70. Sidang

214 29 3
                                    

Satu bulan berlalu sejak kelahiran anak gue dan Mas Jaehyun. Dan besok adalah hari dimana gue sidang skripsi. Nggak kerasa emang, dan malam ini gue tengah sibuk di ruang kerja Mas Jaehyun buat belajar materi buat sidang besok. Biar kalau misal ditanya-tanya bisa jawab dan sudah siap.

Biasanya dosen yang menjadi pengawas sidang itu nggak biasa. Selalu memberikan pertanyaan menjebak. Misalnya, bisa jadi sebenarnya dosen itu hanya memberikan pertanyaan yang simpel dimana kita tidak perlu berpikir keras akan jawabannya, tapi bahasanya yang belibet bikin kita gugup dari awal dan dibuat bingung. Makanya kita jawabnya malah kemana-mana dan tidak masuk dalam pembahasan yang dosen tersebut inginkan. Padahal sebenarnya jawabannya sangat mudah sekali.

Mas Jaehyun gue suruh buat jaga Areta dulu. Tadi sebelum gue tinggal sudah gue kasih ASI jadi seharusnya dia nggak rewel. Semoga saja sih begitu. Nyatanya Mas Jaehyun nggak manggil gue sampai sekarang, padahal tadi gue bilang kalau Areta rewel bawa aja kesini. Berati Areta paham sama bundanya yang lagi berjuang buat sidang skripsi besok pagi.

Slide demi slide powerpoint buat presentasi besok sudah gue baca berkali-kali. Memahami maksud materi yang gue tulis sendiri, yang besok akan menjadi bahan sidang skripsi perdana gue. Kira-kira sudah lebih dari satu jam gue menghabiskan waktu di ruang kerja ini. Sejak tadi jam setengah sembilan sampai sekarang hampir jam sepuluh malam.

Disaat lumayan penat dan menyenderkan tubuh ke belakang kursi seraya menghembuskan nafas panjang, saat itulah juga Mas Jaehyun masuk sendirian tanpa Areta. Mungkin sudah tidur duluan dan duduk di sofa depan gue.

"Nah, tepat! Mas kan dosen nih, kira-kira kalau slide powerpoint ku kayak gini udah bagus belum? Apa terlalu ramai, apa terlalu monoton, gitu?" Tanya gue ke Mas Jaehyun.

Dia terlihat memperhatikan layar laptop gue dan tak lama dia mengangguk. Dan tanpa izin dari gue dia mematikan begitu saja laptop gue, yang berhasil membuat gue cengo melihatnya. Ini gue lagi belajar tapi laptop malah dimatiin maksudnya apa?

"Bagus," katanya seraya tersenyum lebar.

"Aku masih belajar lho, mas. Kamu ini gimana kok malah dimatiin?" Hardik gue tak terima.

"Udah malem, waktunya tidur. Nggak baik buat kesehatan. Lagian kan kemarin-kemarin juga kamu udah belajar. Seharusnya hari ini kamu buat santai aja, biar nggak stres," jawabnya.

"Biar besok bisa sempurna, mas," balas gue.

"Jangan salahin aku kalau besok malah ilang semua materi yang udah kamu pelajari?" Katanya santai.

Gue mendengus kecil dan mengalah. Gue tatap Mas Jaehyun dan bertanya,

"Areta?"

"Bobo," jawabnya.

"Kok nggak nangis? Tumben?"

"Aku kasih stok simpanan ASI," jawabnya lagi sambil nyengir.

"Emang dia mau pake dot?"

"Nyatanya mau, tuh!"

"Emang kalau sama ayahnya nurut terus, beda sama aku,"

Areta ini memang lebih seneng sama ayahnya. Nangis kejer, gue gendong malah tambah kejer. Giliran digendong sama Mas Jaehyun, masih nangis juga tapi lebih mereda lah. Sepertinya besok dia akan jadi anak ayah.

"Udah yuk, tidur! Mata kamu udah mirip genderuwo! Merah semua,"

"Mas!"

Gue pukul lengannya kasar karena baru saja dia menyebutkan makhluk sakral yang gue nggak pengen denger. Kebanyakan gaul sama Jeno nih, jadi ikut-ikutan kayak gini, suka nggoda. Dia yang di pukul malah ketawa aja, lalu memaksa tubuh gue berdiri dan berjalan menuju kamar.

FATUM • [Jaehyun] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang