Chapter 72

2.8K 179 12
                                    

BUGH!!!

Nathan tanpa basi-basi segera melayangkan tinjunya pada laki-laki bermata biru, yang ia yakini adalah si bajingan tengik, Deondray. Laki-laki itu langsung terkapar ke lantai sambil mengusap sudut bibirnya. Nathan segera melangkah menghampiri laki-laki yang kini tengah berusaha untuk bangkit itu. Tangannya mengepal.

BUGH!!! BUGH!!!

Nathan kembali melayangkan tinjunya. Membuat laki-laki itu meringis, menahan nyeri dengan raut bingung yang begitu kentara. Nathan terus menghajar laki-laki itu, tanpa memberi kesempatan pada laki-laki itu untuk membalas atau sekadar bertanya sebab-musabab dirinya dihajar sedemikian rupa.

"Dasar bajingan tengik!" maki Nathan penuh amarah sambil kembali melayangkan pukulannya.

Laki-laki itu benar-benar geram dan tak akan memberikan ampun pada siapapun yang mengusik miliknya. Ya, meskipun Lena bukanlah miliknya dalam artian yang sebenarnya, tapi tetap saja, wanita itu adalah seseorang yang penting dalam hidupnya. Dan ia, wajib menjaga apa-apa yang penting itu.

Sementara Nathan sibuk meluapkan emosinya, Ken menerobos masuk tanpa berucap apapun. Laki-laki itu menjelajah ke dalam apartemen, membuka setiap pintu ruangan yang ada, memasuki dan mengecek hingga sudut terkecil ruangan, mencari keberadaan Lena. Dan ia kemudian berteriak frustasi sambil menjambak rambut hitam tebalnya saat ia tak menemukan tanda-tanda keberadaan wanitanya.

Seakan belum mempercayai apa yang baru saja ia pastikan, Kenward kembali menjelajahi apartemen Deondray itu. Ia untuk yang kedua kalinya, kembali mengecek setiap ruangan yang ada. Bahkan, laki-laki itu membuka setiap lemari pakaian, menyibak, dan mengobrak-abrik seluruh pakaian yang tergantung rapi yang mengganggu kegiatannya. Matanya memicing tajam, laki-laki itu bergerak dengan teliti, karena ia tak ingin melewatkan hal sekecil apapun yang berpotensi memberikan petunjuk tentang keberadaan Lena padanya.

"Dimana Lena?"

Kenward menatap tajam Deondray yang terkapar tak berdaya di lantai apartemen dengan lebam-lebam di hampir seluruh wajah, dan luka sobek di sudut bibir. Nathan menghajarnya dengan membabi buta. Laki-laki itu benar-benar tak memberi ampun pada Deondray. Ken mendesah pelan, ia sedikit iba melihat kondisi Deondray. Lalu ia menatap Nathan yang tengah tersenyum miring, menikmati hasil karyanya.

Nathan menggedikkan bahunya, laki-laki itu seakan tak peduli pada apa yang baru saja diperbuatnya. Ia hampir saja membunuh laki-laki yang dengan samar ia kenali sebagai salah satu rekan kerjanya itu, jika saja Ken tak segera datang dari arah dalam apartemen dengan wajah putus asanya.

Deondray meringis, dengan napas tersengal dan beberapa kali terbatuk, laki-laki itu membuka mulutnya berusaha menjawab pertanyaan Ken meski dengan susah payah.

"A-apa maksudmu?" tanyanya.

"Dia memang benar-benar tak bisa ditanyai dengan cara halus. Sepertinya aku harus memberinya beberapa kali pukulan lagi agar otaknya bisa mencerna pertanyaanmu dengan baik, Ken." Nathan menggulung lengan kemejanya hingga setengah lengan, ia hendak mendekati Deondray dan bersiap untuk kembali menghadiahi laki-laki itu pukulan. Namun, Ken segera mencegahnya, membuat Nathan urung.

"Kenapa kau selalu memukul tanpa bertanya terlebih dahulu, huh? Kau juga melakukan hal yang sama padaku waktu itu. Kau benar-benar ...."

Nathan terkekeh pelan menyaksikan kekesalan Ken.

"I don't care, Brother. Itu caraku. Aku bukan tipe yang suka berbasa-basi, sepertimu. Dan ...," Nathan menunjuk Deondray yang tengah berusaha untuk bangkit. " ,.. Bajingan tengik seperti dia pun kurasa tidak terlalu suka berbasa-basi. Bukankah begitu?" lanjutnya sinis.

Magdalena (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang