Chapter 44

4.6K 276 30
                                    

MARI VOTE SEBELUM MEMBACA :)

***

Tangan Ken terkepal. Urat-urat di tangannya semakin menonjol seiring dengan amarah yang semakin menguasai dirinya, emosi semakin memenuhi rongga dadanya.

Ken berada di Manchaster International Airport saat ini. Ia melepas kepergian Jessie kembali ke California setelah hampir satu setengah bulan menghabiskan waktu di kota Manchaster ini.

Naas. Ken melihat sendiri dengan kedua matanya. Di kejauhan sana, sepasang manusia dengan seorang gadis kecil yang sangat ia kenal, nampak sedang bercengkerama bak sebuah keluarga kecil yang terlihat bahagia. Senyuman tersungging jelas di bibir mereka. Kebahagiaan terpancar dari tubuh mereka. Kehangatan melingkupi keberadaan mereka.

Setitik kerinduan mulai menyeruak di rongga dada Ken. Entah, sudah berapa lama ia melupakan dua orang itu. Namun, setitik kerinduan nyatanya mampu terkalahkan oleh sebuah hantaman yang terasa amat menyakitkan yang tak bisa ia abaikan begitu saja.

Ken bergeser sedikit merapatkan tubuh tegapnya ke dinding, tanpa melepaskan pandangannya dari mereka---Lena, Abey, dan Nathan---yang sedang saling bercengkerama.

Ken butuh sandaran, kakinya seketika melemas, ia membutuhkan penopang. Ken luruh, tubuhnya luruh ke lantai bandara yang terasa amat dingin akibat cuaca yang buruk. Hujan deras telah mengguyur kota Manchaster beberapa waktu yang lalu.

Ken duduk bersandar dengan tatapan nanar. Ia benar-benar terlihat seperti seorang pesakitan.

Ken menggeram. Dengan frustasi ia meremas rambutnya. Entah mengapa ia merasakan sedikit nyeri di sudut hati terdalamnya. Rongga yang semula penuh nampak seketika kosong, hanya kehampaan yang tersisa di dalamnya.

Ken menundukkan kepalanya dalam. Ken merutuki kebodohannya. Penyesalan mulai menghinggapi akal dan pikirnya. Bagaimana bisa aku sesakit ini hanya dengan melihat fakta bahwa aku bukan 'lagi' alasan atas kebahagiaan mereka?

Mereka bahagia tanpa diriku, bukankah seharusnya aku turut berbahagia? Kenapa sebaliknya? Ken tertawa miris.

Ken merasakan kesakitan yang amat dalam. Akan tetapi, ia memilih untuk tetap mengarahkan pandangannya pada sumber kesakitan yang ia rasakan. Ken memilih bertahan, meski kini perasaannya mulai hancur berkeping seiring detik yang mulai berlalu.

Apa yang harus kulakukan? Apakah aku harus kembali pada mereka? Ken bertanya-tanya dalam hati.

Dasar bodoh! umpatnya dalam hati.

Bagaimana bisa aku begitu menginginkan mereka kembali setelah melupakan mereka begitu saja?

***

"Lena!"

Lena yang tengah berjalan menuju pintu keluar bandara dengan Abey yang tertidur pulas di pelukannya, seketika menghentikan langkah kakinya.

Lena mengenal suara itu. Suara yang sampai kapanpun akan terpatri jelas di ingatannya. Suara yang hampir dua bulan ini ia rindukan. Suara yang hampir dua bulan ini menghilang. Suara yang sialnya ... dimiliki oleh seseorang yang telah 'cukup berhasil' menghancurkan hatinya.

Dengan menguatkan hati, Lena menoleh ke arah sumber suara itu.

Lena memasang senyum datar di bibirnya. Senyuman yang kini, entah mengapa terlihat begitu menyakitkan di mata seorang Kenward Nikolai.

Magdalena (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang