Bagian 82 - KISAH NYAI SIRIH

49 3 0
                                    

Rombongan Wirukecu, Pangeran Arcapada, dan Pandan Selasih terus melangkah. Ketika mereka hampir mencapai telundakan batu ke atas, untuk keluar dari ruang bawah tanah, mendadak dua sosok tubuh menghambur turun.

Terlihat seorang lelaki tua berambut dan berjenggot putih panjang dengan tongkat hitam, yang satunya lagi seseorang berselubung kepala sehingga tidak terlihat wajahnya. Mereka terlihat tengah bertarung, saling serang dengan sengit.

"Aki Guru!" seru Pangeran Arcapada pada lelaki tua itu.

Lelaki tua tersebut tertegun sejenak, mendengar ada yang memanggilnya.

Jeda sekejap itu tidak menguntungkan bagi Panji Pataka alias Aki Guru. Sebuah tendangan telak menyodok perutnya. Lelaki tua itu pun terpental dan tongkatnya terlepas. Tongkat itu melayang ke arah sosok yang berselubung kepala, dan sosok itu dengan sigap menangkapnya dengan tangan kiri!

"Ah, Kanjeng Guru Dyah Lohita!" seru Panji Pataka sambil bangkit berdiri. "Berarti Anda-kah itu?"

Sosok berselubung kepala itu terperanjat.

"Tak perlu Anda ingkari, Kanjeng," lanjut Aki Guru itu lembut. "Saya sudah menduganya sejak awal. Saya menyerang Anda dengan jurus-jurus sabung dari Perguruan Akik Merah, dan Anda menangkis dan menyerang dengan jurus-jurus pasangannya. Pasangan jurus-jurus yang saling klop! Itu menunjukkan Anda punya kaitan erat dengan perguruan itu. Dan yang terakhir, Anda bergerak dengan sepontan menangkap tongkat saya menggunakan tangan kiri. Anda orang kidal bukan? Tak salah lagi, Anda adalah Dyah Lohita, Sang Putri Merah!"

"Putri Merah?!" ujar Pandan Selasih dan Pangeran Arcapada kaget.

Sosok berselubung kepala tadi berpaling ke arah Pandan Selasih. Serta merta ia menarik selubung kepalanya dan terlihatlah wajahnya, sebentuk wajah yang sangat tidak nyaman untuk dipandang. Wajah yang buruk rupa. Tapi Pandan Selasih amat mengenal wajah itu.

"Nenek?!" seru Pandan Selasih terbelalak tak percaya. "Jadi, Nenek adalah... ?!"

Seseorang turun dengan langkah ringan menapaki telundakan batu. Ia adalah Maharaja Mahagraha.

"Ayahanda!" seru Pangeran Arcapada.

Pandan Selasih berpaling cepat ke arah Sang Pangeran.

"Tetap di tempatmu, Arcapada! Atau kau akan disengat oleh para Wirukecu!" ancam Pandan Selasih tegas.

Pangeran Arcapada tertegun, juga Maharaja Mahagraha. Namun Sang Pangeran tertegun karena ia memang dalam keadaan tak aman, sedangkan Maharaja Mahagraha tertegun karena melihat sosok nenek Pandan Selasih.

"Nyai Sirih?" kata Maharaja. "Anda Nyai Sirih, bukan? Dukun bersalin yang telah membantu kelahiran Arcapada sepuluh tahun yang lalu?"

"Dia juga adalah Dyah Lohita," kata Panji Pataka. "Dyah Lohita, pendiri Perguruan Akik Merah yang selama ini menghilang entah kemana, sejak menaiki kapal puluhan tahun yang lalu."

Maharaja menatap tajam Nyai Sirih yang ternyata adalah Dyah Lohita itu.

"Kalau begitu Nyai, kau berada di ambang masalah besar," ujar Maharaja. "Kau telah bersekutu dengan Ludira Mahalaya, bukan? Kalian ingin menggulingkan kekuasaan Kerajaan Sanggabuana, merebut takhta dariku? Berdasarkan Kitab Undang-Undang Kerajaan Sanggabuana, kau bisa dihukum mati."

"Anda sangat salah, Maharaja," kata Nyai Sirih dengan suara cadelnya. "Saya tak berminat pada takhta Kerajaan Sanggabuana, sejak dulu, sejak saya masih memimpin Perguruan Akik Merah."

"Orang bisa berubah, Nyai. Mungkin saja saat inilah Anda ingin berkuasa," ujar Maharaja.

"Saya bergabung dengan Ludira Mahalaya untuk suatu urusan. Bukan ingin membantunya mewujudkan ambisi merebut pemerintahan."

HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang