak."

"Awas sampe boong!"

"Enggak, Bun. Ayah janji."

Anita mengangguk, namun expresinya masih terlihat kesal. Bram pun langsung menyiapkan piring, setelah itu ia mengambil nasi, sayur, dan lauk.

"Arhan mana, yah? Tumben belom gabung."

"Ohiya, ayah lupa ngasih tau bunda. Katanya tadi malem adara kecelakaan, jadi arhan langsung nyamperin adara ke rumah sakit."

Anita membulatkan matanya. "Adara kecelakaan?! Kok bisa?!"

"Ayah juga gak tau penyebabnya apa, Nanti kita jengukin adara ke rumah sakit ya, bun."

Anita mengangguk lesu. Meskipun anita belum terlalu lama mengenal Adara, namun anita sudah menganggap adara seperti anak sendiri. Dan tentu saja pasti nanti ia akan merasa sangat senang begitu mengetahui jika arhan dan adara sudah pacaran.

"Assalamualaikum." Ucap arhan yang tiba-tiba datang.

Bram dan anita langsung menoleh ke arah arhan.

"Wa'alaikumsallam."

"Baru pulang? Gimana keadaan adara?" Tanya bram.

Arhan menggeleng lesu. "Dari semalem adara belom sadar-sadar juga, yah. Tadi niatnya aku mau nungguin adara sampe adara sadar, Tapi ayahnya adara nyuruh aku pulang buat sekolah dulu."

Bram dan anita mengangguk paham.

"Yaudah, sekarang kamu siap-siap dulu, habis itu ke sini buat sarapan. Nanti habis pulang sekolah kamu bisa langsung jengukin adara lagi, Nanti Ayah sama bunda juga mau jengukin adara." Ucap anita.

Arhan mengangguk. Setelah itu ia pun langsung pergi ke kamar untuk siap-siap ganti seragam.

°°°

Waktu terus berputar. Wijaya masih betah berdiri melihat gadisnya dari kaca pintu.

"Ayah."

Wijaya langsung menoleh ke arah deril yang tiba-tiba datang.

"Dari mana kamu? Dari semalem pergi gak balik-balik." Tanya wijaya datar.

"Nenangin pikiran, yah. Kalo liat Arhan bawaannya pengen emosi. Sekarang di mana tu anak? Udah pergi kan?"

"Udah ayah suruh pulang." Saut Wijaya.

"Bagus deh."

Tiba-tiba suara pintu ruangan terbuka. Pandangan wijaya dan deril langsung tertuju pada dokter dan suster yang baru keluar dari ruangan.

"Dok, Gimana keadaan putri saya?" Tanya Wijaya heboh.

"Alhamdulillah, putri bapak sudah sadar."

Wijaya dan deril langsung tersenyum lega. "Alhamdulillah."

"Kita boleh masuk kan, dok?" Ucap deril.

Dokter tersebut mengangguk. "Silahkan, Tapi jangan terlalu banyak mengajak dia ngobrol, takutnya nanti malah membebani pikirannya, Karna kondisinya belom cukup stabil."

Wijaya dan deril mengangguk paham. "Baik, dok."

Dokter dan suster tersebut pun langsung pergi. Sedangkan Wijaya dan deril langsung masuk ke dalam ruangan.

Air mata Wijaya mengalir ketika melihat gadisnya. Wajah adara penuh dengan luka.

"Ayah?" Panggil adara lirih.

"Iya, ini ayah, sayang."

Adara beralih melihat kakaknya.

"Bang Deril?"

Deril tersenyum. Namun tidak terasa air matanya mengalir membasahi pipinya. Deril pun langsung memeluk adara, ia menangis sejadi-jadinya di pelukan adara.

"Maafin abang, ra. Abang egois, Gara-gara abang kamu jadi kaya gini."

"Adara juga minta maaf, bang. Adara udah ngingkarin janji." Ucap Adara lirih.

Deril langsung melepas pelukannya. ia menatap lekat wajah adara.

"Kamu cinta sama arhan?"

Adara pun mengangguk.

Hati deril benar-benar seperti teriris. Sulit bagi deril untuk menerima kenyataan ini. Semalam deril mencoba berfikir keras. Deril berniat ingin mengungkapkan perasaan yang sebenarnya terhadap adara. Namun sekarang ia mengurungkan niatnya begitu mengetahui adara benar-benar cinta dengan arhan.

"Maaf, bang." Ucap Adara lirih.

Deril mengulas senyuman meskipun senyuman tersebut palsu. "Kamu gak salah, Kamu udah dewasa, kamu udah bisa milih mana yang terbaik buat kamu. Mungkin selama ini Abang yang terlalu posesif sama kamu, Selama ini Abang terlalu khawatir ada hal-hal yang gak di inginkan terjadi sama kamu. dan sekarang abang sadar, gak seharusnya abang terus-terusan ngelarang dan ngantur kamu. Maafin abang ya. Dan mulai sekarang, abang izinin kamu pacaran sama arhan."

Adara tersenyum setelah mendengar ucapan kakaknya tersebut.

"Abang serius ngizinin adara pacaran?" Ucap adara seperti Masih tidak percaya.

Deril mengangguk sembari tersenyum. Adara benar-benar merasa sangat bahagia, karna akhirnya dirinya tidak perlu repot-repot menyembunyikan hubungannya dari kakaknya.

Wijaya pun juga terlihat bahagia setelah mendengar ucapan deril. Bahkan Wijaya tidak menyangka, ternyata deril masih bisa berfikir jernih. wijaya tau pasti tidak mudah bagi deril untuk menerima semua ini.

"Ayah seneng liat kalian berdua akur kaya gini." Ucap Wijaya sembari tersenyum menatap kedua anaknya.

Deril dan adara pun tersenyum. Senyuman deril terlihat sangat palsu. Sejujurnya Deril tidak sepenuhnya mengikhlaskan adara dengan arhan. Masih ada rasa sakit hati dan tidak rela ketika melihat adara di miliki oleh orang lain.

BERSAMBUNG

[POSESIF BROTHER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang