47. Mencoba Ikhlas

300 30 0
                                    

"So if there is no questions let me close this presentation from our group. Thank you,"

Seluruh kelas memberikan tepuk tangan pada kelompok gue setelah gue selesai menyelesaikan presentasi kelompok. Gue bukan satu kelompok sama tiga sahabat gue, dan itu membuat gue harus berpikir keras karena sedikit dari mereka yang mau diajak berpikir bersama. Bukan karena mereka tidak mau berpikir bersama, tapi karena mereka selalu bercanda sehingga kalau gue tidak buru-buru menyelesaikan materi hari ini dipastikan belum bisa melakukan presentasi.

"Okay. Since this group is the last group let me ask you if you have any questions to me before I close this lesson?" Tanya Bu Krystal.

"Not yet, ma'am,"

"Okay. I'll see you on next week with different subject to discuss. Have a nice day everyone,"

"Thank you, ma'am, have a nice day."

Bu Krystal keluar kelas dan langsung merubah atmosfer kelas yang tadinya tenang dan sunyi menjadi gaduh hanya selang waktu beberapa detik saja. Kelas ini kelas terakhir tapi gue berniat untuk ketemu sama Pak Yuno untuk bimbingan. Gue butuh pemasukan karena otak sudah buntu. Mau berpikir sekeras apapun, mau dipaksa sekeras apapun tetap mentok tidak lagi mendapatkan ide.

"Lo jadi ke Pak Yuno?" Tanya Yura.

"Jadi,"

"Rajinnya temen gue buat bimbingan. Salute!" Seru Mark.

"Ra nanti aku jemput lagi aja gimana? Aku ada urusan bentar nganter abang ambil motor di bengkel," kata Lucas.

Ingat kan dengan perkataan kak Jaehyun dulu, kalau usia kandungan gue udah masuk empat bulan gue nggak boleh bawa motor sendiri. Jadi sudah sejak sebulan yang lalu setiap berangkat kuliah gue di anter kak Jaehyun sekalian dia berangkat kerja, kalau pulang kadang suruh anter Mark atau Lucas. Gue nggak dibolehin naik ojek online sekalipun itu mobil. Nggak tau kenapa. Terlalu protective memang. Jadi disini gue merasa menyusahkan temen gue sendiri. Dan nggak enaknya itu nggak setiap hari juga gue dapet kelas pagi. Paling sebel sama hari Senin dan Selasa, karena dihari itu kelas dimulai pukul sepuluh. Yang mengharuskan gue buat luntang-lantung di kampus sendiri sembari menunggu kelas mulai. Karena Yura menolak mentah-mentah kalau gue mintai tolong berangkat pagi, nasib.

"Iya nggak papa, Cas. Aku naik taksi aja juga nggak papa, kak Jaehyun nggak bakal tau,"

"Nggak. Nanti aku jemput lagi, kamu nunggu di gazebo deket fakultas aja,"

"Makasih ya, en—"

Drrtt...drrttt...

Hp yang gue pegang tiba-tiba bergetar. Gue lihat namanya, tenyata Kunyuk 🦊. Kenapa dia telpon di jam dia masih di sekolah coba, suka bikin kesel.

"Assalamualaikum. Kamu jam sekolah jangan mainan hp mulu ya?! Kenapa?"

Jeno ngomong cepet banget. Suaranya nggak jelas karena bergetar, katanya dia mau jemput gue sekarang juga ke kampus. Mendengar penjelasan Jeno yang super cepat itu gue seketika mematung. Badan gue bergetar, takut. Nggak mungkin, apa yang barusan Jeno katakan itu nggak mungkin.

Gue nggak menghiraukan suara tiga orang di depan gue yang berkali-kali nanya ada apa karena gue tiba-tiba diem dan mematung. Mungkin mereka melihat raut wajah gue yang berubah. Gue lantas membereskan buku dan laptop gue, dengan cepat berjalan meninggalkan mereka yang tengah khawatir dan kebingungan.

"Ira lo kenapa? Ada apa?" Teriak Yura.

Gue nggak lagi memperdulikan mereka dan terus berjalan cepat menuju gerbang depan kampus. Tapi tangan gue diraih seseorang membuat  gue otomatis berbalik.

FATUM • [Jaehyun] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang