JIMIN

2.2K 154 0
                                    

Kau pulang ke rumah dengan lemas, hari ini merasa hari terburuk sepanjang masa. Dosen yang susah ditemui, pulang ke rumah hujan, nunggu dulu di pinggir jalan, begitu reda saat di jalan pulang banjir, kau sudah mengangkat kakimu di motor tapi tetap saja basah.

Dan begitu sampai rumah, setrikaan numpuk layaknya gunung himalaya.

Kau menghela nafas dan berjalan ke kamar mandi, melepas celana kotormu yang basah dan menggantinya dengan yang baru, ternyata cucian di kamar mandi ga beda jauh dengan setrikaan.

"Park Jimiiiiiiiiiinnnnnnnnnnnn." Tahu di rumah ada Jimin, kau memanggilnya.

"Yes Baby, i'm here." Jimin melambaikan tangannya di sofa.

"Jim nyetrika dong gantian."

Dia bangkit, menaruh ponselnya. "Nyetrika Bee?"

Kau mengangguk sebagai jawaban.

"Gimana kalau kamu yang nyetrika, aku semangatin kamu caranya peluk kamu dari belakang Bee?" Jimin menaikan kedua alisnya, bernegosiasi denganmu.

"Yang ada aku nengok ke belakang terus itu mah." Kamu menghela nafas namun tetap berjalan ke arah gunungan setrikaan.

"Yaudah Baby, aku duduk di depan kamu, aku liatin, biar kamu nyetrikanya semangaat." Dia memasang posisinya tepat di depanmu dan tersenyum semanis mungkin.

Runtuh sudah pertahananmu. "Gajadi nyetrika ah, peluk aja. Aku cape tau." Kau menarik Jimin.

Jimin duduk di kursi, "Sini Baby, pangku." Menepuk-nepuk pahanya.

Tanpa pikir dua kali, kau duduk di pangkuannya. "Ey, siapa yang suruh madep aku," Dia menahan tubuhmu kemudian membalikannya menghadap meja setrika. "Maksud aku... kamu duduk di sini." Dia mengelus pahanya, "Tapi sambil nyetrika." Menunjuk tumpukan baju.

Jimin tidak kehilangan akal untuk memaksamu. "Untung aku sayang loh ya Jim." Kau mengambil beberapa baju siap untuk digosok.

Jimin tertawa renyah di belakangmu. Kemudian mengecup leher belakangmu sebagai permohonan maafnya. Berkali-kali.

"Jim.. jangan mulai deh." Kau terganggu karena ulahnya. Siapa sih yang bisa tenang kalau bibir tebal seorang Park Jimin sedang berkelana di leher.

"Apa sih Beeee."

"Main hape aja sama udah jangan cium-cium."

"Iyaaa." Jimin mengeluarkan ponsel yang entah sejak kapan ada di sakunya. Kepalanya ia letakan di bahu kananmu, tangan kanannya memegang ponsel dan tangan kirinya berada di perutmu, memelukmu.

"Sayaaaang." Sama aja ini kau tidak bisa bergerak dengan benar.

"Apalagi Babyyy?"

"Akunya gabisa geraak."

"Masa?" Dia memasukan ponselnya kembali ke kantong. "Coba sini tengok."

Kau menghela nafas, menoleh ke arahnya.

Chup~

Bibirnya mendarat di pipimu.

"Hehehe udah sana nyetrika lagi." Dia melepaskan pelukannya menyender pada kursi dan kembali bermain ponsel. Seolah tidak terjadi apapun.

Meninggalkanmu yang mematung akibat ciumannya.

"Bengong lagi." Dia memukul kepalamu. "Nyetrika Beee."

"Ish. Iya bawel."

Jimin tertawa pelan, mengelus kepalamu halus.

"Padahal liat coba, ini yang banyak itu baju siapa." Kau protes karena sebagian besar ini baju Jimin.

"Mana Bee mana?" Jimin melihat ke arah baju-bajunya tapi sambil memejamkan mata. "Ko gelap gaada apa-apa ya."

"Ish!! Dasar nyebelin!" Tawanya terdengar. "Udah sipit itu matanya gausah dimeremin juga gaakan keliatan."

Masih tertawa Jimin mendekatkan wajahnya, kembali mencium pipimu.

"Jim baru setengah iniii, jangan macem-macem deh."

"Macem-macemnya kalau udah selesai Bee? Oke. Aku tungguin." Dia kembali menyenderkan punggungnya. Menatapmu dalam diam.

Seketika kau merinding.

Dia tertawa pelan.

"Jim, ko diem." Heran karena Jimin terlalu anteng di belakang.

"Biar cepet selesai Bee. Semangaaaaaaat."

"Ish ada maunya aja yaa."

"Yaudah, kamu maunya sekarang Bee dimacem-maceminnya. Ayo."

Kau mendorong Jimin dengan bahumu. "Tanggung aah."

"Makannya selesein dulu sana."

"Kamunya diem."

"Aku diem loh Bee dari tadi."

"Hehehe." Kau mengecup pipi Jimin cepat, lalu kembali sibuk dengan setrikaan.

Jimin mengeluarkan ponselnya lagi, bermain di sana sesekali bersendung menemanimu nyetrika.

Selang beberapa waktu.

"Selesaaaaaaaaaaaaaaai." Kau menyenderkan punggungmu ke dada Jimin. Tidak terasa tumpukan gunung itu selesai dengan cepat hanya karena ditemani pujaan hatimu.

"Okeey." Jimin mengangkat tubuhmu dalam pelukannya.

"Eh mau kemana Jim?"

"Lah katanya itu, macem-macem tadi."

"Ish."

"Waeeeeeee?"

"Aku cape tau."

Jimin memperhatikan wajahmu. "Iya aku tau."

"Yaudah jangan macem-macem."

"Apa sih Bee aku kan mau mijitin kamu."

Kau diam.

"Yeee mikirnya yang iya-iya." Dia menunjuk dirimu. Mengejek.

"Apa sih aaah." Kau mendorong tubuh Jimin. Malu.

"Beee mau kemanaaaa??"

"Kamar mandi ngerendem."

"Ikuuuut."

Kau berlari kecepatan penuh menuju kamar mandi dan menguncinya.

"Beeeee."

Membiarkan Park Jimin menggedor kamar mandi sampai jebol pun kau tak peduli.

Yang terpenting, berendam air hangat adalah hal terbaik kali ini.






=end=

BTS IMAGINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang