PARK FAMILY

4.5K 308 3
                                    


"Ayo katanya mau ke tempat eomma." Ajakku menarik tangan Jimin sekuatnya.

Ini sudah sore dan Jimin masih saja bersantai-santai di atas ranjang dengan bantalnya.

"Ayooo! Aaaa kamu berat!" Badannya memang terlihat kecil ketimbang anggota BTS lainnya. Tapi kalian harus percaya kalau ia tetaplah seorang pria yang punya berat badan khas pria dewasa pada umumnya.

"Bangun atau aku berangkat sendiri ke Busan?! Satu! Dua! Ti--"

"IYAA, IYAAA."
"Aku pake baju apa ya? Pilih buat aku dong, Bee."

Hmm, manjanya mulai kambuh.

"Iya sayang. Kamu mandi dulu aja, aku mau sekalian siapin barang kita."

"Makasih, Bee. Muah." Kebiasaan Jimin, setiap ada kesempatan ia pasti selalu mengecup puncak kepalaku sebelum melakukan apapun. Salah satunya ya barusan itu. Sebelum menghilang dari balik pintu kamar mandi, ia menyembulkan kepalanya dan berkata, "Bee, mau ikut bantuin aku mandi gak? Siapa tau lebih cepet jadinya. Ckckck."

Heol.
Lebih cepat? Bullshit!

"Cepetan sana mandi. Kamu gak mau aku marah, kan?"

"Iyaaaaa, 10 menit sayang!"

***

"Kenapa kita gak pernah naik kereta aja sih ke Busan? Lebih cepet juga, kan. Kasian kamu kalo kecapekan gini. Aku gak tega."

Jimin meraih puncak kepalaku dan mengusapnya lembut seraya berkata, "Aku cuma pengen lebih lama aja sama kamu. Jarang-jarang kita bisa berduaan kayak gini."

Aku tidak bisa menyembunyikan kegugupanku tatkala Jimin berkata seperti itu. Buktinya aku sampai tak mau bertemu pandang dengan netra Jimin yang sesekali mengajak netraku untuk bertemu.

"Bee, kamu masih malu sama aku?"

"Ha--? E--enggak kok. Aku biasa aja sekarang."

"Ahaha, kamu makin lucu deh. Muah." Kebiasaan, bukan? Ia memang selalu begitu. Sukanya main cium sembarangan. Tapi untungnya ia masih sadar kondisi sekitar sih kalau mau melakukan kebiasaannya itu.

Tak lama kemudian, kami sampai di restoran milik keluarga Jimin. Percaya atau tidak, sebelum menikah dengan Jimin aku hanyalah seorang pegawai di restoran milik ayahnya. Tapi karena pekerjaan itulah yang sekarang membawaku menjadi sosok istri seorang Park Jimin.

"Let's go! Kita makan dulu, Bee."

***

"Lho Jihyun di sini? Wah lama gak ketemu ya sayang." Sapaku pada adik Jimin yang sedang menyiapkan sajian yang hendak diantar ke meja pesanan.

"Noona semakin cantik! Aku sampai kaget."

"Jihyun udah pinter gombal ya sekarang. Pasti pacarnya banyak yaaa, hayo ngaku!"

"Aku bahkan gak punya pacar, noona kira aku kayak hyung?"

"Jihyun! Jangan bicara macam-macam dengan noona-mu. Nanti hyung tusuk mau?" Ancam Jimin yang sedang menyusun beberapa bahan untuk dijadikan satai.

"Ish galak banget sama adeknya. Jahat ya hyung-mu, dek."

"Iya tuh kalo sama aku jahat. Untung nikahnya sama noona, coba kalo sama yang---"
"Ssst, Park Jihyun! Antarkan dulu itu pesanannya." Potong Jimin sebelum adiknya itu membocorkan salah satu nama mantannya.

Melihat mereka berdua saling berinteraksi merupakan salah satu hal yang paling kutunggu. Mereka terlihat kembar satu sama lain. Jimin dan Jihyun sama-sama terlihat kecil dan juga imut. Tidak heran sih kalau banyak yang menyukai mereka.

"Lho kalian kok di sini? Aigoo! Menantuku ini malah ikut membantu. Ayo, ayo berdiri." Ibu Jimin tiba-tiba saja muncul dari pintu belakang mengagetkan baik aku maupun Jimin, sepertinya beliau baru saja kembali sehabis berbelanja bahan masakan yang kurang.

"Hallo eomma apa kabar? Maaf baru sempat ke Busan setelah sekian lama. Hehe."

"Omo, anakku ini kenapa makin hari makin cantik. Pasti Jimin merepotkan ya selama ini."

"Tidak kok eomma. Sama sekali tidak. Hehe."

"Kalian sudah makan? Aduh maafkan eomma ya kalian malah jadi bantu-bantu di sini."

"Aku boleh bantu di sini ya eomma yaaa. Lagi ramai juga, aku rasa Jihyun kerepotan kalau tidak dibantu. Ya, kan oppa?" Aku menyenggol Jimin yang masih sibuk menusuk-nusuk paprika di bawah sana.

"Ah iya, kasian Jihyun. Biarkan kami membantu." Jimin menyelesaikan tusukan satai terakhirnya lalu bangkit memeluk eommanya. "Kami merindukanmu, eomma."

"Eomma juga. Bagaimana kalau kita makan malam dulu? Eomma sudah memasak tadi."

***

Setelah menyelesaikan makan malam, baik aku maupun Jimin belum sempat menurunkan barang-barang yang sudah kami bawa di mobil. Jimin masih sibuk menusuk-nusuk paprika, sedangkan aku membantu Jihyun mengantar pesanan.

"Eonnie, tadi aku lihat ada Jimin oppa di dapur sana. Apa kau dekat dengannya? Bagaimana Jimin oppa jika off stage? Apa dia seseksi di panggung?" Sekelompok gadis muda menahan tanganku kemudian menanyakan hal itu. Hmm, kira-kira harus kujawab apa ya?

"Hm, Jimin oppa tidak seksi. Dia sangat jelek menurutku. Oh iya dia datang bersama perempuan cantik lho tadi. Kudengar itu pacarnya. Woah, hebat bukan?!"

"Eoh?! Jinjja!? Eonnie, berikan aku foto gadis itu! Siapa namanya? Apa dia wanita baik-baik?!"

"Hm, kudengar mereka sudah lama mengenal. Ah bahkan Jimin berniat melamarnya!"

"Aaaaaaaa eonnie! Bagaimana ini kesempatanku jadi istri Jimin oppa semakin menipis! Aish! Secantik apa sih dia?!"

Wkwkwk~
Ternyata seru juga ya menggoda penggemar seorang Park Jimin ini. Hmm, tak kusangka kau sepopuler itu, Jim.

"Yak! Noona! Kenapa lama sekali? Oppa mencarimu di dapur."

Waduh, gawat!
Jihyun datang. Wah, bisa kacau berantakan skenario spontanku. Bisa-bisa aku dihabisi hidup-hidup oleh gadis girang seperti mereka.

"Ka--kau Jihyun, kan? Park Jihyun adiknya Jimin oppa?"

"Ah nde. Aku Jihyun."

"Tunggu, tunggu. Kalau kau Jihyun, lalu kau memanggil eonnie ini 'noona' dan kau bilang dia dicari oppa-mu.. OMOOOOO!!!"

O-OW
Sepertinya aku harus segera kabur.
Yak! Park Jimin.. fansmu brutal!

==== THE END ====

BTS IMAGINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang