Chapter XCVI • Pemakaman

304 65 16
                                    

★★

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


*Flashback On.

Gito keluar dari kelasnya menuju ke ruang kepala sekolah karena tadi dirinya dipanggil untuk menghadap kesana. Gito berjalan santai di sepinya lorong sekolah, entah kenapa dadanya terasa sesak, hatinya merasakan hal-hal yang tak enak.

"Perasaan gua kok ga enak ya." batin Gito.

Gito terus berjalan menuju ruang kepala sekolah, ia menepis semua fikiran - fikiran buruk yang ada di kepalanya. Gito sudah sampai di depan ruang kepala sekolah, dirinya berdiri di depan pintu masuk tak ada niatan untuk membukanya. Gito menarik nafas panjang dan menghembuskannya secara perlahan.

TOK!
TOK!
TOK!

Pintu diketuk oleh Gito bermaksud meminta izin untuk masuk ke dalam.

"Masuuuk!." suara yang terdengar dari dalam menyuruh Gito untuk masuk.

Cklek...

Pintu dibuka, Gito berjalan ke arah kepala sekolah yang sedang duduk tenang di mejanya, kepala sekolah itu tersenyum ke arah Gito.

"Silahkan duduk Git." ucap kepala sekolah mempersilahkan Gito untuk duduk.

Gito pun duduk di sebuah sofa yang muat untuk satu orang, tiba-tiba datanglah beberapa staff guru yang belum waktunya mengajar, mereka berdiri di samping Gito dengan tatapan yang sendu. Gito yang melihat ekspresi para guru pun dibuat heran, pikiran buruk mulai meluas ke otak Gito.

"Ada sesuatu hal yang mau bapak sampaikan Git." ucap kepala sekolah.

"Hal apa ya pak?." tanya Gito sopan.

"Maaf Gito bapak harus menyampaikan ini...." ucap Kepala Sekolah menggantung.

Gito hanya diam menunggu lanjutan dari penggalan kata Kepala Sekolah.

"Yang sabar ya Git, ayah kamu sudah tiada." ucap Kepala Sekolah.

DEG!

Jantung Gito berdetak tak karuan, hatinya mendadak sakit, rasa lemah dan lemas menjalar ke seluruh tubuhnya, merasa tak percaya dengan semua kenyataan ini, Gito ingin sekali bebicara tapi bibirnya seakan-akan terkunci.

BRAKK!!!

Sebuah meja patah akibat pukulan Gito, guru-guru yang ada disana pun seketika terkejut melihat Gito yang amarahnya tiba-tiba membludak, nafasnya menggebu, wajahnya memerah.

CHRISTIAN EL DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang