Chapter 73

2.9K 168 7
                                    

Suara pintu yang terbuka membuat Lena terusik dari tidurnya. Semalam, ia terlelap setelah meratapi nasib buruk yang tengah menimpanya. Diculik. Ia tak pernah membayangkan bisa berada dalam posisi seperti ini sebelumnya. Bahkan dalam mimpi sekalipun, ia tak pernah.

Lena membuka matanya sedikit demi sedikit, matanya mengerjap beberapa kali saat gorden perlahan terbuka, dan sejurus kemudian sinar matahari mulai merangsek masuk. Lena meringis kecil, badannya terasa pegal di beberapa bagian karena ia tertidur dalam kondisi duduk. Lena menggeliatkan tubuhnya kecil, dan membenahi posisi duduknya.

Lena mendongakkan wajahnya. Seorang laki-laki berambut gondrong, berdiri membelakangi jendela, menatap ke arahnya dengan sorot mata tajam. Lena memicingkan matanya, berusaha mengenali wajah laki-laki itu. Namun, nihil. Laki-laki itu sangat asing di matanya.

Lena mengatupkan mulutnya rapat, begitu pula dengan laki-laki itu. Mereka terjebak dalam keheningan untuk beberapa saat. Suara gagang pintu yang di tekan, disusul dengan suara deritan pintu yang terbuka membuat Lena mengalihkan pandangannya. Di sana, dari balik pintu, muncul seorang pelayan dengan nampan berisi makanan di tangannya. Pelayan tersebut berjalan dengan kepala menunduk, meletakkan nampan ke atas ranjang, lalu berbalik pergi tanpa berucap sepatah katapun.

Laki-laki itu mendekati Lena. Meraih tangan Lena, dan melepaskan ikatan yang membuat kedua pergelangan tangan wanita itu memerah. Tak lupa, laki-laki itu melepaskan pula ikatan pada kedua pergelangan kaki Lena. Hingga kini, Lena telah leluasa bergerak seperti sedia kala.

"Makanlah!" kata laki-laki itu singkat dan berbalik, hendak berlalu sebelum kemudian suara lirih Lena membuat laki-laki itu mengurungkan niatnya.

"Bisakah kau menolongku?" tanya Lena setengah takut.

Lena menatap punggung laki-laki yang kini berdiri membelakanginya itu dengan nyali yang begitu ciut. Ia tahu, laki-laki itu pasti tidak akan mau menolongnya, tapi ia pikir, ia patut untuk mencoba terlebih dahulu. Siapa tahu, keberuntungan sedang berpihak padanya.

"Pamanku tidak akan melepaskanmu begitu saja, setelah ia membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mencari tahu tentangmu dan juga keberadaanmu."

Lena mengernyit. Ia bahkan tidak kemana-mana selama ini. Ia tidak bepergian jauh, tapi kenapa seolah-olah ia tengah melarikan diri dan menjadi seorang buronan di sini? Lena menggelengkan kepalanya, tak habis pikir.

"Tapi aku bahkan tidak mengenal pamanmu itu dan juga kau," balasnya.

"Makanlah. Sebentar lagi pamanku akan menemuimu."

Laki-laki itu berlalu, keluar dari kamar, meninggalkan Lena seorang diri dengan banyak tanya yang terselip dalam benaknya. Lena mencoba mengingat-ingat kembali apa saja yang ia lakukan beberapa tahun belakangan ini. Dan ia sangat yakin, jika ia tak pernah berbuat kesalahan yang merugikan orang lain. Dan juga beberapa tahun ini ia fokus bekerja di Nikolai Corp, menjadi sekretaris yang baik pada seorang bos yang baik pula. Lalu mengapa ia diperlakukan bagai seorang buron yang berhasil ditangkap setelah sekian lama?

Lena terhenyak saat perutnya mengeluarkan bunyi sedikit agak nyaring. Ia lantas menghela napas pelan, kemudian meraih nampan yang telah berisi makanan dan segelas air putih.

Lena berdecak kesal. Apakah si paman itu tidak mampu membeli sekantung teh atau sebotol susu cair dengan rumah sebesar ini? Setidaknya, teh atau susu terlihat lebih menyenangkan di pagi hari jika dibandingkan dengan segelas air putih. Apalagi, ia butuh tenaga untuk memikirkan siasat terbaik untuk melarikan diri.

Tak butuh waktu lama, Lena telah menghabiskan seluruh makanan yang disediakan untuknya. Bersih, tanpa tersisa sedikitpun. Meski semula ia ragu untuk memakannya---khawatir jika ia diracun dan mati sebelum ia sempat melarikan diri---pada akhirnya Lena memakan poached egg, dua iris bacon, dan selembar roti panggang yang diolesi selai buah itu dengan lahap.

Magdalena (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang