Chapter 42

4.9K 255 22
                                    

Karena 'jatuh' selalu saja menyakitkan. Meski kau 'jatuh' pada hal yang membahagiakan sekalipun, sekali 'jatuh' tetaplah 'jatuh', lambat laun kau akan merasakan kesakitan itu. Jika belum, maka kau hanya perlu menunggu untuk dapat merasakannya.

***

Lena kembali mendesah entah sudah keberapa kalinya. Sekuat apapun ia menahan, rasa itu tetap saja mulai menggerogoti dadanya. Perlahan, rasa itu kembali memenuhi setiap rongganya, mempersempit pembuluh darahnya hingga rasanya ia semakin kesulitan untuk memenuhi pasokan oksigen yang dibutuhkan oleh tubuhnya.

Sesak.

Satu kata yang amat menyakitkan bagi Lena, satu kata yang amat mampu membunuhnya secara perlahan, satu kata mengerikan, dan satu kata yang dengan sangat menyesal harus ia akui tengah memenuhi rongga dadanya saat ini.

Rasanya Lena lebih memilih untuk ditusuk menggunakan sebilah pisau dapur lancip miliknya atau dipanah menggunakan busur penuh dengan racun daripada harus merasakan rasa yang menyesakkan seperti ini.

Lena benci rasa ini. Rasa ini membuatnya terus-menerus meluruhkan air mata hanya demi sedikit mengurangi kadar kesesakannya. Rasa ini sangat sulit untuk bisa diekspresikan olehnya. Rasa ini hanya akan berkurang, tanpa mengenal kata menghilang.

Lena kembali mengusap kasar buliran bening air mata yang mulai membanjiri pipinya dengan punggung tangan. Argh!! Kenapa kau sangat cengeng. C'mon. Time to move.

Ya, untuk kesekian kalinya, Lena kembali menangis. Menangisi sesuatu hal yang bahkan belum menjadi miliknya. Menyesakkan bukan?

Percayalah ... Bersyukurlah kalian yang meskipun harus menangis darah setelahnya, setidaknya kalian telah terlebih dahulu meneguk dan mencicipi sedikit kebahagiaan yang ditawarkan di dalamnya. Setidaknya kalian sempat berbahagia walaupun tidak untuk jangka waktu yang lama. Ya, setidaknya kalian 'sempat' untuk itu.

Ah ... Ayolah Lena, dia telah berbahagia di luar sana. Lupakan. Lupakan dia. Cari kebahagiaanmu, batin Lena berusaha menyemangati dirinya sendiri.

Apa yang bisa seorang 'Lena' lakukan selain menyemangati dirinya sendiri saat ini? Berharap laki-laki itu menggedor pintu apartemennya dengan wajah frustasi dan hanya nada memohon yang terdengar dari mulut manisnya? Oh God! Buang pikiran itu jauh-jauh dari otak kalian! Sadarlah! Hal bodoh itu hanya terjadi di film atau novel percintaan, hal bodoh itu tidak akan terjadi di dunia nyata, sekalipun dunia runtuh. Be a realistic human.

Lena mendesah kesal, Ya Tuhan, kenapa kau harus menciptakan makhluk hidup bernama laki-laki?

"Ayo Lena kau harus mencuci muka lusuhmu itu, agar otakmu bisa berpikir jernih," gumamnya sebelum beranjak ke kamar mandi.

Tanpa ku beritahu, kalian pasti bisa menebak bukan siapa laki-laki yang di maksud Lena?

Ken.

***

Nick tersentak kaget ketika pintu ruang kerjanya berdecit menandakan seseorang tengah mencoba untuk membukanya.

Seketika pandangannya teralih pada sumber suara itu.

Ken muncul dirinya dari balik pintu. Laki-laki itu terlihat rapi, tubuhnya berbalut basic shirt hitam berpadu dengan jas berwarna navy sebagai luarannya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Magdalena (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang