Bagian 20 - TERLARANG DAN TIDAK TERLARANG

81 5 0
                                    

Pagi itu setelah sarapan, sesuai jadwal, anak-anak menuju Ruang Rembuk Bangsal Atmaja. Di sana sudah menunggu Nyai Adicara. Wanita itu mempersilakan para lare winih masuk. Sambil membaca catatan di klaras, Nyai Adicara menyebutkan satu-persatu nama mereka. Anak-anak mengangkat tangan mereka bagi yang namanya disebut. Jumlah mereka genap sepuluh anak.

"Baiklah, sekarang perlihatkan tanda pengenal kalian," kata Nyai Adicara tegas.

Para lare winih memperlihatkan cincin akik kelabu mereka. Ada yang dipasang di jari kiri, dan yang lain di jari kanan. Tapi itu bukan masalah, karena Nyai Adicara segera mengangguk, lalu berkata, "Aku ingatkan lagi, kalian wajib memakainya selama berada di sini.

"Nah, jadwal kalian hari ini adalah berkeliling, mengenal seluk-beluk istana ini. Kalau sebelumnya kalian sudah melihat miniatur istana dan bentengnya di Ruang Kepatihan, hari ini kita akan melihat tempat atau ruangan-ruangannya secara langsung. Tentu saja tidak semuanya, kita hanya akan menilik bagian-bagian yang penting saja, yang sejalan dengan kepentingan kegiatan kalian.

"Yang pertama akan kita kunjungi adalah Ruang Kementerian. Letaknya di bangunan benteng sebelah barat. Sekarang, mari ikuti aku."

Mereka lalu keluar dari Ruang Rembuk Bangsal Atmaja. Nyai Adicara berjalan paling depan memimpin rombongan. Seperti sebelumnya, ia membawa tumpukan klaras yang dijepitkan pada papan kecil. Busana wanita itu terlihat ringkas - kebaya dan celana panjang longgar - membuatnya gesit bergerak. Sementara itu para lare winih telah mengenakan pakaian seragam, berwarna kelabu muda dengan model longgar seperti pakaian pendekar, lengkap dengan ikat kepala berwarna hitam. Hanya Pandan Selasih yang terlihat berbeda. Ia tampak menyolok dengan pakaian serbamerah, penutup wajah berwarna merah, dan ikat kepala merah pula.

Setelah melewati gerbang jeruji besi, sepetak taman kecil, dan Pendopo Gadhing, mereka menyusuri sejumlah koridor. Beberapa saat kemudian mereka menjumpai dua lorong yang bersebelahan.

"Lihat," tunjuk Nyai Adicara. "Di atas lorong kiri ada gambar cincin. Itu tandanya kalian boleh memasukinya. Sedangkan di atas lorong kanan ada gambar cincin bertanda silang, artinya kalian tidak boleh memasukinya. Mengerti?"

Anak-anak mengangguk. Selintas mereka melirik cincin akik kelabu masing-masing.

"Baiklah, kalau begitu kita masuk lorong sebelah kiri," ujar Nyai Adicara.

Rombongan itu menyusuri lorong tersebut. Mereka melangkah cukup cepat dan entah mengapa anak-anak sepertinya tidak sempat bercakap-cakap antara satu dengan yang lain. Kelihatannya berurusan dengan orang seperti Nyai Adicara, nyaris tak ada kesempatan bagi siapapun untuk melakukan hal yang lain, selain mengikuti segala arahannya.

Mereka segera tiba di Ruang Kementerian. Ruangan itu memanjang, banyak meja dan kursi yang berbaris rapi, dan orang-orang terlihat sibuk menulis atau memeriksa tumpukan-tumpukan klaras.

"Mereka adalah para menteri," kata Nyai Adicara. "Inilah Ruang Kementerian."

Anak-anak mengedarkan pandangan. Para menteri itu tampak bekerja dengan amat sungguh-sungguh. Di salah satu bagian terlihat Mahapatih Parasara sedang berbicara dengan dua orang menteri. Melihat kedatangan para lare winih, Mahapatih segera menghampiri mereka.

"Selamat pagi, Anak-anak, Nyai Adicara," sapanya.

"Selamat pagi Mahapatih," sahut para lare winih dan Nyai Adicara.

"Pagi ini kami mengadakan kunjungan keliling. Ruang Kementerian ini tujuan yang pertama," tambah Nyai Adicara.

"Maaf untuk kalian semua, sayang sekali pagi ini kementerian sedang sangat sibuk. Ada hal mendadak yang harus segera kami tangani. Para menteri belum bisa berbincang-bincang dengan kalian untuk saat ini," kata Mahapatih Parasara.

HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang