Sixty Eight

45 15 0
                                    

Aku segera melihat deretan voice recorder itu. Aku melihat satu file yang direkam pada hari ini dan berada di jam kejadian! Astaga, ini benar pesan yang Jimin tinggalkan?

Aku memejamkan mataku, menguatkan diriku agar bisa mendengar rekaman itu. Aku yakin sekali itu adalah rekaman yang sengaja Jimin tinggalkan untuk bukti.

"Aku menemukan sesuatu." Ucapku sambil menatap ponsel Jimin.

"Apa maksudmu?" Tanya Oppaku dengan bingung.
"Bukankah itu ponsel Jimin Hyung?" Tanya Jungkook melihat ponsel ditanganku.
"Kau menemukan apa?" Tanya Seokjin oppa dengan penasaran. Kini mereka berdiri dan mendekat ke arahku. Tanpa ragu lagi aku pun memutar rekaman itu.

Di detik awal, tidak banyak suara terdengar. Seperti ponsel yang bergesekan dengan sesuatu dan suara kaki melangkah. Namun detik berikutnya keadaan semakin sunyi. Keringat dingin mulai keluar dari tubuhku.

"Apa kabarmu, Kang Seolhyun-ssi?" Tiba-tiba suara Jimin terdengar. Tenggorokanku tercekat saat mendengar nama itu disebut. Aku langsung teringat bahwa wanita brengsek itu tinggal di Asrama keluarga Jeon. Tanpa sadar aku sudah meneteskan air mataku, membayangkan betapa sakitnya di posisi Taehyung dan Jimin. Sudah ku duga ini adalah ulahnya.

Jungkook langsung merebut ponsel yang sedang ku pegang dan mematikan rekaman suara itu. Aku menangis lantaran aku bingung harus melakukan apa. Emosiku seperti tertahan di dadaku dan keluar lewat air mata. Menyadari aku menangis, Oppaku langsung memelukku, membuat air mataku bertambah deras.

"Nuna, kita harus bertindak sekarang." Ucap Jungkook, aku melirik ke arahnya. Matanya menyorotkan tatapan yang penuh dendam. Baru kali ini aku melihat ia diselimuti emosi seperti itu.

"Cepatlah, nuna. Kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi." Ucapnya lagi, aku melepaskan pelukan dari Oppaku.

"Kau mau membawa adikku kemana? Ini sudah malam, Jungkook-ah." Ujar Oppaku menahan tangan Jungkook.
"Apa kau harus diam saja saat temanmu terbaring lemah di dalam sana, hyung?" Jawab Jungkook dan melepaskan tangannya dengan kasar. Lalu ia menarik tanganku, aku segera berdiri dan mengikutinya. Ia berlari dengan cepatnya, aku menyeimbangi langkahnya.

"Jeon Jungkook!" Teriak Oppa ku dibelakang, namun Jungkook menghiraukannya. Aku juga tidak menengok sedikitpun ke arahnya, aku terus berlari bersama Jungkook. Aku ingin sekali menghancurkan kepala wanita itu.
.

Sekarang aku dan Jungkook berada di jalan menuju Asrama Jeon. Aku teringat sesuatu. Apakah rekaman suara saja bisa menjadi bukti kuat jika aku bawa ini ke polisi?

"Jungkook-ah, apakah tidak ada cctv di asrama mu? Ku pikir kita memerlukan bukti yang lebih untuk memenjarakan si brengsek itu." Ucapku sambil melirik kearahnya.
"Mianhae, nuna. Tapi kita baru saja pindahan, jadi cctv belum terkendali sepenuhnya." Jawab Jungkook.
Aku menghembuskan napasku pasrah.

"Aku hanya menunggu keajaiban datang pada kita." Ujarku.
"Jika niat kita baik, maka kita akan selalu di sertai keajaiban." Jawab Jungkook. Aku menengok kearahnya dan tersenyum tipis.

Sesampainya di Asrama Jeon, aku dan Jungkook berlari masuk untuk mencari wanita itu.

"Tuan Jungkook?" Panggil seseorang pria paruh baya dari belakang. Jungkook menghentikan langkahnya.
"Apa kau kesini untuk meminta rekaman cctv padaku? Sepertinya kau memerlukan itu." Tanya orang itu. Aku menyerngitkan dahi.

"Ah, Nuna. Kenalkan, ini penjaga Asrama kami." Ucap Jungkook, aku pun segera membungkuk sopan pada Ahjussi itu.
"Rekaman cctv? Bukankah belum dinyalakan?" Tanya Jungkook dengan heran.
"Aku sudah menyalakannya saat aku datang kemari. Lalu aku mendengar kabar kecelakaan itu, aku segera mengeceknya." Ucapnya. Aku membulatkan mataku sempurna, Jungkook menengok ke arahku seperti minta persetujuan, aku pun mengangguk setuju.

Can we?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang