Chapter 62

4K 217 0
                                    

Halo!! Selamat Malam!!
Jangan lupa bintang nya ya!!

Semoga kalian suka sama kelanjutannya kali ini, karena aku nyelipin sedikit pesan singkat buat kalian para anak and aku bakalan usahain buat cepet updatenya kok, tapi kalo ide lagi ngadat aku enggak janji ya hehe

So, happy reading guys♥

***

Seorang laki-laki dengan paras rupawan berdiri tegap menghadap kaca besar yang terdapat di ruang kerjanya. Kaca besar itu menghadap luar, menawarkan pemandangan indah kota California di malam hari. Kelap-kelip lampu menjadi suguhan utama sejauh mata memandang. Lalu lalang kendaraan hadir sebagai pelengkap.

Dengan sebelah tangan yang ia masukkan ke dalam saku celana bahannya, laki-laki itu tampak begitu mempesona dengan wajah kalutnya. Entah apa yang sedang berkecamuk di dalam otaknya. Tatapan matanya yang teduh hanya menyorot dingin dan menatap datar pemandangan kota California di hadapannya.

Hari semakin larut dan laki-laki itu masih enggan untuk beranjak dari posisinya. Ruang kerjanya menjadi satu-satunya ruangan dengan lampu menyala dari seluruh ruangan yang ada pada gedung kantor yang menjulang tinggi itu. Ya, semua tampak gelap kecuali ruang kerja laki-laki itu karena memang jam pulang kantor telah berlalu sejak beberapa jam yang lalu.

Laki-laki itu kembali menyesap segelas kecil cairan berwarna merah terang di tangannya. Cairan itu mulai membasahi kerongkongannya hingga menyisakan sedikit rasa pahit di sana, rasa pahit yang menyenangkan sekaligus menenangkan.

Malam hari, kesendirian, dan wine adalah sebuah perpaduan yang sempurna. Sesempurna kehidupan yang dijalaninya lima tahun yang lalu. Sempurna. Harta, takhta, dan wanita. Tiga kata yang menjadi simbol keagungan seorang laki-laki seperti dirinya dan itu semua didapatnya dengan begitu mudah. Seolah kehidupan dan takdir memang tengah berpihak padanya. Ia menjadi laki-laki sempurna dengan kebahagiaan yang senantiasa melingkupi kehidupannya.

Namun, itu dulu. Kebahagiaan dan kesempurnaan hidupnya tidak lagi berlaku untuk saat ini. Sederet kisah membahagiakan dari masa lalunya itu hanyalah sebuah kenangan yang terasa begitu manis namun begitu mengerikan di saat yang bersamaan. Begitu mengerikan karena bahkan ia tak mampu mengenali dirinya sendiri pada masa itu. Dan ketidakmampuannya itulah yang membawanya jatuh pada lubang besar dan abadi bernama penyesalan.

"Saya sudah menyiapkan segala keperluan yang Tuan butuhkan untuk esok hari. Sesuai dengan keinginan, Tuan. Penerbangan pertama, kelas pertama, tujuan Manchaster, sesuai dengan yang Tuan perintahkan."

Suara serak dan dalam terdengar memecah keheningan, membawa kembali jiwanya yang terlalu larut dalam lamunan yang ia ciptakan sendiri. Laki-laki itu mengangkat sebelah tangannya, bergerak mengibas. "Kau bisa pergi," katanya tanpa menoleh.

"Baik, Tuan. Saya permisi."

Hening kembali merajai. Hanya terdengar suara derap langkah kaki yang semakin menjauh dan bunyi pintu yang ditutup setelahnya. Tanpa harus membalikkan tubuhnya, laki-laki itu bisa kembali merasakan kesendirian yang sedari tadi menemaninya.

"Where are you?"

Laki-laki itu bergumam dengan dibarengi tatapan sendunya. Matanya perlahan mulai mengabur, pandangan teduhnya terhalangi oleh sekumpulan air yang entah sejak kapan telah menumpuk di pelupuk matanya. Laki-laki itu memejamkan matanya. Ia laki-laki dan ia tidak boleh menangis. Kalimat itu seolah menjadi mantra yang mujarab untuknya, agar ia dapat menahan tangisnya meskipun hatinya terasa sangat pilu saat ini.

Saat ini ia hanyalah sosok laki-laki biasa dengan lubang dalam hati yang menganga. Ia bukan lagi sosok pengusaha muda dengan segala ambisi dan hasrat menaklukkan yang selama ini disandangnya. Tidak ada lagi aura mematikan yang menguar dari dirinya. Yang tersisa hanyalah seorang laki-laki rapuh dengan segala luka dalam hatinya.

Magdalena (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang