Seventy Four

43 14 0
                                    

Taehyung's POV

Aku melihat tanggal di ponselku, ternyata sudah genap 2 minggu Jimin terbaring mengenaskan di ranjang rumah sakit ini. Beberapa hari yang lalu aku baru saja keluar dari rumah sakit ini, Dokter bilang padaku bahwa luka ku sudah sembuh dengan baik. Tapi aku masih harus banyak beristirahat. Tetap saja, aku tidak ingin menghabiskan waktu ku dirumah saja, aku ingin menjaga Jimin sepenuhnya. Aku tidak ingin meninggalkan Jimin sebentar saja, aku takut sekali ia akan terancam. Aku tau wanita itu sudah di penjara, tapi aku benar-benar tidak ingin kehilangan Jimin. Menjaganya itu sama seperti menjaga diriku sendiri. Aku mencintai Jimin lebih dari mencintai diriku sendiri. Masa bodoh dengan perusahaanku, untuk beberapa saat aku melemparkan tanggung jawab kepada sekretarisku, Appa ku juga membantu perusahaanku agar tetap berjalan. Untuk saat ini, aku hanya ini fokus pada Jimin.

Sekarang aku berada di kamar perawatan Jimin, Dokter bilang padaku jika Jimin sudah mulai membaik. Ia sudah bisa bernapas tanpa dibantu oleh alat-alat rumah sakit. Cukup melegakan bagiku, tapi aku tidak akan meninggalkannya sampai ia benar-benar sadar. Aku terus memandangi wajahnya yang semakin menirus dan pucat, matanya tertutup dengan lemas. Hatiku tercabik saat melihatnya terus seperti ini. Tak jarang aku mengeluarkan air mataku saat di sampingnya.

"Hyung, ini makanlah. Dari semalam kau belum makan." Ujar Jungkook sambil menepuk pundakku.
"Gomawo, Jungkook-ah. Aku akan memakannya nanti." Jawabku yang tetap terpaku pada Jimin. Aku mendengar Jungkook yang berdecak kesal.

"Apakah aku harus menelepon Yoori nuna untuk memarahimu?" Tanya Jungkook lagi. Aku melirik sedikit ke arahnya, ia sedang memandangku dengan sinis.
"Jangan ganggu Yoori, mungkin ia sedang ujian." Jawabku datar. Aku kembali mendengar hembusan napas pasrah darinya.

"Taehyung-ah, dengarkan adikmu itu sebentar saja." Ucap seseorang dibelakangku, aku meliriknya sebentar. Ternyata Namjoon hyung.
"Eoh, aku mendengarkannya, hyung." Jawabku. Aku mendengar suara langkah kakinya yang mendekat ke arahku.
"Kau sudah berapa hari tidak makan?" Tanya nya sambil memegang pundakku. Aku hanya terdiam, "Kajja, makanlah bersamaku. Kita sudah lama tidak makan bersama." Ucapnya sambil menepuk-nepuk pundakku.
"Kau duluan saja, hyung. Makanlah bersama Jungkook." Jawabku.

"Aish, kau ini. Lihatlah wajah Jungkook. Melas sekali. Ia sudah membelikanmu makanan, namun kau tidak memakannya." Ujarnya lagi. Aku hanya diam, tidak ingin berbicara banyak.
"Kau sedih, Jungkook-ah?" Tanya nya pada Jungkook.
"Eoh, aku sedih. Aku juga sedikit marah pada Hyung yang satu itu." Jawab Jungkook, aku mendengar suara merengeknya. Aku pun menengok ke arahnya dan terkekeh.
"Kajja, kita makan." Ujarku pada mereka. Lalu mereka pun tersenyum dengan senangnya, aku segera melahap makanan yang Jungkook belikan.

"Hyung, setelah makan kau harus pulang. Kau sangat butuh istirahat." Ujar Jungkook yang sambil mengunyah makanannya.
"Aniya, aku akan menjaga Jimin lagi hari ini." Jawabku.
"Tapi kau baru saja sembuh, hyung." Ujar Jungkook sambil berdecak kesal dengan aksen Busannya yang khas.
"Taehyung-ah, kau akan membuat Jimin sedih jika seperti ini caranya." Jawab Namjoon Hyung. Aku hanya terdiam.

"Sudahlah, aku akan membelikan kalian minum." Ucap Jungkook tiba-tiba dan berdiri dari duduknya, dengan wajah kesal yang tertera dengan jelas di wajahnya. Aku hanya meliriknya sebentar.

"Taehyung-ah, bisakah aku bicara padamu?" Tanya Namjoon hyung, ia pun menatapku dengan serius.
"Eoh, tentu." Jawabku.
"Jujur saja, aku sedih melihatmu seperti ini. Aku tau kau khawatir pada Jimin. Tapi kau juga harus mengkhawatirkan dirimu sendiri, Taehyung-ah. Benar kata Jungkook, kau butuh istirahat. Lagi pula aku dan yang lain pasti akan menjaga Jimin dengan baik." Ucapnya, aku hanya menunduk.

"Aigoo, Yoori pasti akan marah padamu jika tau kau murung seperti ini." Ujarnya tiba-tiba sambil terkekeh. Aku reflek melirik ke arahnya, "Ne?" Tanyaku bingung.
"Aku tau kau sangat mencintai Yoori. Pasti kau juga tidak ingin membuatnya kecewa, kan?" Ucapnya dengan serius.
"Ah.. itu.." jawabku dengan canggung.
"Ara. Maka dari itu pulanglah, kau butuh istirahat. Jangan membuat Yoori bersedih, eoh?" Ujarnya lagi. Namun aku tersadar, semua itu benar. Aku tidak ingin membuat Yoori khawatir padaku, anak gila itu benar-benar bisa gila sungguhan jika aku sakit.

Can we?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang