Seventy One

45 16 0
                                    

Kebesokan harinya aku dan Oppa ku langsung menuju rumah sakit, Oppaku sangat tidak sabar untuk bertemu Taehyung.

Sekarang aku sudah berada di rumah sakit bersama Oppaku, menulusuri lorong rumah sakit untuk mencari ruang rawat Kim Taehyung.

"Oppa, kau senang sekali, eoh?" Tanyaku saat melihat tatapan matanya yang berbinar.
"Bagaimana kau tau? Aku bahkan tidak menunjukkan ekspresi itu." Jawabnya. Aku pun terkekeh dan memilih diam. Aish jinjja, Min Yoongi. Kau ini terlalu bersikap dingin, aku tau kau sangat mencintai adik-adikmu dan juga Hyung mu itu. Tapi gengsimu terlalu besar untuk mengungkapkannya.

Kami berdua pun langsung memasuki ruangan dimana Taehyung berada. Aku melihat Taehyung yang sedang menyantap buah-buahan dan dibantu oleh Jungkook, aku tersenyum senang karena ia sudah membaik.

"Bagaimana keadaanmu? Kau baik-baik saja? Apa itu terasa sakit? Ataukah ada bagian lain yang kau keluhkan? Tanda vitalmu bagus?" Tanya Oppa ku yang langsung menyerbu Taehyung.
"Apa yang terjadi selama aku koma? Kenapa Hyung yang satu ini menjadi bawel sekali?" Ucap Taehyung dengan wajah polosnya, seakan-akan ia berbicara pada dirinya sendiri.
"Ya, bocah. Aku bertanya padamu. Jawablah." Jawab Oppaku sambil berdecak kesal. Aku dan Jungkook pun tertawa melihat keduanya.

"Aku masih merasa nyeri dibagian yang tertusuk, bahkan aku belum kuat untuk berjalan. Tapi aku baik-baik saja, hyung. Aku akan segera sembuh." Kata Taehyung sambil tersenyum. Aku pun menyimaknya tanpa mengatakan apa-apa.

"Dan kau, Yoori-ya. Kenapa kau masih disini? Bukankah beberapa hari lagi kau ada ujian?" Tanya Taehyung tiba-tiba sambil melirik ke arahku.
"Ah.. itu. Aku bisa mengikuti ujian susulan." Jawabku sambil tersenyum canggung.
"Aish, kau ini. Tidak, kau harus mengikuti sesuai jadwal." Ucap Oppaku ikut mengomel.

"Kemarikan ponselmu, Yoori-ya." Ujar Taehyung sambil mengulurkan tangannya padaku.
"Ne?" Tanyaku bingung.
"Ponselmu, palliwa." Ujarnya lagi tidak sabaran. Aku pun segera memberikan ponselku padanya, lalu ia mengetik sesuatu disana.

"Ini, aku sudah membelikan tiket kereta online. Jam berangkatmu pukul 3 sore." Ucapnya sambil mengembalikan ponselku. Aku pun membelalakan mataku sempurna.
"Mworago?! Yang benar saja, Taehyung-ah! Aku belum bersiap-siap." Jawabku dengan kesal. Aku segera melihat jam ditanganku, sekarang pukul 1 siang. Aku hanya punya waktu 2 jam!
"Aku tau kau kesini tidak bawa apa-apa, kau hanya perlu membawa dirimu balik ke Daegu." Ujarnya dengan santai. Aku berdecak kesal. Bagaimanapun aku tidak ingin pulang jika Jimin belum siuman!

"Oppa, jebal. Dia sangat menyebalkan." Rengekku pada Yoongi Oppa.
"Kau yang menyebalkan. Aku setuju padanya." Jawab Oppaku yang membuat jantungku seperti terserang. Aku melirik ke arah Taehyung yang sedang menahan tawanya.

"Kalau begitu.. Jungkook-ah, bantu aku. Jebal." Rengekku pada Jungkook.
"Nuna, mian. Kali ini aku memihak Taehyungie hyung. Kau harus mengikuti ujian, ini demi masa depanmu." Jawab Jungkook. Aku pun menghembuskan napas pasrah.

"Lihatlah, anak kecil saja mengerti tentang masa depan." Ucap Oppaku dengan nada yang mengejek. Aku langsung memendangnya sinis.

Taehyung pun tersenyum padaku dan mengedipkan sebelah matanya.
"Yoori-ya, ikuti saja ujianmu dengan tenang. Aku dan Jimin akan baik-baik saja disini, semua menjaga kami dengan baik. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan, Yoori-ya. Jangan menghancurkan ujianmu demi aku dan Jimin, eoh?" Ujar Taehyung padaku. Aku pun mengangguk pasrah.
"Baiklah, aku akan pulang sekarang." Jawabku pasrah. Lalu aku melihat ketiga orang itu tersenyum penuh kemenangan.
.

Kini aku berada di ruangan Jimin untuk berpamitan dengannya.

Aku mengelus tangannya yang tak tertutup gips. Aku menatap matanya yang tertutup sempurna, wajahnya yang sangat pucat.
"Jimin-ah, aku akan kembali ke Daegu sekarang. Ku harap ketika aku di Daegu, aku mendapatkan kabar bahwa kau siuman. Aku akan kembali ke Seoul jika liburan semesterku sudah mulai. Jadi bangunlah sebelum aku kembali ke Seoul lagi, eoh? Jika tidak, aku sangat marah padamu. Kau ingin membuatku marah?" Ujarku panjang lebar sambil terus mengusap tangannya dengan lembut. Aku pun menetaskan air mataku, sangat berat untuk meninggalkannya seperti ini.

"Untuk apa kau berlama-lama seperti ini? Cepatlah bangun. Aku ingin mendengarmu menyanyi, aku juga ingin kita bernyanyi bersama. Ah, benar. Kau harus melihat si brengsek itu membusuk di penjara, Jimin-ah." Ujarku sambil terisak.

"Kajja, nuna. Kau bisa ketinggalan kereta. Aku yang akan mengantarmu." Ucap Jungkook sambil menepuk bahuku pelan. Namun aku tidak bergeming sejenak, memandang Jimin dengan lemahnya.

"Yoori-ya, kau yang bilang pada Imo kalau Jimin akan baik-baik saja. Jadi hapus air matamu, eoh? Anakku itu kuat." Ucap Eomma Jimin sambil mengelus punggungku. Aku segera menghapus air mataku dan segera bangun dari dudukku.
"Ne, Imo. Aku akan pulang sekarang. Sampai jumpa, Imo." Jawabku dan segera pamit. Sekali lagi aku menengok pada Jimin sebelum aku benar-benar meninggalkan Seoul.

"Nuna, kau tidak ingin berpamitan pada Oppamu dan Taehyungie hyung?" Tanya Jungkook sambil melirik ke arahku.
"Ani, aku sedang marah pada dua orang itu." Jawabku dengan ketus, Jungkook pun tertawa mendengarnya.
.

Sekarang aku dan Jungkook baru saja akan berangkat ke stasiun Seoul. Aku mampir ke rumahku sebentar untuk mengambil mantel milik Sungjae yang ku pinjam. Tentu saja aku sudah menyucinya dengan bersih dan tidak ada bercak darahku.

Ah, benar. Mantel ini yang menjadi saksi bisu bagaimana aku menangis dengan pilu, bagaimana aku meninju wanita itu, bagaimana aku berdarah akibat si jalang itu.

Aku melihat ke luar jendela, jalanan yang macet dan hujan yang deras.
"Jungkook-ah, bernyanyilah untukku." Pintaku pada Jungkook.
"Siap, Nuna. Kau ingin lagu apa?" Tanya Jungkook sambil melirik ke arahku.
"Apa saja." Jawabku dan tersenyum padanya.

Jungkook pun berdehem untuk bersiap menyanyi. Ia memulai alunan nadanya.

Dan kini sampailah dilirik reff

"Gwaenchanha ja hana dul set hamyeon ijeo
Seulpeun gieok modu jiwo
Nae soneul japgo useo
Gwaenchanha ja hana dul set hamyeon ijeo
Seulpeun gieok modu jiwo
Seoro soneul japgo useo". Nyanyi Jungkook, aku pun memejamkan mataku dan menikmati indahnya suara Jungkook.

"Geuraedo joheun nari apeuro manhgireul
Nae mareul mitneundamyeon hana dul set
Mitneundamyeon hana dul set
Geuraedo joheun nari hwolssin deo manhgireul
Nae mareul mitneundamyeon hana dul set
Mitneundamyeon hana dul set

Hana dul set
Hamyeon modeun geosi bakkwigil
Deo joheun nareul wihae
Uriga hamkkeigie". Jungkook pun mengakhiri nyanyiannya, aku menengok ke arahnya dengan heran.

"Kau sengaja menyanyikan lagu itu untukku, Jungkook-ah?" Tanyaku.
"Eoh, aku ingin kau memejamkan matamu. Dan dalam hitungan ketiga, aku ingin kau melupakan apa yang sudah terjadi. Aku tidak ingin kau terus terpuruk akibat kejadian mengenaskan itu. Lagi pula kau berhasil membuatnya dipenjara. Tanpa kau sadar kau sudah menang, Nuna." Ucap Jungkook.
"Tapi Jimin belum siuman. Bagaimana aku bisa tenang?" Tanyaku. Jungkook pun menarik napasnya panjang.

"Nuna, tidak hanya kau yang khawatir. Kami semua khawatir. Tapi jika kau gagal dalam ujianmu, sama saja itu membunuh dirimu sendiri. Kau akan sia-sia memenjarakan orang itu, ia akan senang jika tau kau gagal. Jadi, buktikan padanya dengan prestasimu. Kau harus fokus pada ujian dan Jimin hyung akan senang jika kau berhasil." Jawab Jungkook dengan panjang lebar. Aku hampir tidak bisa berkata-kata.
"Yak! Jeon Jungkook, sejak kapan kau tumbuh dewasa? Aku tidak tau harus menjawab apa padamu." Ucapku benar-benar speechless. Aku tersadar, ucapan Jungkook memang benar adanya.

Ia terkekeh mendengar jawabanku.

Benar, Jungkook benar. Aku harus fokus pada ujianku dan menampar wanita itu sekali lagi dengan hasil yang memuaskan. Aku akan membungkamnya dengan kesuksesanku nanti.

Can we?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang