59. Terbukanya Pintu Hati

248 27 0
                                    

"Nyuuuuukkk....."

"Eh mbul kamu kenapa?"

Terdengar nada panik dari Jeno karena siang-siang begini gue telpon dia sambil nangis. Di rumah nggak ada orang, kak Jaehyun belum pulang. Sedangkan sekarang masih jam dua siang.

"Tolongin mbak, nyuk...." Rengek gue.

"Iya mbak kenapa? Jangan bikin panik, kak Jaehyun mana? Sakit? Kontraksi?"

Gue nggak menggubris omongan Jeno, dan masih lanjut menangis tersedu-sedu. Jangan hujat gue alay, tolong. Hingga Jeno manggil-manggil nama gue terus saking paniknya. Dan tak lama setelah itu, terdengar suara mama yang ngegantiin suara Jeno.

"Sayang kamu kenapa, nak? Ngapain nangis kejer kayak gitu?"

"Mamaaaa...." Balas gue.

"Iya, bilang kenapa. Jangan bikin mama khawatir, Ra. Kontraksi sakit banget? Lagi ada masalah sama suami kamu? Atau apa?"

Tak heran jika mama dan Jeno selalu bilang kontraksi. Usia kandungan gue udah tujuh bulan soalnya. Dan kontraksi memang udah nggak sering seperti dulu, tapi sekali kontraksi sakitnya luar biasa.

"Aku nggak kuat, ma...aku capek kayak gini terus," ucap gue.

"Sabar. Kamu tunggu sebentar. Jangan macam-macam kamu, ya!" Pesan mama.

Mama menutup telponnya secara sepihak. Gue lanjut nangis karena gue stress. Perasaan gue campur aduk, gue nggak tenang.

.
.

Tiga puluh menit kemudian, terdengar suara mobil memasuki gerbang rumah. Gue kira mama, tapi saat gue buka ternyata Jeno sama Mas Doyoung. Masih terus dengan air mata yang mengalir, gue mempersilahkan mereka masuk.

Cerita sedikit, gue masih menyembunyikan info yang bang Taeyong berikan satu bulan yang lalu. Jadi kak Jaehyun maupun Mas Doyoung belum tahu akan hal ini.

"Kamu kenapa sih, mbul? Nangis mulu kerjaannya!" Marah Jeno.

Sekarang kita udah duduk di ruang tengah yang sangat terlihat berantakan. Sebenernya gue nangis karena merasa bingung dengan skripsi gue, iya alasan itu lagi. Alasan lain apalagi yang bisa bikin gue nangis kejer kalau buka masalah skripsi dan Mas Doyoung yang selalu datar sikapnya ke gue. Tidak ada lagi.

Gue duduk lesehan lalu memperlihatkan skripsian gue di laptop. Membuat Jeno dan Mas Doyoung-mungkin, sedikit khawatir. Entah kenapa Mas Doyoung tiba-tiba duduk di samping gue dibawah sofa. Melihat tulisan gue yang gue rasa nggak ada faedahnya sama sekali.

"Nih," Jeno menyerahkan selembar tisu buat gue yang langsung gue ambil untuk menyeka air mata.

"Kamu tuh ya! Hobi banget bikin orang lain panik. Kita kira ada masalah sama dedek bayinya, nangis kejer kek gini. Mama sampe utus Mas Doyoung sama aku buat langsung kesini bawa mobil, takut kamu kenapa-napa dan harus ke rumah sakit, mbul!"

Saat ini kenapa Jeno malah terlihat lebih dewasa daripada gue ya?

Tapi mau gimana lagi, gue beneran nggak kuat. Ternyata nyusun skripsi nggak semudah pikiran gue dulu. Butuh pemikiran yang matang dan mendalam. Gue hanya nangis buat ngerespon ucapan Jeno barusan, dan Mas Doyoung malah mematikan laptop gue tanpa izin.

"Udah makan belum kamu siang ini?" Tanya Jeno.

Gue cuma geleng. Entah mau masak atau apa, Jeno berdiri dan langsung pergi ke dapur. Gue masih mengelap air mata gue pake tisu yang Jeno tadi berikan. Merasa canggung karena hanya berduaan sama Mas Doyoung.

Peluk aku mas, aku tau mas peduli sama aku.

"Mau dibawa kemana?" Tanya gue saat Mas Doyoung membawa laptop dan buku-buku gue pergi.

FATUM • [Jaehyun] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang