Fifty Two

41 14 0
                                    

Ketika aku sedang menyelimuti manusia ini, aku mendengar suara kenop pintu yang dibuka.

"Apa yang kau lakukan disitu?" Tanya seseorang membuatku menengok.
"Oppa! Lihatlah! Aku rasa aku sudah gila!" Ujarku saat melihat Oppa ku di ambang pintu kamarnya sambil melihat ke arahku.

"Apa yang kau lakukan? Kau membunuhnya?" Tanya nya dengan nada datar.
"Eoh, seharusnya aku membunuhnya. Tapi aku malah menyelimutinya, aish!" Kesalku sambil memegang kepalaku frustasi. Michin!

Aku mendengar Oppa ku terkekeh sambil berjalan ke arahku.
"Kau tidak membencinya, kau hanya belum bisa menerima kenyataan." Ucap Oppaku sambil menatap mataku.
"Tidak. Aku membencinya. Sangat." Jawabku dengan penuh penekanan.

"Yoori-ya, mulutmu memang mengatakan kau membencinya. Tapi hatimu berkata lain. Jika kau membencinya, kau tidak akan memberi perhatian padanya seperti ini." Ucapnya.
"Sudahlah, Oppa. Aku ngantuk." Jawabku dan langsung masuk ke kamarku.

Aku langsung merebahkan tubuhku di kasur dan memejamkan mataku berniat untuk tidur. Namun tiba-tiba terlintas di kepalaku saat Taehyung berusaha meminta maaf padaku. Aku membayangkan betapa jahatnya aku melempar kalung pemberiannya. Aku ingat bagaimana ia tersiksa saat di pukuli oleh pacarku.

Apakah aku terlalu kejam padanya?

Apakah seharusnya aku benar-benar memaafkannya?

Aku teringat bagaimana ia berusaha membuatku bahagia. Dia selalu ada di sampingku dan menjagaku. Jika dia tidak mabuk, dia tidak akan melakukan itu pada ku bukan? Apakah aku harus berhenti menyalahkannya? Aku tau itu benar-benar sebuah kecelakaan. Dia dalam keadaan tidak sadar melakukan itu. Namun, tetap saja. Rasanya aku kesal mengingat bagaimana ia menyentuh dan menamparku!

Aku tidak bisa berbohong. Aku rindu padanya.
.
.

Aku terbangun dari tidurku saat aku merasakan sinar matahari mulai memasuki kamarku dan menusuk mataku. Aku membuka mataku dan mengumpulkan nyawaku.

"Apakah aku harus memulainya sekarang?" Tanyaku pada diri sendiri. Aku pun mengangguk dan meyakinkan diriku sendiri.

Aku beranjak dari kasurku, tak lupa aku cuci muka dan menggosok gigiku. Setelah urusan di kamar mandi selesai, aku langsung keluar kamar. Aku melihat Taehyung yang sedang memaikan ponselnya di sofa.

"Yoori-ya, kau sudah bangun?" Tanyanya.
"Eoh, sudah." Jawabku dengan canggungnya. Aku pun langsung turun ke dapur untuk membuat sarapan.

Namun aku melihat cangkir, entah mengapa aku teringat Taehyung. Ia menyukai kopi.

Aku segera membuatkannya. Benar, ia sangat menyukai caramel macchiato.

Ketika sudah selesai membuatkannya, aku langsung membawakan minuman untuknya dan untukku juga. Aku menaiki tangga perlahan.

Aku meyakinkan diriku sendiri bahwa semua akan baik-baik saja. Jantungku berdegup sangat kencang, aku berusaha untuk menatralkannya.

"Ini. Ambillah." Ucapku sambil menyodorkan secangkir kopi padanya. Lalu ia mendongak dan menatapku.
"Ne?" Tanya nya bingung sambil menatapku heran.
"Ini untukmu. Cepat ambil, tanganku pegal." Ucapku lagi tetap menyodorkan cangkir itu.
"Ini? Untukku? Jinjja?" Tanya nya lagi membuatku geram dan berdecak kesal.

"Cepat ambillah, sebelum aku menyiramkan ini ke wajahmu." Jawabku. Lalu dengan cepat ia mengambil cangkir itu, ku lihat ia menapakkan senyum kotaknya. Aku menahan agar tidak tersenyum saat melihatnya.

Aku duduk di sampingnya sambil meminum kopiku. Ia juga sedang meminumnya. Kita berdua terdiam, saling menikmati minuman masing-masing dan terhanyut dalam pikiran.

Can we?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang