Tiga hari berlalu. Malam ini adara sudah berada di rumah. kondisinya sudah pulih, hanya bekas lukanya saja yang masih terlihat. Adara terlihat sedang senyum- senyum sendiri di ruang tamu. ia Tengah asik chattingan dengan sang pacar.
Tidak lama kemudian deril dan Wijaya datang, mereka langsung duduk di sofa. Adara masih belum sadar dengan kehadiran ayah dan kakaknya.
"Lagi chattingan sama arhan pasti." Ucap wijaya.
Adara sontak kaget. ia langsung menoleh ke arah ayah dan kakaknya secara bergantian.
"ih, Ayah Ngagetin aja deh."
"Lagian kamu senyum-senyum sendiri, Pasti lagi chattingan sama arhan kan?"
Adara langsung terlihat salah tingkah. "Ayah Sok tau deh."
"Nah, tuh kan, langsung salting gitu." Ejek wijaya.
"Bodoamat." Saut adara.
"Ra." Panggil deril.
Adara langsung menoleh ke arah kakaknya. "Iya, bang."
"Tarok Dulu hp nya, Abang sama ayah mau ngomong."
"Ngomong apa?"
"Tarok dulu hp nya." Perintah deril.
Adara pun menurut. ia langsung menaruh ponselnya di atas meja.
"Ayah sama abang mau ngomong apa?" Tanya adara.
Deril langsung menatap Wijaya. "Ayah aja yang cerita."
Wijaya mengangguk paham. Wijaya menarik nafas dalam-dalam sebelum bercerita. "Jadi gini, sayang. Sebenernya__"
Wijaya menghentikan ucapan nya. ia merasa berat jika harus menceritakan masalah ini sekarang. Tadi wijaya dan deril sempat berbicara empat mata. Mereka berdua sepakat ingin memberi tau adara jika deril ini bukan kakak kandungnya. Empat hari lagi deril akan pindah ke rumah orangtua kandungnya. Jadi mau tidak mau mereka harus memberi tau yang sebenarnya ke adara sekarang.
"Sebenernya apa, yah?" Tanya adara penasaran.
"Em, Sebenarnya__" Wijaya menghentikan ucapannya lagi.
"Apa, yah? Jangan bikin adara penasaran deh." Ucap Adara geram.
"Sebenernya abang bukan kakak kandung kamu, ra." Saut deril.
Adara melotot kaget mendengar pernyataan deril tersebut. ia langsung menggeleng tidak percaya.
"Enggk mungkin! Abang ngomong apaan sih! Abang tuh kakak kandung aku, Dari kecil abang yang ngurusin aku, Abang tu kakak kandung aku!"
"Tapi kenyataan nya memang gitu, ra. Kita bukan saudara kandung." Ucap deril lirih.
Mata adara langsung terlihat berkaca-kaca, ia langsung kembali menatap ayahnya. "Yah, Bilang sama aku kalo yang di bilang bang deril tuh gak bener! Iya kan?! Bang deril tuh cuma ngeprank aku kan?!"
Wijaya langsung menggeleng. "Yang di bilang abang bener, Kalian bukan saudara kandung."
Seketika air mata adara Langsung mengalir. Tubuhnya menjadi panas dingin. Nafas adara naik turun tidak teratur. Bagaimana bisa, orang yang selama ini selalu peduli, selalu perhatian, bahkan selalu ada, Ternyata bukan kakak kandungnya.
Deril pun langsung mendekati adara dan langsung memeluknya. Adara menangis sejadi-jadinya di pelukan deril. Deril mengusap lembut punggung adara Agar adara bisa sedikit tenang.
"Abang tuh kakak kandung aku! Abang sama ayah tadi cuma ngeprank doang kan?! Bilang sama aku kalo semua ini gak bener!" Ucap Adara sembari terus terisak di pelukan deril.
Mata deril juga mulai berkaca-kaca. ia langsung mendangakkan pandangannya agar air matanya tidak jatuh. Sedangkan wijaya tertunduk lesu ketika melihat gadisnya menangis.
Ini yang wijaya takutkan, Pasti adara tidak akan terima dengan semua ini. Wijaya tau adara sudah sangat menyayangi deril sebagai seorang kakak.
Deril selalu ada di saat adara susah maupun senang, dan itu yang membuat adara merasa nyaman dengan deril, hingga akhirnya adara tidak bisa terima kalau ternyata deril bukan kakak kandungnya.
Akhirnya Wijaya pun langsung duduk di samping gadisnya. "Sayang?"
Adara langsung melepas pelukannya, ia beralih menatap ayahnya. Air mata adara masih Terus mengalir. Wijaya menghela nafas berat ketika melihat gadisnya menangis seperti ini.
"Maafin ayah karna ayah baru ngasih tau tentang masalah ini sekarang. Dulu ada orang yang nitipin Abang ke ayah, waktu itu abang masih bayi, Terus Pas Abang udah sekolah SD, niatnya ayah mau balikin Abang ke orangtua kandungnya, tapi waktu itu abang gak mau, karna Abang mau tetep tinggal sama ayah. Dan ternyata selama ini orangtua kandungnya bang deril nyariin keberadaan Abang. Mereka nyariin alamat rumahnya ayah. Dan kemarin mereka udah dateng ke sini buat nemuin abang. Mereka juga mau bawa Abang buat tinggal bareng sama mereka." Jelas wijaya.
Setelah mendengar penjelasan dari ayahnya, adara langsung menghentikan tangisannya. Adara kembali menatap deril. Deril menangkup wajah adara dengan kedua telapak tangannya.
"Adik tersayangnya abang gak boleh nangis." Ucap deril lembut.
Mata adara kembali berkaca-kaca. adara pun langsung memeluk tubuh deril. Deril menghela nafas berat. ia jadi tidak tega jika nanti harus meninggalkan adara. Deril jadi ingin tetap tinggal bersama wijaya dan adara.
Tapi di sisi lain, deril sudah terlanjur bilang kepada orangtua nya jika dirinya mau tinggal bersama mereka. Ini benar-benar pilihan yang sulit bagi deril.
"Jadi abang mau pindah tinggal sama orangtua kandung Abang, terus ninggalin aku?" Ucap Adara sembari terus terisak.
"Sebenarnya Abang masih pengen tinggal di sini, ra. Abang juga gak bisa jauh-jauh dari kamu. Tapi abang juga udah terlanjur bilang sama orangtua Abang kalo Abang mau tinggal sama mereka. Abang bener-bener bingung." Ucap deril sendu.
"Jangan egois, sayang." Ucap Wijaya kepada adara.
Adara langsung melepas pelukannya. ia langsung menatap ke arah ayahnya.
"Dengerin, ayah. yang namanya orangtua tuh pasti pengen banget bisa selalu kumpul bareng sama anak. Apa lagi udah 25 tahun mereka gak ketemu. Pasti mereka berharap banget bisa tinggal bareng sama bang deril."
Adara hanya diam mematung setelah mendengar ucapan ayahnya. Tatapan nya terlihat kosong. Adara benar-benar tidak bisa menerima kenyataan ini. Tapi yang di di bilang ayahnya benar. ia tidak boleh egois.
"Kalo adara kangen gimana." Ucap Adara lirih, bahkan sangat lirih, namun masih bisa di dengar oleh wijaya dan Deril.
"Kemarin orangtua Abang bilang, kalau jarak rumahnya cuma sekitar 20 menit. Jadi kalo kamu kangen, kamu tinggal telfon abang, ntar abang bakal langsung ke sini. Abang juga bakal sering-sering nginep di sini."
"Beneran?" Ucap adara sendu.
Deril mengangguk sembari tersenyum. "Iya, ra. Abang janji, nanti abang bakal sering-sering ke sini."
Perlahan adara mengulas senyuman nya. Deril pun langsung mencium kening adara cukup lama, setelah itu ia memeluk kembali tubuh adara.
"Makasih banyak ya, bang. Padahal selama ini Abang udah tau kalo aku bukan adik kandung Abang, tapi Abang tetep tulus jagain aku, perhatian sama aku, selalu ada buat aku, sayang sama aku, bahkan terkesan posesif. Makasih ya bang atas semuanya. Maaf, aku belom bisa bales semua kebaikan abang." Ucap Adara sendu.
"Kamu penyemangat abang, ra." Ucap deril lembut.
Adara tersenyum. Bahkan wijaya juga ikut tersenyum bahagia karna Akhirnya adara sudah tau semuanya. Adara juga terlihat berusaha untuk menerima semua kenyataan ini dengan lapang dada.
Deril menghela nafas berat. Andai saja adara tau kalau dirinya posesif terhadap adara karna ia menyayangi adara lebih dari sekedar adik. Andai adara tau kalau sebenarnya ia sangat mencintai adara. Bahkan deril bisa pastikan kalau rasa sayangnya ke adara begitu sangat besar di bandingkan arhan.
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
[POSESIF BROTHER]
Teen Fictionpengen ga sih punya kakak kaya deril? Atau malah sebaliknya? Risih karna selalu ngelarang-ngelarang & ngatur-ngatur?🚷🚻