63. Es Krim Vanila

258 28 1
                                    

Tidur gue terasa sangat tidak nyaman. Perut gue rasanya mules banget. Bukan, bukan karena mau lahiran. Kandungan gue masih berusia delapan bulan. Ini karena kontraksi dari sang jabang bayi yang ada di dalam perut gue.

Kak Jaehyun tidur dengan sangat pulas. Terlentang dengan satu kakinya ditekuk, tangan kiri membentang dan tangan kanan di atas perutnya. Pengen bangunin juga nggak tega. Akhir-akhir ini, dia sering sibuk. Menyusun silabus untuk semester depan, dan setiap malam dia pasti akan lembur di ruang kerja sampai malam jam sepuluh an.

AC menyala tapi gue masih agak kepanasan, dan sekarang ini jam masih menunjukkan pukul setengah dua dini hari. Gue coba ganti-ganti posisi tidur, mulai dari terlentang, miring kanan, miring kiri, terlentang lagi, tapi masih saja kerasa kontraksinya. Gue coba tarik napas dan mengeluarkannya berkali-kali, beberapa menit terus-terusan berharap kontraksi ini lekas menghilang. Gue coba bangun pelan-pelan, berjalan-jalan kecil di kamar yang redup cahaya, sembari terus mengelus perut gendut gue.

Kak Jaehyun tidurnya bener-bener pulas. Bahkan sampe nggak kerasa kalau gue bangun. Mungkin dia terlalu lelah. Bahkan tidurnya pake ngorok segala, meskipun ngoroknya nggak terlalu kencang banget. Gue berjalan keluar buat ambil minum di dapur. Untungnya perlahan rasa kram di perut gue sedikit demi sedikit menghilang. Saat dikirinya sudah lebih baik baru gue kembali ke kamar.

Kak Jaehyun terbangun saat gue mencoba untuk membaringkan tubuh gue lagi di sampingnya. Wajahnya linglung, dan gue menyuruh dia untuk kembali tidur.

"Dedek nggak boleh nakal," katanya berat sedikit nggak jelas karena nyawanya tidak ngumpul sepenuhnya.

Kak Jaehyun hapal banget, kalau setiap malam gue bangun pasti ya karena kontraksi. Makanya dia langsung berkomentar seperti itu. Selain karena kontraksi, rasa pengen buang air kecil juga sering banget gue rasakan setiap tengah malam. Kata dokter, kandung kemih gue lagi dijadiin bantal buat dedeknya tidur. Setelah menasehati anaknya, kak Jaehyun tidur mendekat ke gue. Matanya merem, kepalanya ia taruh di dekat dada gue, tangannya bergerak lembut mengelus perut gue. Ralat—bukan tangan tapi hanya ibu jarinya yang bergerak.

"Masih sakit nggak?" Katanya lagi, gue kira dia sudah tidur lagi.

"Enggak," jawab gue.

Tidak ada lagi jawaban, yakin kalau dia lanjut tidur lagi. Gerakan ibu jarinya juga perlahan menghilang. Karena masih terlalu pagi, gue pun juga memutuskan untuk kembali tidur pula.

.
.

Pagi menyapa, dan gue tengah memasak sarapan buat kami berdua. Sedangkan kak Jaehyun tengah mandi karena harus pergi ke kampus untuk mengajar. Hari ini gue nggak masuk, dan tadi katanya Yuratuy, Mark, sama Lucas mau kesini. Main sekalian nugas. Lucas tidak mengajak Yuki, karena adek tingkat itu tentu saja masuk kuliah. Hanya saja, di kelas gue hari ini nggak ada kelas, jadinya ya libur.

Beberapa menit kemudian, masakan sayur kangkung gue jadi. Dengan lauk tahu dan tempe yang semoga saja tidak terlalu asin. Makanan sudah tersaji dengan sempurna di atas meja makan, dan gue pun juga sudah duduk menunggu kak Jaehyun sembari minum susu ibu hamil.

"Ra, dasi aku yang coklat mana ya?"

"Masih di cuci, kenapa?"

Kak Jaehyun datang dan tumben hari ini dia keliatan rapi banget. Hari ini juga biasanya dia memakai baju batik tapi sekarang dia pake kemeja putih, celana panjang hitam, dan tangannya menenteng setelan jas, yang baru saja dia sampirkan di belakang kursi. Mana dia tanya dasi juga.

"Ada acara apa? Kalau bilangnya dari kemarin kan bisa aku keringin dulu, sukanya dadakan sih. Pake dasi lain aja," omel gue.

"Kan nggak tau kalau lagi dicuci. Yaudah, nggak usah pake dasi. Nggak formal banget juga acaranya,"

FATUM • [Jaehyun] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang