Seventy

45 16 0
                                    

Sekarang aku berada di rumah sakit dan berada di ruangan Jimin. Benar, apalagi yang aku lakukan jika bukan menunggu Jimin dan Taehyung siuman?

Ini sudah hari ke 4 setelah mereka koma, namun mereka belum ada tanda-tanda untuk siuman. Tenang saja, aku tidak akan menyerah menunggu mereka sadar. Aku tidak akan kembali ke Daegu jika mereka belum sadar. Masa bodoh dengan ujian akhir semesterku.

Tiba-tiba aku mendengar suara pintu terbuka, membuatku menengok ke arahnya.
"Eoh, kau sudah sampai, Imo." Sapaku saat melihat Eomma Jimin sudah datang.
"Ne, kau pulanglah. Ini sudah malam, biar Imo yang menjaga Jimin." Jawab Imo sambil mengelus rambutku.
"Baiklah, aku akan pulang sekarang, Imo. Jika Imo butuh sesuatu, segera telepon aku atau Oppa ku saja." Ujarku sambil tersenyum, Imo pun mengangguk dan membalas senyumku. Dengan begitu aku langsung berpamitan dan keluar ruangan.

Saat melihat pintu ruangan Taehyung, entah mengapa seperti ada magnet yang menarikku untuk mendekat. Aku rindu sekali padanya.

Aku melihat keadaan di dalam lewat kaca yang ada di pintu, aku melihat kedua orangtuanya dan Jungkook yang sedang menjaganya. Ia masih saja terbaring lemah tanpa membuka matanya sedikitpun. Sampai berapa lama lagi ia menderita seperti itu? Dia tidak akan meninggalkanku, kan?

Tetesan air mata keluar begitu saja dan mengalir di pipiku tanpa aku suruh. Melihatnya seperti itu sangat menyakitkan untukku. Apakah aku benar-benar mencintainya? Aku ini sudah mencintainya atau baru saja mulai mencintainya? Mungkin benar apa yang dikatakan Seokjin Oppa, aku harus segera mengutarakan isi hatiku padanya.

Aku pun menghapus air mataku dengan cepat, aku teringat bahwa Taehyung tidak mengizinkanku menangis untuk dirinya. Aku terus memandangnya dari luar pintu tanpa sedikitpun memalingkan pandanganku darinya, berharap ia segera terbangun.

"Jika kau bangun, aku akan memberitahumu satu rahasia terbesarku." Gumamku.

Ketika sudah mengatakan itu, aku segera berjalan ke parkiran dan segera pulang.

Aku pun menaiki mobilku, duduk dibangku kemudi. Aku segera memencet tombol starter dan bersiap untuk menjalankan mobilnya. Tanganku sudah bersiap untuk memegang stirnya, namun ponselku berdering. Aku langsung mengambil ponselku dan memeriksa panggilan itu.

Jeon Jungkook.

Ada apa ia meneleponku? Bukankah ia sedang menjaga Taehyung? Ah, tidak. Aku tidak boleh berpikiran macam-macam.

"Ne, Jungkook-ah." Jawabku.
"Nuna, dimana kau sekarang?" Tanya nya langsung dengan nada yang menyerbuku.
"Aku di basement rumah sakit, baru saja aku ingin pulang. Waeyo?" Jawabku yang masih bingung.
"Cepatlah kembali kesini!" Pintanya dengan tergesa-gesa.
"Wae? Harus sekarang?" Tanyaku yang tidak mengerti dengan pintanya.
"Ah, nunaaaa. Jebal." Rengeknya.
"Wae wae?" Tanyaku lagi.
"Taehyungi hyung sudah siuman! Cepatlah, aku menunggu mu." Jawabnya dan langsung mematikan teleponnya.

"Apa itu tadi? Taehyung siuman? Mwo?! Siuman?!" Ucapku pada diri sendiri. Tanpa sadar air mataku menetes dengan bahagianya. Aku segera mematikan mesin mobilku dan keluar dari mobil. Aku berlari dengan bahagianya untuk masuk kembali ke dalam rumah sakit.

Langkahku tiba-tiba terhenti, mengingat sesuatu yang baru saja aku katakan tadi.
"Mwo? Taehyung sadar? Lalu aku harus memberitahunya rahasiaku? Yang benar saja! Aish, michin. Yoori-ya, kenapa kau mengatakan itu?!" Gumamku pada diri sendiri dan mengacak rambutku frustasi.

Aku tersadar, seharusnya aku senang ia siuman! Aku pun kembali berlari menuju ruangannya.
"Aku bahkan tidak tau harus sedih atau bersenang sekarang ini." Gumamku.

Aku membuka pintu ruangan itu tanpa ragu. Semua orang yang ada disitu langsung menengok ke arahku.
"Taehyung-ah..." panggilku sambil terengah-engah.
"Nuna, kemarilah." Pinta Jungkook saat melihatku datang. Aku pun menghampiri Taehyung dan tak lupa membungkuk sopan pada kedua orangtua Taehyung.

Can we?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang