81. Satu Kunci Penting

179 24 1
                                    

Sebisa mungkin gue mencoba untuk terus menghindar dari Mas Jaehyun. Dan segala cara juga dia lakukan untuk mengajak gue berbicara. Areta telah dibawa pulang oleh Jeno dan Mas Doyoung ke rumah mama. Dan sekarang gue duduk termenung sendirian di ruang kerja ditemani teriakan suami gue di balik pintu. Bukan teriakan—hanya suara dengan dengan volume sedikit kencang yang tidak ada habisnya.

"Buka pintunya ayo kita ngomong," katanya untuk yang kesekian kalinya.

Tapi tak pernah gue indahkan. Wajar kan seorang istri marah jika melihat suaminya masih terus berhubungan sama mantan. Ya gue sih sebenarnya tidak melarang, tapi melihat keduanya saling tersenyum dan berpegangan tangan, itu tidak masuk akal. Istri mana yang tidak akan berprasangka buruk melihat hal semacam itu.

"Ra! Udah aku bilang berkali-kali kalau mau ngomong dan bertindak dipikir dulu secara rasional dampaknya bagaimana. Kamu mikir nggak sih dengan kamu minta mama buat jagain Areta kayak sekarang malah jadi pikiran mereka?"

Pengen banget gue ketawa mendengar ucapannya. Dia nggak ngaca apa, dasar dosen sukanya sok bener.

"Nda...buka pintunya ayo ngomong dulu, baik-baik nggak kayak gini,"

Gue berdiri secara kasar membuat suara decitan antara kursi dan keramik bertabrakan terdengar. Mulai berjalan kearah pintu dan membuka kunci lalu membuka pintu pula. Begitu pintu terbuka, terpampang lah wajah Mas Jaehyun yang terlihat sangat putus asa. Terlihat jelas dia sedikit kaget saat gue membuka pintu secara tiba-tiba. Gue berlalu ke dapur untuk minum saat dia masih terus mencoba membuntuti gue layaknya anak ayam yang selalu mengekori induknya.

"Jangan kayak gini, nda. Kita bisa bicarain ini baik-baik,"

"Nggak capek apa kamu ngomong terus?!"

Sekalinya gue ngomong, yang keluar adalah nada ketus yang membuatnya terlihat seperti jengkel dan marah. Disini gue yang seharusnya marah dan jengkel. Bukan dia.

"Mau kamu apa sih, Ra?"

Nada kesal dan putus asa kini mulai terdengar. Gue tatap wajahnya sekilas dengan rasa jengkel, lalu kembali berpaling dan berjalan menjauh darinya lagi. Kali ini tujuan gue kamar, gue pengen tidur.

"RA! DARI TADI AKU USAHA DAN KAMU NGGAK HARGAI USAHA AKU!"

"MAS JAEHYUN JUGA SAMA! NGGAK PERNAH HARGAI PERASAAN AKU!"

"Aku selalu hargai perasaan kamu, Ra. Kamunya yang nggak mau dengerin penjelasan aku,"

"Penjelasan apa? Udah jelas kok semuanya. Aku mati-matian lindungi kamu nggak pengen kamu celaka lagi tapi kamu selingkuh dan main di belakang sama mantan kamu mas!"

"Udah—" suaranya terhenti sejenak. "—Udah berapa kali aku bilang sama kamu aku nggak selingkuh!"

"Bohong!"

"So that's why we have to talk! We need to talk, sayang..."

"Asal kamu tau ya, mas, wanita itu selalu menggunakan perasaannya. Beda sama laki-laki yang lebih menggunakan pikiran mereka. Aku, istri kamu, lihat suaminya masih berhubungan sama mantan diam-diam. Pegangan tangan, saling melempar senyum, apalagi yang mau dijelasin? Bahkan anak kecil yang melihat pasti bakal cie-cie-in,"

"Bukan—"

"Mas, dari dulu aku mencoba sabar. Oke katakan aku lebay padahal dulu kita nikah juga terpaksa. Tapi sekarang udah beda dan keadaan kita pun juga beda, aku cinta sama kamu. Aku marah aku cemburu sebenarnya ketika aku ketemu sama Rizka. Tapi aku mencoba percaya sama kamu, mas. Aku selalu percaya sama janji kamu. Dan ternyata ini yang terjadi,"

FATUM • [Jaehyun] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang