56. Hating The Truth

244 31 8
                                    

Tok.tok.tok./

Jam setengah delapan malam saat ini, gue sendirian di rumah sebelum akhirnya Jeno datang ke rumah. Jeno lumayan kaget liat kondisi gue, lebih tepatnya liat muka gue yang bengep karena habis nangis seharian.

"Bukan karena marahan sama kak Jaehyun kan, mbul?" Katanya tadi.

Tentu gue nggak cerita sama adek gue. Bisa-bisa dia jadi ikutan emosi sama si Mark. Soalnya Jeno tipikal orang yang kalau liat salah satu keluarganya disakiti sampe nangis pasti dia nggak terima. Dan tadi gue beralasan stress mikir skripsi.

Beneran, ini semua tak terduga. Awalnya gue mikir ini hanya sebatas gurauan atau lebih ke prank. Tapi gue masih ingat dengan jelas bahwa beberapa hari yang lalu mereka juga sudah melakukan prank guna merayakan hari ulang tahun gue. Hari ulang tahun gue udah lewat, dan hari itu mereka bener-bener membuat gue gedeg dengan prank mereka yang bilang kalau Lucas mau pindah kampus karena keluarganya mau pindah ke Hongkong. Dan dia harus mengikuti orang tuanya dan berkuliah disana. Visa, tiket, paspor, segala macam mereka tunjukkan ke gue dan berhasil bikin gue sedih bukan main. Tapi ternyata hanya prank semata. Jelas, yang kali ini bukan lagi candaan. Semua bukti benar adanya.

Sekarang ini, gue tengah masak makan malam untuk kami berdua. Kak Jaehyun berpesan nggak usah siapin makan malam buat dia, karena udah dapat makan di kampus. Jadi gue cuma masak mi instan aja. Lagian gue bener-bener badmood. Males buat ngapa-ngapain. Gara-gara oknum bernama Mark Deviantara.

"Pake telor nggak kamu?" Tanya gue ke Jeno yang sibuk sama hp nya, senyum-senyum nggak jelas.

"Ha?"

"Pake telor nggak?"

"Pake, kuahnya jangan banyak-banyak biar asin," jawabnya.

Dua puluh menit kemudian, dua mi instan tersaji di atas meja makan. Jeno langsung menyantap begitupun gue. Bener-bener nggak punya nafsu makan. Dan saat malas-malasnya, ada pesan masuk lagi di hp gue setelah beberapa jam lalu selalu sepi tak ada notifikasi kecuali dari kak Jaehyun.

"Dasar sinting!" Gumam gue.

Mark

Ra please jangan kepikiran banget,
Lupain permasalahan tadi, sisanya biar gue yang urus
Jangan lupa makan gue nggak mau bikin lo sakit dan itu gara-gara gue.

Gue memilih tak membalas pesannya. Jeno menyipitkan mata tanda penasaran, tapi gue buru-buru melanjutkan makan. Membuatnya urung bertanya apa yang terjadi sama mbak nya.

"Udah sholat isya belum kamu, nyuk?" 

"Udah tadi sebelum kesini,"

Gue manggut-manggut aja.

Selepas makan, gue sama Jeno duduk bersantai di ruang tengah. Menonton film di Netflix yang mana tadi Jeno milih secara sepihak apa yang bakal ditonton. Padahal gue nggak suka, tapi dia ngeyel. Yaudah, daripada susah kalo dia pundung.

"Aku nginep sini berarti ini?"

"Iya. Besok pagi-pagi buta aja kamu pulangnya. Kak Jaehyun pulang larut banget, bahaya kamu pulang malem-malem," saran gue.

Karena bosan, akhirnya gue memilih buat setrika baju aja. Meninggalkan Jeno yang tengah asyik menonton film ditemani oleh suara tawanya sendiri. Hati gue nggak tenang. Rasa marah, rasa bersalah, dan rasa kecewa, entah mana yang terlalu mendominasi. Otak gue nggak bisa diajak kompromi untuk berpikir. Ada yang hilang, tapi nggak tau apa.

Memang, cinta tak pandang siapa akan dijamah. Tapi bukan ini, gue masih berharap semuanya hanya omong kosong. Mark nggak bener-bener dengan perasaannya. Cinta nggak boleh mengorbankan persahabatan. Sahabat, teman yang benar-benar ingin menjadi teman sulit sekali dicari. Kita bisa mencari teman dalam jumlah banyak, tapi teman yang benar-benar teman sangat sulit. Gue udah nemuin itu pada diri Aldina Yura Prastika, tapi semuanya hancur karena cinta.

FATUM • [Jaehyun] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang