Seventy Six

38 15 0
                                    

Yoori's POV

Sudah satu minggu aku berlibur di Seoul, aku sangat menikmatinya walaupun hanya di rumah saja. Tapi aku tidak bosan karena Oppa ku selalu menemaniku, aku juga sesekali menjaga Jimin di rumah sakit.

Dan sekarang aku sedang merasa bosan, aku pun keluar kamar ku untuk mencari Yoongi si bodoh itu. Namun ia tidak ada di kamarnya, akhirnya aku mencari di studionya. Dan benar saja, ia sedang menatap monitor dengan serius.

"Oppa, apa kau sibuk?" Tanyaku setelah berhasil membuka pintunya.
"Eoh, pergilah." Jawabnya dengan ketus tanpa melihat ke arahku dan terus terfokus pada pekerjaannya. Aku pun mencibirnya.
"Aish, tidak bisakah kau luangkan waktu untukku sebentar saja?" Tanyaku merengek.
"Pergilah dari sini sebelum ku robek bibirmu." Jawabnya dengan dingin. Namun aku malah sengaja mendekatinya dan duduk disebelahnya.

"Apa kau sedang membuat lagu? Ah, benar. Oppa, buatkan lagu untukku. Aku ingin bernyanyi dengan karyamu." Ucapku sambil menggoyang-goyangkan badannya. Ia pun berdecak kesal dan menghembuskan napas kasar.
"Baiklah, aku akan meluangkan waktu untukmu." Jawabnya pasrah dan menatapku. Aku pun bertepuk tangan senang dan mengacungkan jempol.

Akhirnya aku berbincang dengannya, membahas sesuatu yang panjang. Aku rindu sekali dengan Oppa ku ini. Walaupun dia menyebalkan, aku tetap mencintainya.

"Ah, benar. Oppa, bolehkah nanti aku pergi menjemput Jimin di rumah sakit? Hari ini ia akan pulang, Taehyung mengajakku untuk menjemputnya." Ucapku meminta izin saat teringat sesuatu.
"Tentu. Kau harus berjalan-jalan, agar tidak menggangguku." Jawabnya sambil menunjukkan senyum menyebalkan.
"Aish, jinjja!" Kesalku.

"Lalu bagaimana hubunganmu dengan Taehyung?" Tanyanya tiba-tiba membuat mataku membulat. Mengapa ia membahas Taehyung?
"Aku? Dengan Taehyung?" Tanyaku untuk memastikan.
"Apa telingamu bermasalah? Kau pasti mendengarnya." Jawabnya mencibirku. Aku terdiam untuk beberapa saat.

"Ah.. itu. Aku tidak ada hubungan apapun dengannya, aku pasti cerita padamu jika aku memiliki hubungan. Tapi sekarang ini aku sedang terfokus pada kuliah ku, aku ingin mengumpulkan ilmu agar aku menjadi seorang ibu yang pintar. Aku ingin menjadi seperti Eomma, ia sangat cerdas dan menganggumkan." Jawabku panjang lebar menjelaskan, selanjutnya ada sebuah senyuman yang ia tunjukkan untukku.
"Aku bangga padamu, Yoori-ya." Balasnya sambil mengelus rambutku dan mengecup puncak kepalaku singkat.

Aku pun tersenyum menerima perlakuannya, ternyata seorang Min Yoongi bisa selembut ini.

"Tapi, Oppa.. aku tidak bisa berbohong. Aku mencintai Taehyung lebih dari teman. Itu berjalan begitu saja, ia berhasil membuatku nyaman dan aku pun terjebak untuk mencintainya." Ucapku menjelaskan dengan sambil terkekeh, mengingat tingkah lucunya dan semua perilakunya. Ia selalu berusaha ada untukku sesibuk apapun dirinya.
"Begitukah? Lalu bagaimana dengan Namjoon? Apa dia tau mengenai ini?" Tanya Oppaku. Aku pun mengangguk.
"Eoh, dia tau. Aku memberitahunya secara langsung. Ku pikir itu jauh lebih baik daripada ia harus mendengarnya dari orang lain, kan? Tapi ia bilang padaku bahwa mencintaiku." Jawabku panjang lebar agar semuanya jelas.
"Ah, kau ini. Kau seperti orang yang tidak punya pendirian. Dulu kau mengejar Namjoon dan sangat mencintainya. Sekarang kau dengan mudahnya bilang bahwa kau mencintai Taehyung." Balasnya. Aku berpikir sejenak, namun perkataannya benar.
"Jinjjayo? Aku seperti itu?" Tanyaku kaget, "Tapi aku hanya manusia biasa, Oppa. Aku hanya manusia biasa yang perasaannya bisa berubah-ubah." Ucapku menyangkal.

"Yoori-ya, dengarkan aku. Jalanmu masih panjang, kau bisa memilih laki-laki manapun yang akan menemani hidupmu. Aku akan mendukungmu asal kau bahagia dan tidak terpaksa dengan keputusanmu sendiri. Jangan sampai laki-laki memandangmu seperti perempuan mainan." Ujarnya sambil menatapku dengan serius.
"Ne, arasseo, Oppa. Aku ini adikmu, jadi kau tenang saja. Aku tidak akan berulah." Jawabnya sambil terkekeh.
"Aku semakin khawatir jika kau bilang seperti itu. Kau ini lebih bodoh dariku." Katanya meledekku, aku hanya membalasnya dengan sebuah cibiran.

Can we?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang