Forty One

33 15 0
                                    

"Ah, benar. Ku rasa ada yang ingin ku tanyakan padamu." Ucapku.
"Apa itu? Tanyakan saja, Chagiya. Aku akan menjawabnya." Ujarnya.

"Apakah kita akan terus bersama sampai akhir, Oppa? Atau hubungan ini akan berakhir karena ulahku?" Tanya ku dalam hati. Seandainya aku bisa mengatakan itu.

"Yoori-ya?" Panggilnya yang bingung karena aku diam saja. "Apa yang ingin kau tanyakan?" Tanyanya.
"Ah, ne. Aniya. Aku hanya ingin bertanya tentang kuliah dan karirmu. Apakah semuanya baik-baik saja?" Balasku.

Ia tersenyum dan mengusap kepalaku, "Ne, semua baik-baik saja, chagiya. Kau tidak perlu khawatir." Jawabnya. Aku pun menganggukkan kepalaku.

"Ayo kita kembali ke Villa, Oppa. Aku rasa aku perlu tidur siang." Ajakku sambil menguap.
"Aish, kau ini." Jawabnya sambil tertawa.

Setelah kita puas dengan berbelanja dan jalan-jalan, akhirnya kami kembali ke Villa.
.
.

Aku terbangun dari tidurku, aku merasa seseorang memelukku dengan erat dari belakang. Ya, siapa lagi jika bukan pacarku.

Aku terduduk dan merenggangkan badan-badanku.
"Akhirnya kau bangun juga, chagiya." Ucapnya sambil terkekeh.
"Jam berapa sekarang, Oppa?" Tanyaku.
"Jam 19.00" jawabnya. Aku pun membulatkan mataku terkejut.
"Mwo? Kenapa aku tidur lama sekali?" Tanyaku lebih kepada diri sendiri.

Ia tertawa dan mencium pipiku dengan gemas.
"Karena kau adik Min Yoongi. Kalian berdua sama-sama tukang tidur dan sangat tidak bisa diganggu jika sedang tidur." Ucapnya. Aku pun tertawa.
"Ya! Jangan samakan aku dengannya. Dia lebih mengerikan, Oppa." Jawabku.
"Kalian berdua sama-sama mengerikan." Ujarnya sambil menatap mataku dengan sebuah pandangan meledek. Aish, orang ini.

"Oppa, apa kau lapar?" Tanyaku.
"Ne, aku lapar. Kau lapar?" Jawabnya.
"Eoh, nado. Tapi apa yang harus kita makan?" Tanyaku lagi.
"Ah benar, aku lupa. Kau tidak bisa memasak." Jawabnya dengan nada yang meledekku.
"Oppa, kau juga. Bahkan kau lebih parah dariku." Ujarku dengan nada yang datar.

Kami berdua pun terdiam. Saling memandang satu sama lain dalam keheningan dengan wajah yang bingung.

"Ah, apa kita harus makan ramen instan?" Tanyaku.
"Benar sekali. Ramen adalah makanan teraman jika kita membuatnya." Jawabnya sambil menganggukkan kepala dengan muka bodohnya.
"Setuju. Mari kita membuat itu, Oppa." Jawabku dengan wajah yang tak kalah bodohnya.

Kitapun saling memandang dan tertawa bersama, meratapi kebodohan kita malam ini. Detik berikutnya pun kita menuju dapur dan segera membuat ramen.

"Oppa! Ini kebanyakan airnya." Gerutuku saat melihat ia mengisi air untuk merebus ramen satu panci penuh. Lalu aku langsung membuang setengahnya.
"Aku benar-benar butuh Seokjin hyung saat ini." Ucapnya dengan nada yang sangat datar dan polos. Aku tertawa melihat ekspresinya.

"Oppa, kau duduk saja. Aku yang akan membuatnya." Ucapku yang masih ada sisa-sisa ketawa.
"Kau bisa membuatnya sendiri?" Tanya nya yang tidak yakin denganku.
"Ayolah, ini hanya sebuah ramen, Oppa. Aku sudah sering membuatnya. Sudah ku bilang aku tidak separah dirimu." Jawabku meyakinkan. Ia pun mengangguk dan segera duduk di kursi makan.

Setelah selesai membuatnya, aku langsung menyiapkan mangkuk untuk kita berdua. Akhirnya kita bertemu juga dengan makanan.

"Oppa, habis ini aku akan mandi." Ucapku sambil mengelap sisa-sisa ramen di mulutku.
"Tentu saja. Aku juga ingin mandi." Jawabnya, aku pun mengangguk dan segera membereskan meja makan, lalu mencuci piring-piring kotor.
.

Sekarang aku sedang bersiap untuk mandi. Sepertinya berendam dengan air hangat bukanlah suatu yang buruk.

Aku segera menyalakan kran air panas dan mengisi bath up. Sambil mengunggunya, aku melepaskan pakaian ku satu persatu. Lalu aku mengikat rambutku. Tak lupa aku menyalakan aroma terapi agar pikiranku tenang mencium aroma itu.

Can we?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang