Memang benar tak berujung, karena Ken hanya menginginkan maaf dari Lena, hanya itu, tidak lebih. Bukankah begitu? Setidaknya itulah yang bisa ditangkap oleh Lena saat ini.
***
"Pulanglah. Aku sudah memaafkanmu. Terimakasih karena telah membantuku hari ini."
Lena memejamkan matanya sejenak, menghembuskan napas pelan. Ah ... Sepertinya aku butuh berendam air hangat agar saraf-saraf tubuhku sedikit mengendur.
Lantas Lena beranjak bangkit dari duduknya. Ia harus merealisasikan ide brilliannya itu secepat mungkin.
Ken menatap Lena nanar. Bukan itu ... Bukan itu yang ku mau, teriaknya dalam hati.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ken meraih tangan Lena sebelum wanita itu benar-benar beranjak dari duduknya.
Masa bodoh jika kau mengusirku setelah ini, aku tidak peduli, batin Ken. Ken menarik tangan wanita itu dan membawa tubuh itu ke dalam pelukannya.
Lena terpaku sesaat. Tidak membalas pelukan itu, dan tidak pula meronta agar pelukan itu segera terlepas. Lena bergeming. Biarkan ia bertindak sedikit bodoh untuk kali ini. Ya ... Hanya kali ini.
Ken memeluk tubuh itu erat-erat. Meletakkan kepalanya di bahu rapuh Lena. Bahu rapuh yang nyatanya sangat nyaman digunakan untuk bersandar. "Maafkan aku, Lena. Tidak ... Bukan itu ... Maksudku, kembalilah. Aku butuh lebih dari sekedar maaf darimu. Aku membutuhkanmu. Aku membutuhkan putri kecilmu. Aku membutuhkan kalian," ungkap Ken dengan nada memohon.
Lena memejamkan matanya. Setetes airmatanya mulai turun, Lena menangis dalam diam. Menangisi kebodohan hatinya. Bahkan setelah apa yang telah dilakukan laki-laki itu padanya ... Lena justru menangis mendengar ucapan Ken yang terdengar amat menyakitkan di telinganya, laki-laki itu begitu memohon, melupakan harga dirinya sebagai seorang laki-laki. Dan hati Lena amat tersayat dengan semua itu.
Ken memeluk Lena lebih erat saat bahu itu mulai bergetar. Wanita itu menangis. Menangis dalam pelukannya. Wanita itu menangis karena dirinya, satu fakta yang teramat dibenci Ken untuk saat ini.
Lena semakin tak kuasa menahan airmatanya saat laki-laki itu mempererat pelukannya. Nyaman ... Dan Lena tak bisa menepis kenyataan itu.
Hancur sudah pertahanan Lena yang ia bangun selama hampir dua bulan ini. Tembok tinggi yang ia dengan sengaja buat, mendadak roboh seketika. Hati yang telah ia bekukan, dengan mudahnya mencair hanya karena sebuah pelukan.