17. Bandung

322 42 2
                                    

"Ra mama berangkat ya? Kamu hati-hati ke Bandung nya,"

"Iya. Mama sama yang lain juga hati-hati. Kalau udah sampai di rumah tante kasih kabar,"

"Iya. Kamu udah naik bus?"

"Belum ma,"

"Mama bentar lagi terbang. Kamu sama Jaehyun jaga diri ya?"

"Iya, ma. Ini kak Jaehyun ada di sebelah aku, mau ngomong enggak?"

"Boleh, mana?"

"Kak mama mau ngomong katanya," kata gue ke kak Jaehyun. Dia meminta hp gue dan langsung gue kasih.

"Assalamualaikum, ada apa ma?"

"..."

"Emang kenapa?"

"..."

"Oh, pantes. Iya iya, ma. Aman pokoknya,"

"..."

"Iya, mama juga hati-hati ke Surabaya nya. Nggak usah khawatir sama Ira,"

"..."

"Waalaikumsalam,"

"Nih!" Kak Jaehyun menyodorkan hp gue ke arah gue.

"Mama bilang apa, kak?" Tanya gue penasaran.

"Tentang Jeno,"

"Kok malah ngomongin Jeno?"

Gue bingung, tapi kak Jaehyun malah diem aja. Yaudah deh. Yang penting nggak ngomongin yang buruk tentang gue. Kebiasaan mama tuh suka ngomongin anaknya sendiri ke orang lain tapi tentang keburukannya. Heran emang sama mama kadang. Biasanya orang tua berlomba-lomba untuk membanggakan anak mereka, lha mama malah ngomongin keburukan anak ke orang lain.

Tapi kak Jaehyun kan menantu, bukan orang lain. Entah lah, pusing gue.

"Pagi, Pak Jaehyun," gue nengok ke sumber suara. Di hadapan gue sama kak Jaehyun ada seorang pria paruh baya dengan mimik wajah berwibawa sedang menyapa kami seraya menggendong balita kecil laki-laki.

"Pagi, Pak. Anaknya ya?" Tanya kak Jaehyun sambil senyum lebar.

"Anak saya mah udah pada gedhe semua, Pak. Ini cucu saya, dia pengen ikut soalnya,"

"Ohh, dikira anaknya bapak,"

"Ini istrinya, ya?" Tanyanya dan menunjuk ke arah gue.

Gue senyum sopan ke dia lalu menundukkan kepala.

"Iya, pak,"

"Kok kaya masih gadis ya?"

Kok sakit ya dengernya.

"Pagi, pak. Saya Feira istrinya Pak Jaehyun," ucap gue memberi salam.

"Pagi juga. Semoga seneng ya ikut liburan kampus suami bareng dosen dosen,"

"Ah, iya, pak," balas gue.

"Yuk ke depan. Bus nya udah dateng," ajak pria tersebut kepada kami.

Kami pun mengangguk dan berjalan ke depan gedung bersama. Kak Jaehyun ngobrol sama bapak tersebut, sedangkan gue nggak ngapa-ngapain selain jalan dengan menenteng totebag gue. Kemana-mana gue selalu bawa totebag. Bepergiang nggak bawa tas tuh rasanya nggak afdol. Sedangkan tas ransel di gendong kak Jaehyun.

Dari tempat gue tadi duduk sama kak Jaehyun sampai akhirnya kita sampai di depan gedung fakultas kak Jaehyun mengajar, gue perhatikan kak Jaehyun banyak omong sama bapaknya. Nggak seperti biasa kalau di rumah. Bahkan gue tadi sempet denger tawanya. Kok di rumah, gue nggak pernah melihatnya seperti ini?

FATUM • [Jaehyun] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang