18. Suara Hati

305 37 6
                                    

"Silahkan bersenang-senang para bapak ibu dosen sekalian, habiskan waktu bersama keluarga di kesempatan kali ini. Nanti jam tiga yang penting sudah kembali ke tempat ini lagi karena akan dilanjut ke destinasi kedua," ucap bapak kaprodi pada seluruh bawahan dosennya.

"Kalau jam tiga nggak balik tinggal saja nggeh pak, Bu Christin itu yang suka lupa waktu. Nanti kalau dia nggak balik-balik disuruh naik taksi mawon," ucap salah satu dosen wanita yang nggak gue tau namanya.

Yang lain tertawa menanggapi omongan wanita itu, gue yang nggak tau apa-apa hanya bisa diam dan tersenyum kikuk. Gue liat kak Jaehyun juga tengah ikut bercanda bersama para dosen. Sepertinya, hubungan antara dosen satu dengan lainnya sangat terjalin dengan baik. Entah kenapa, liat kak Jaehyun tertawa lepas seperti sekarang gue jadi ikut seneng.

"Silahkan. Saya tak juga bersenang-senang bersama cucu," ucap bapak kaprodi itu lagi.

Semua mulai berpencar bersama keluarga mereka masing-masing. Gue sama kak Jaehyun pun mulai menginjakkan kaki di atas pasir yang mungkin akan membakar kulit telapak kaki jika tidak mengenakkan sandal ataupun sepatu.

Ternyata, tujuan pertama kita adalah pantai. Di siang hari seperti ini memang waktu yang pas untuk bersenang-senang di pantai, nggak enaknya hanya karena cuacanya yang agak panas. Gue pastikan, pulang nanti semua badan akan terasa lengket. Ditambah rambut gue yang lumayan panjang gue biarkan terurai, pasti nanti gembel. Mana kalau kena angin kayak gini disisir nya susah banget.

Gue mengikuti kemana langkah kaki kak Jaehyun menapak. Masih belum ada komunikasi diantara kami. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri dan memilih untuk melihat view yang ada di hadapan kita.

Namun, jika tidak ada yang memulai pembicaraan pasti nantinya akan seperti ini terus. Dan hal itu mengharuskan salah satu dari kita harus inisiatif membuka percakapan. Gue sesekali melirik sedikit ke atas, tepat di wajah kak Jaehyun karena dia lebih tinggi dari gue, dia hanya memandang hamparan ombak yang datang menyapa.

"Kak," akhirnya gue pun mengalah dan memilih untuk memulai pembicaraan.

"Ya," jawabnya santai.

"Nggak takut item gitu kulitnya, pake baju sama celana pendek kayak gitu?"  Pertanyaan random muncul tiba-tiba di kepala gue.

"Nggak. Lagian item pol-polan cuma belang. Nanti juga balik putih lagi," jawabnya santai tapi terkesan pamer, kalau dia nggak bakal hitam karena terpapar sinar matahari.

"Aku kira kak Jaehyun itu sikapnya jutek. Ternyata nggak buruk-buruk amat lah. Diajak omong masih mau nyaut,"

Giliran dipuji, yang ada dia malah jadi diam. Kayaknya gue salah omong. Susah ditebak emang kak Jaehyun ini.

Dan karena dia diem lagi, akhirnya kita kembali diem-dieman sembari berjalan di pesisir pantai. Berkali-kali kaki kita diterjang air laut membuat celana gue bagian bawahnya agak basah, padahal udah gue lipat tapi namanya celana legging pasti ketat. Paling pol hanya setinggi betis aja. Beda sama kak Jaehyun, dia bisa berjalan dengan santai tanpa harus menghindar dari air karena celananya pendek selutut.

"Pertama kali aku pergi ke pantai nggak sendirian,"

Tiba-tiba gue denger kak Jaehyun kembali berbicara. Gue tatap wajahnya, dari samping terlihat sangat indah setiap lekuk wajah pria ini. Baru sadar, ternyata pria yang telah resmi jadi suami gue ini sangat tampan. Persis seperti yang Yura katakan beberapa hari yang lalu lewat telepon.

"Kenapa nggak sama keluarga kak Jaehyun?" Balas gue, mencoba masuk dalam pembicaraan yang mungkin kak Jaehyun coba ciptakan.

"Kamu tau sendiri mereka sangat sibuk. Papa selalu di kantor, kadang mama juga nemenin papa kalau enggak ada urusan diluar sama temen-temennya. Kak Shinta juga kalau pergi main pasti sama pacarnya. Kita kalau main bareng sekeluarga pasti pol-polan makan malam di restoran. Kalau enggak ya kalau ada waktu luang cuma menghabiskan waktu bersama di rumah dengan bakar-bakaran," jelasnya.

FATUM • [Jaehyun] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang