78. Harta Yang Kembali

190 24 2
                                    

Suara tangis Areta terdengar nyaring, dimana nyaringnya mengalahkan kucing yang sedang beradu ngeong. Lekas gue merampungkan acara menyapu lantai dengan tergesa-gesa, menyimpan sapu di sisi teras, dan langsung pergi menuju ke dalam rumah masuk ke kamar, tempat Areta berada. Sejak tiga jam yang lalu dia tidur dan ternyata dia ngompol yang membuatnya nangis. Gue ganti pakaiannya dan membersihkan bekas baju yang kena ompolnya, mengganti perlak lalu langsung memberikan ASI untuknya.

Gue elus kepalanya sembari memberikan ASI. Matanya yang bulat dan sesekali mengerjap itu membuat gue gemas. Dan pipinya yang terlihat ada lubangnya meski masih belum terlalu jelas, membuat gue semakin merindukan sosok suami gue. Setiap gue kangen senyum manis Mas Jaehyun, pasti gue akan melihat Areta. Membuatnya tertawa agar bayang wajah Mas Jaehyun yang tengah tersenyum bisa gue liat pada wajah anak kami.

Selama hampir satu bulan ini, Mas Jaehyun belum juga membuka matanya. Tidak ada perkembangan apa-apa. Gue kangen, dan merasa sangat takut. Dan perasaan ini selalu berhasil membuat mata gue memanas dan dengan segera mengeluarkan cairan bening yang namanya air mata.

Bang Taeyong pernah bilang, dia akan membantu kami untuk menangkap Hyebin. Kali ini, tidak ada ampun bagi dia. Orang yang paling gue sayang hampir kehilangan nyawa, wanita iblis itu tidak boleh lepas kali ini. Kalau dia mau berdamai baik-baik, mungkin masih bisa gue usahakan untuk menerima, meyakinkan Mas Doyoung yang mungkin akan sulit untuk setuju begitu saja. Tapi malah seperti ini jadinya. Benar gue kasihan karena kondisinya yang kacau, anak korban broken home. Keluarganya hancur, perusahaan papanya juga bangkrut. Tapi tingkah lakunya yang sangat tidak bermoral membuat gue muak lama-lama.

Gue taruh Areta di atas kasur lagi, melek dan sibuk bermain dengan tangannya sendiri. Beralih mengambil baju kotor dan membawanya ke belakang untuk gue cuci.

Kembali ke kamar, terdengar suara motor yang sangat gue hapal. Motor Scoopy gue, dan gue yakin Jeno main kesini. Gue liat Areta sebentar, posisi aman. Gue berjalan kearah pintu bertepatan dengan terdengarnya suara pintu diketok. Saat gue buka, benar si kunyuk Jeno datang.

"Assalamualaikum, mbul," salamnya.

"Waalaikumsalam. Tumben kesini?"

Gue lebih dahulu masuk diikuti oleh Jeno di belakang. Beringsut ke dapur untuk memasak makan siang. Karena gue masih menyusui, gue harus makan makanan yang banyak gizi nggak boleh asal makan. Takut anak gue nggak bakal dapet nutrisi nantinya.

"Nemenin kamu," jawabnya.

"Yaudah, temenin dedek aja kalo gitu. Mbak mau masak soalnya, dedek di kamar,"

"Ya,"

Jeno langsung melenggang ke kamar gue. Sedangkan gue melanjutkan masak. Tidak lama, gue cuma masak sayur bayam aja. Lauk tempe dan sambal goreng. Satu jam lebih dikit udah selesai. Gue berjalan menuju kamar, dan seketika menghela napas panjang. Gue suruh Jeno buat jaga ponakannya malah berakhir molor.

Pengen gue tendang itu bocah ke Antartika sekalian, bagaimana tidak kalau anak gue malah ditali-tali gitu kakinya. Mungkin niat dia baik biar ponakannya itu nggak jatuh dari kasur. Tapi caranya bikin ubun-ubun gue panas.

Kayaknya dia mengambil dasi milik suami gue, terus ditalikan ke pergelangan tangannya sendiri di satu ujung tali, dan ujung tali lainnya dia lilitkan di kaki Areta. Jeno molor sambil ngorok sedangkan Areta sibuk ngoceh. Ngoceh nggak jelas, karena Areta usianya hampir enam bulan. Gerakannya juga lumayan banyak.

"Nyuk,"

Gue mencoba menggugah Jeno. Dirinya langsung ngulet, tangannya ia angkat dan membuat kaki Areta sedikit terangkat yang bikin gue gaplak itu tangan. Perlahan Jeno membuka matanya yang sipit. Muka plongonya bikin gue pengen nampol, beneran.

FATUM • [Jaehyun] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang