Chapter 74

3K 161 4
                                    

"Apa kau sudah mempersiapkan semuanya, Seth?"

Seth, pria muda berambut agak ikal dengan panjang sebahu, rambut panjangnya tampak sengaja dibiarkan tergerai dan hanya tertutupi oleh sebuah topi hitam dengan bordir bergambar burung merpati agar tidak berantakan, mata tajam dengan alis tebal membingkai, hidung mancung dengan bentuk sedikit patah di pangkalnya. Setelan hoodie hitam dipadu celana jeans biru muda serta sebuah sepatu kets berwarna senada yang menggantung sempurna di kakinya yang panjang, terlihat makin menyempurnakan penampilannya.

Pria muda yang tengah melangkah gontai dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku hoodie-nya itu, terpaksa harus menghentikan langkahnya saat melintasi ruang tamu. Suara bariton dari sang paman, adalah satu-satunya alasan yang membuatnya mau tidak mau harus menghentikan langkah kakinya.

Seth menoleh dan mendapati seorang laki-laki tua, duduk dengan penuh wibawa di ruang tamu, seorang diri. Sebuah cerutu terlihat mengepul, dan secangkir minuman hangat tersaji di atas meja. Seth mengacak rambutnya saat sang paman mulai memberikan tatapan menelisik padanya.

"Paman tidak menerima alasan apapun, Seth. Apapun. Kau paham bukan?" lanjut laki-laki itu penuh penekanan pada kata apapun sebelum kemudian menghisap cerutunya dalam dan menghembuskan asap cerutu ke udara.

Seth menghela napas lalu menatap sang paman dengan kesal. "Oh ... Ayolah, Paman. Bukankah itu terlalu berlebihan?" tanyanya mencoba bernegosiasi.

Setelah lima tahun terakhir ia menemani pamannya, hingga ia mampu memahami dengan baik bagaimana karakter pamannya itu, Seth merasa rencana pamannya kali ini adalah suatu hal yang seharusnya tidak diperlukan. Terlalu berlebihan untuk sesuatu yang belum pasti. Dan entah kenapa, semakin berjalannya waktu, Seth semakin meragukan keyakinan pamannya.

"Paman sudah menghubungi William, dan kau tinggal menyiapkan segala keperluan gadis itu. Bukankah itu pekerjaan yang mudah bagimu, Seth?"

"Tapi, Paman ... Bukankah sebaiknya kita mencari tahu terlebih dahulu tentang gadis itu? Tentang kebenaran yang ada? Atau bukankah kita lebih baik menanyakan hal ini pada ...."

Dan belum sempat Seth menyelesaikan ucapannya, laki-laki paruh baya itu telah terlebih dahulu memotong dengan suara tegas dan nada sedikit lebih tinggi dari sebelumnya.

"Aku meyakini apa yang ku yakini, Seth! Dan bertanya katamu? Haruskah aku bertanya pada anak berengsekku itu?!" Laki-laki paruh baya itu berkata dengan rahang yang mengeras. Cerutu yang sejatinya akan ia hisap, menggantung di udara.

"Bukan pada Ray, Paman. Kita bisa bertanya pada ...."

"Dan aku akan benar-benar mengirimmu ke tempat Grandpha-mu, Seth!"

Dan pemuda itu melongo. Seth lalu mengatupkan kembali bibirnya. Menelan ludah kelu. Ia tidak mau. Ia tidak mau tinggal bersama grandpha-nya. Tinggal bersama grandpha-nya berarti ia harus meninggalkan masa mudanya. Meninggalkan teman-temannya, meninggalkan dunia malamnya dan beralih mengurusu perusahaan keluarga dengan segala dokumen sialannya.

Oh ... Tidak, tidak setelah Seth dengan susah payah membujuk dan dengan berat hati berjanji akan mengambil alih perusahaan kakeknya itu saat ia berusia tiga puluh tahun nanti. Dan itu masih tujuh tahun ke depan. Waktu yang cukup lama untuk memuaskan dirinya, bersenang-senang dengan segala kemudahan yang dimilikinya.

Seth menyugar rambutnya ke belakang dengan sebelah kaki dihentakkan ke lantai. "Paman ... Paman tidak bisa seperti ini. Paman tidak bisa membawa-bawa Grandpha dalam ..."

"Aku bisa, Seth! AKU BISA!" potong sang Paman dengan penuh penekanan pada dua kata terakhir yang diucapkannya. Membuat Seth frustasi dan merasa semakin terpaksa. Seth juga merasa semakin tidak yakin atas keyakinan yang dipercayai pamannya.

Magdalena (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang