Chapter 55

4.6K 243 8
                                    

Selamat membaca!!

Vote
Yuk!!

🌷🌷🌷

Musik yang begitu menghentak terdengar memenuhi segala penjuru ruangan salah satu kelab di kota Manchaster malam itu. Lampu kelab yang dibuat remang berpadu dengan suasana kelab yang begitu ramai oleh hiruk pikuk pengunjungnya.

Nathan duduk di sebuah sofa kulit berwarna merah bersama dengan beberapa laki-laki yang tampak sebaya dengannya. Dengan sebelah tangan memegang segelas kecil whiskey, Nathan terlihat beberapa kali menyesap minumannya. Laki-laki itu sedari tadi hanya duduk di sana, tanpa berminat untuk turun ke dance floor atau bermain bersama beberapa wanita seksi yang tak jarang melemparkan tatapan menggoda padanya.  

Jonathan Mateo, tak ada yang mampu menolak pesonanya, sekalipun ia hanya duduk tanpa melakukan hal apapun yang berarti, tetap saja pesonanya seakan menguar tanpa bisa dibendung. Pesona yang terlalu kuat, yang mampu menyita perhatian para kaum hawa, membuat mereka---para kaum hawa---tidak akan mampu untuk tidak melirik ke arahnya meskipun hanya sedetik.

Nathan begitu memesona.

Hanya dengan kaos berlengan pendek warna hitam, celana jeans panjang berwarna biru, dan sepatu kasual hitam bertalinya, Nathan telah mampu membuat para wanita seksi di kelab itu memandangnya dengan tatapan memuja. Bersedia mengangkangkan kaki dan melemparkan tubuh mereka dengan senang hati pada laki-laki itu.

Namun sayang, Nathan tidak sedang berminat, karena memang kedatangannya ke kelab malam ini hanya untuk merayakan keberhasilannya. Ya ... Nathan telah berhasil mengakuisisi sebuah perusahaan yang lumayan besar hari ini, dan sungguh itu sangat menguntungkan bagi perusahaannya. Jadilah, Nathan merayakannya di kelab ini.

Nathan hampir saja tersedak saat mendengar ponselnya berdering nyaring. Dengan sedikit kesal laki-laki itu meletakkan kembali gelas berisi whiskey miliknya ke atas meja. Sedikit malas, Nathan merogoh sakunya, mengeluarkan benda pipih itu dari sana.

Sebuah panggilan masuk.

Kening Nathan mengerut, melihat nama Dalton tertera di layar ponselnya. Waktu sudah menunjukkan pukul tengah malam, dan laki-laki paruh baya itu meneleponnya. Sudah dapat dipastikan jika ada suatu hal penting dan mendesak yang ingin disampaikan laki-laki yang sudah dianggapnya sebagai ayah itu. Nathan sesegera mungkin menerima panggilan itu.

"Hallo, Dad. Ada apa?"

"..."

Sontak Nathan terlonjak dari duduknya.

"Oh, shit!! Oke Dad aku akan segera pulang," ucap Nathan kemudian dengan napas memburu.

Nathan memutus sambungan telepon. Laki-laki itu terlihat meremas rambutnya sejenak sebelum kemudian mengumpat dan memaki tidak karuan.

Lalu dengan segera ia meraih kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja. Dan dengan gerakan terburu ia berjalan cepat keluar kelab, menerobos kerumunan orang di dalam kelab, menghiraukan pertanyaan dan teriakan teman-temannya yang menatapnya bingung karena ia pergi begitu saja tanpa berpamitan.

***

Lena tengah meneguk segelas air putih dingin yang beberapa saat lalu didapatnya dari dalam lemari es. Rasa kering yang menguasai kerongkongannya sedari tadi, mendadak musnah berganti dengan sensasi dingin nan menyegarkan. Lena terus meneguk segelas air di tangannya sebelum kemudian ia sedikit tersentak saat merasakan sepasang tangan kekar mulai melingkari pinggang rampingnya.

Magdalena (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang