Jam setengah 4 sore, gue masih ada di kampus. Belum pulang ke rumah dan bahkan gue nggak ngasih kabar ke mama. Padahal biasanya juga gue jam 3 an udah duduk manis di depan tv sambil nyemil makanan. Pesan dari Jeno juga nggak gue bales dari tadi. Nanyain kenapa belum pulang karena biasanya kalau sampe sore nggak pulang pasti ngabarin rumah dulu, mungkin disuruh mama.
Sengaja emang. Pengen nenangin diri dulu. Gue juga butuh ngobrol sama pacar gue, Lucas. Gue bukan tipe orang yang suka menyembunyikan sesuatu dari orang yang menurut gue mereka harus tahu masalah ini. Lucas pacar gue, dan iya dia berhak tau kalau mama gue nyuruh gue nikah sama orang lain.
"Cas aku mau ngomong tapi janji kamu nggak bakal marah, ya?" Kata gue ragu.
"Ngomong aja kali,"
Lucas ini orangnya easy going. Nggak ribet dan selalu ngertiin gue. Jujur gue takut mau memulai pembicaraan ini, takut dia kecewa, takut dia marah, takut dia sakit hati.
Tapi tetep, gue harus ngomong ini. Akhirnya pun gue mulai menceritakan semuanya dari awal dengan sangat teliti dan hati-hati. Menjelaskan sejelas-jelasnya pada Lucas agar dia nggak salah paham. Mulai dari awal kenapa perusahaan papa gue bisa kena tipu, hingga papa akhirnya ketemu teman bisnisnya yang katanya mau bantu, ngomongin syarat kalau salah satu dari gue atau Mas Doyoung harus nikah sama sama anaknya teman bisnis papa, dan beri dia alasan kenapa harus gue yang ngelakuin hal itu dan bukannya kakak gue. Gue juga jelasin ke Lucas hubungan gue sama kakak gue nggak baik, bahkan gue bilang ke dia kalau kakak gue jahat. Nggak mau peduli sama adeknya sendiri. Gue jelasin semuanya secara rinci pada Lucas, biar dia nggak salah paham sama gue.
"Terus kamu mau kita gimana?" Lucas natap mata gue dalem banget, gue udah sedih banget dan nggak tau harus respon gimana.
"Aku nggak tau. Kemarin aku nolak tapi aku liat mama nangis habis itu, aku nggak bisa liat mama nangis, Cas. Jujur aku kecewa sama kakak aku kenapa dia nggak bisa sekali aja perduli sama aku," ucap gue mencoba nahan tangis.
"Aku baru kenal kamu selama setahun, Ra. Tapi aku udah paham sama sifat kamu. Aku bisa simpulkan semuanya kok, kita break aja ya?" Lucas ngomong kayak gitu seakan baik-baik aja.
"Cas, nikah sama orang yang nggak aku kenal aku nggak mau. Aku juga udah punya kamu, aku sayang sama kamu. Tapi disisi lain aku nggak mau nyusahin orang tua aku, mereka lagi bingung banget sekarang,"
Lucas meluk gue karena gue udah banjir air mata. Gue udah sesegukan. Jujur meskipun masih satu tahun menjalani hubungan sama Lucas, gua sayang banget sama dia. Dia selalu ada buat gue saat gue dalam masa terpuruk dan terendah.
"Ra, aku juga sayang sama kamu. Tapi kita bisa apa? Kamu mau bikin orang tua kamu sedih, bikin perusahaan papa kamu bangkrut karena ditipu? Sebelum semuanya semakin dalam dan semakin jauh, sebelum rasa sayang aku ke kamu semakin dalam begitupun sebaliknya, mending kita sama-sama usaha dari awal, buat saling melepaskan. Buat ikhlas kalau mungkin emang yang di atas nggak menakdirkan kita buat bersama. Kamu tau sendiri, kita aja beda keyakinan, Ra. Nggak jadi pacar, kita masih bisa jadi temen kan? Jadi sahabat juga bisa banget,"
Iya, gue sama Lucas emang nggak sekeyakinan. Gue muslim dan Lucas Nasrani. Nggak tau kenapa pas dia nembak gue dulu malah gue terima aja, karena ya itu, gue nyaman berada di dekat dia.
"Dari awal emang kita udah salah, Ra. Disini cuma kamu yang bisa bantu orang tua kamu, karena ya tadi kakak kamu nggak pernah peduli dengan kamu. Kamu terima aja tawaran mama kamu buat nikah sama anaknya Om Jiho itu, menurut aku juga nggak mungkin kan langsung nikah, paling tunangan dulu mengingat kamu masih kuliah. Meskipun nggak menutup kemungkinan kalau mahasiswa udah boleh nikah juga," kata Lucas lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATUM • [Jaehyun] ✓
Fanfiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [SELESAI] ✓ [FATUM] • Bahasa Latin yang mempunyai arti "takdir". Dalam bahasa Inggris sering disebut dengan kata "fate". ~ "Layaknya FATUM, sedari kecil memang kita sudah ditakdirkan untuk bersama. Meskipun awal pertemuan k...