Sixty One

38 16 0
                                    

Yoori dan Namjoon sudah berada di tempat yang sama. Yoori memikirkan kata apa yang pas untuk ia ucapkan pada kekasihnya itu.

Yoori menunduk, memandang gelas berisi greentea latte itu dengan tatapan sendu. Menimbang apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Oppa, kau masih mencintaiku?" Tanya Yoori tidak berani menatap Namjoon.
"Ada apa dengan pertanyaanmu? Tentu saja aku masih mencintaimu. Sangat." Jawab Namjoon dengan mantap, tanpa berpikir.

"Lalu.. apakah kau ingin melanjutkan hubungan ini, Oppa?" Tanya Yoori lagi.
Bagi Namjoon, pertanyaan itu seperti bom yang membunuhnya. Dari dulu ia sangat takut mendengar perkataan itu, dan sekarang ia mendengarnya dengan jelas.
"Apa maksudmu?" Hanya itu perkataan yang bisa Namjoon keluarkan dari mulutnya.

Yoori menarik napasnya panjang dan mengalihkan pandangannya pada Namjoon.
"Menurutku komunikasi itu sangat penting dalam suatu hubungan. Bukan begitu, Oppa? Tapi bagaimana dengan kita? Kita sudah jarang sekali berkomunikasi. Jangankan ketemu seperti ini, kau meneleponku hanya seminggu sekali. Bahkan 2 minggu ini kau tidak meneleponku." Ucap Yoori sambil menatap Namjoon dimanik mata.

Namjoon merasa terkejut mendengar hal itu, tapi semua yang diucapkan Yoori itu benar.
Namjoon pun ingin membantahnya, "Yoori-ya, tapi kau tau send-" ucapan Namjoon terpotong oleh Yoori.
"Tidak, Oppa. Dengarkan aku dulu." Jawab Yoori. Namjoon pun terdiam.

"Aku tidak bersyukur? Bukan, tapi aku ingin mendapatkan hak ku. Ah, aku egois? Tentu, aku sangat egois. Karena aku ingin merasakan kasih sayangmu. Saling menelepon 1 minggu sekali? Yang benar saja! Oppa, aku sangat mengerti kau sibuk. Tapi aku juga butuh kau di sampingku, Oppa. Aku ingin kau mendengar ceritaku, mendengar keluh kesahku. Aku juga ingin mendengarmu cerita tentang pekerjaanmu, aku rindu mendengar suara mu yang sedang bercerita betapa kerasnya kau membuat lagu. Apa ini salahku karena aku memutuskan kuliah jauh darimu?" Ucap Yoori panjang lebar, benar-benar meluapkan isi hatinya yang selama ini dia pendam. Yoori merasa matanya sudah memanas dan tak tahan untuk menampung air matanya lagi. Kini dengan indah, air mata itu mengalir di pipi milik Yoori.

Namjoon merasa seperti bom itu meledak di dadanya. Ketakutannya selama ini benar-benar terjadi. "Apakah aku akan kehilangan Yoori malam ini?" Tanya Namjoon dalam hati.

"Mianhae. Aku sadar selama ini aku selalu mengabaikanmu, aku terlalu mementingkan pekerjaan dan kuliahku. Jeongmal mianhae." Ucap Namjoon yang benar-benar merasa bersalah kepada Yoori.
"Jika kau bertanya, apakah aku masih mencintaimu atau tidak. Maka aku akan menjawab, ku kira rasa cintaku sudah mulai berkurang, Oppa. Bahkan saat kau memelukku, kupu-kupu di perutku rasanya sudah mati. Mianhae." Ujar Yoori dengan isakannya.

"Yoori-ya, apa maksudmu?" Tanya Namjoon yang benar-benar terkejut. Waktu seakan berhenti sekarang juga.
"Rasa cintaku berkurang seiring berjalannya waktu. Sudah ku katakan di awal, komunikasi sangatlah penting. Jadi ku pikir, sudah tidak ada lagi yang harus kita pertahankan, Oppa. Aku sudah terbiasa sendiri." Ucap Yoori yang air matanya tidak bisa ia tahan.

"Mianhae. Jinjja mianhae, Yoori-ya. Aku membuatmu menangis. Tapi.. bolehkah aku jujur?" Ucap Namjoon yang juga ingin mengeluarkan pendapatnya.
"Tentu, mari kita selesaikan sekarang." Jawab Yoori sambil tersenyum.
Namjoon membantu Yoori menghapus air matanya. Yoori merasa tersentuh atas perilaku itu.

"Aku.." ucap Namjoon memulai pembiaraannya. "Sebenarnya aku benar-benar menikmati pekerjaanku sekarang. Aku juga terfokus untuk menuntut ilmu. Seperti yang kau bilang, aku juga sudah terbiasa sendiri." Lanjut Namjoon. Yoori pun terdiam, menyuruhnya untuk lanjut berbicara.

"Maafkan aku, karena aku terlalu menikmati itu, aku jadi lupa denganmu. Aku juga terkadang berpikir untuk memutuskan hubungan ini, aku benar-benar ingin sendiri. Aku ingin fokus pada karirku, mengejar kesuksesanku. Tapi aku sadar Yoori-ya, kau yang ada disampingku saat aku belum seperti sekarang. Walaupun aku mengabaikanmu, sibuk dengan duniaku sendiri, tapi rasa cintaku tidak pernah berkurang. Hanya kau yang aku inginkan." Ucap Namjoon sambil memandang Yoori dengan mata sayunya. Kini, air mata Yoori keluar dengan sendirinya. Yoori juga sadar, telah banyak kejadian dan pelajaran yang mereka berdua lewati.

"Tapi apa boleh buat, kan? Kau sudah tidak ingin melanjutkan hubungan ini, aku juga terlalu fokus pada pekerjaanku. Aku tidak ingin terlalu lama menyakitimu, Yoori-ya." Ujar Namjoon lagi. Sebenernya ia juga ingin sekali menangis di depan Yoori.
"Eoh, terimakasih sudah jujur padaku, Oppa. Dan maafkan aku harus memutuskan dengan cara seperti ini." Jawab Yoori sambil tersenyum merasa bersalah.
"Aniya, kita putus secara baik-baik. Kita masih bisa menjalin hubungan seperti awal. Kau tetap menjadi adikku." Ucap Namjoon sambil mengusap air mata Yoori dan membelai pipinya.

"Benar, Oppa. Aku tetap akan menjadi adikmu. Ku harap kau tidak sombong sehabis putus denganku." Balas Yoori sambil terkekeh. Namjoon pun ikut terkekeh. Mereka berdua sama-sama saling menutupi kesedihannya.

"Oppa, ku harap kau tidak lagi ceroboh. Aku ingin kau menikmati kesuksesanmu dengan baik. Bekerjalah sekeras mungkin, tapi jangan lupa bahwa tubuhmu sangat butuh istirahat." Ucap Yoori sambil menatap Namjoon, berbicara seperti apa kata hatinya bilang.
"Eoh, arasseo. Kau selalu saja memperhatikanku, tapi tidak memperhatikan dirimu sendiri." Jawab Namjoon sedikit kesal karena Yoori tidak pernah memikirkan dirinya sendiri.

Namjoon merasa lega karena setidaknya ia masih dianggap oleh Yoori. Dia tidak dibuang begitu saja. Ia merasa sangat beruntung mempunyai mantan bernama Min Yoori.

"Ah, Oppa. Bukankah kau sedang sibuk? Mianhae, aku sudah mengganggu mu." Ucap Yoori mengalihkan pembicaraan.
"Eoh, benar. Gwenchana, tapi aku harus kembali bekerja sekarang." Jawab Namjoon.
"Begitukah? Baiklah jika kau ingin pergi sekarang." Ucap Yoori sambil tersenyum dengan manisnya. Membuat jantung Namjoon berdebar tidak karuan.
"Emm, Apakah aku boleh tetap mencintaimu?" Tanya Namjoon yang sedari tadi ia pendam pertanyaan itu.

Mendengar itu, senyum Yoori tidak pudar. Ia tetap tersenyum padanya.
"Tentu, Oppa. Kau pernah bilang padaku kalau menyukaiku atau mencintaiku itu adalah hak seseorang. Jadi, itu adalah hak mu untuk mencintaiku." Jawab Yoori dengan bijaknya. Namjoon tersenyum mendengar jawabannya. Ia benar-benar mencintai wanita itu.

"Gomawo. Baiklah kalau begitu, aku pergi sekarang." Ucap Namjoon berpamitan. Yoori mengangguk dan mengucapkan salam perpisahan.

Namum tiba-tiba Namjoon membalikkan badannya dan menatap Yoori.
"Yoori-ya, aku lupa mengataian ini. Ingat, aku masih seorang Kakak bagimu. Jika ada yang menyakitimu, aku akan segera meninjunya" ucap Namjoon. Mendengar itu Yoori terkekeh.
"Eoh, arasseo. Cepat pergi, pekerjaanmu pasti menumpuk, Oppa." Jawab Yoori sambil tertawa kecil.

Yoori tetap terdiam di bangku itu. Yoori berpikir ini bukan waktu yang tepat untuk pulang, ia ingin menjernihkan pikirannya. Terlalu bahaya menyetir sendiri dalam pikiran kalut.
"Apakah aku butuh candaan dari Seokjin Oppa? Ya, tentu! Aku sangat membutuhkan dirinya sekarang." Ucap Yoori dalam hati.

Yoori melirik seorang pelayan yang sedang membersihkan meja di sebelahnya.
"Chogiyo, apakah Seokjin Oppa.. ah, maksudku apakah Tuan Kim ada disini?" Tanya Yoori pada pelayan itu.
"Ah, beliau baru saja pulang ke Seoul tadi sore, Nona. Mianhamnida." Jawab pelayan itu.
"Begitukah? Gwenchana." Balas Yoori sambil tersenyum.

"Memang hari ini aku ditakdirkan untuk bersedih." Begitu pikir Yoori.

Yoori pun memainkan ponselnya dan melihat foto-foto Namjoon yang ia simpan di ponselnya. Ia tidak berniat untuk menghapus foto-foto itu, ia jadikan itu sebuah kenangan. Lagi pula dia juga menyimpan foto-foto temannya yang lain, jadi dia pikir sama sekali tidak salah jika ia masih menyimpan foto Namjoon.

Sedari tadi, tanpa Yoori sadari ada seseorang yang memperhatikan Yoori dari jauh. Dan kini orang itu memberanikan diri mendekati Yoori untuk memastikan itu benar Yoori atau bukan.

"Oh! Majjayo! Ternyata itu benar kau, Min Yoori! Apa yang sedang kau lakukan?"

To be continue...

Can we?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang