Bagian 7 - TEMAN SEPERJALANAN

117 6 1
                                    

Pandan Selasih membuka matanya. Badannya terasa sedikit terguncang-guncang. Ia segera ingat bahwa dirinya tengah berada di dalam kereta kuda yang sedang membawanya ke Istana Hinggiloka. Ia mendongak dan terlihat lentera kecil dekat langit-langit kereta masih menyala. Dari jendela samping ia melihat suasana di luar masih gulita.

Anak perempuan itu lalu terkesiap karena di bangku kereta di hadapannya telah ada dua orang anak lain. Yang satu anak laki-laki berambut panjang, tengah tertidur. Satunya lagi, yang terjaga, seorang anak perempuan bermata bulat dan berambut kepang tunggal yang longgar. Keduanya tampak seumuran dengan Pandan Selasih.

Anak perempuan berkepang satu itu tersenyum.

"Kau bangun?" katanya.

Pandan Selasih balas tersenyum tapi dengan raut muka agak bingung. Tentu anak perempuan berkepang itu tidak bisa melihat senyum dan raut bingung itu, karena Lasih mengenakan penutup wajah. Namun tampaknya sorot mata Lasih sudah cukup baginya untuk menggambarkan sikap Lasih yang bersahabat.

"Maaf... kau... kalian siapa ya? Aku tidak melihat kalian masuk tadi," tanya Lasih agak terbata.

"Perkenalkan, namaku Mayang Srini, dari Kerajaan Ngesti Ageng. Panggilanku Mayang," katanya mengulurkan tangan. "Kau tampak tidur nyenyak sekali tadi."

Pandan Selasih balas menjabat tangannya sambil memperkenalkan diri, "Aku Pandan Selasih. Panggil saja Lasih. Aku dari Desa Larang Dubang."

"Desa Larang Dubang?" tanya Mayang Srini mengernyit.

"Benar. Desa itu terpencil, terletak di daerah ceceruk," sahut Lasih.

Mayang Srini mengangguk-angguk. Bersamaan dengan itu, anak laki-laki yang duduk di sebelahnya membuka mata. Tatapannya agak nanar, tapi hanya sesaat. Selanjutnya ia tersenyum tipis melihat Pandan Selasih dan Mayang Srini yang tampaknya sudah saling berkenalan.

"Perkenalkan, aku Andhaka. Dari Kerajaan Swarnapati," ujarnya sambil mengulurkan tangan pada Pandan Selasih. Lasih pun mengenalkan dirinya lagi.

"Aku dan Andhaka sudah berkenalan tadi," kata Mayang Srini.

Andhaka membenarkan. Anak laki-laki itu juga mengatakan bahwa masing-masing dari mereka telah dijemput oleh seorang prajurit, lalu menunggu kereta kuda ini lewat di tempat tertentu. Mayang Srini naik lebih dulu, dan tak lama berselang baru Andhaka menyusul.

"Aku juga dijemput oleh seorang prajurit. Namanya Gadung Lelono. Dia yang sedang menjadi kusir kereta ini," ujar Pandan Selasih.

Mayang Srini dan Andhaka mengangguk-angguk.

"Oh ya, maafkan aku karena memakai penutup wajah," lanjut Pandan Selasih. "Aku sudah berjanji kepada Nenekku untuk selalu memakainya."

"Ah, bagiku tidak ada masalah. Kita kan harus menghormati tata cara yang dilakukan oleh orang lain," kata Mayang Srini. "Jika kau memakai penutup wajah, sama sekali tidak keberatan bagiku."

"Mayang benar," sambung Andhaka tersenyum. "Tapi, sejujurnya aku sangat ingin melihat wajahmu langsung, Lasih. Penasaran. Mungkin suatu saat nanti."

Lasih tertawa kecil.

"Yah, mungkin suatu saat nanti. Tapi terima kasih ya, kalian mau mengerti keadaanku," kata Pandan Selasih tulus, terlihat dari sorot matanya yang ramah.

Setelah itu, alih-alih mengantuk, mereka bertiga segera terlibat dalam pembicaraan yang mengasyikkan. Mereka mulai bercerita lebih banyak.

Mayang Srini menceritakan tentang kegiatannya sehari-hari. Ternyata anak perempuan itu sangat menyukai kesenian dan keterampilan. Dia suka menyanyi dan menari, juga sedikit masak-memasak. Dalam soal menyanyi dan menari, Mayang Srini sering tampil di Istana Pucunggrana, yaitu istana Kerajaan Ngesti Ageng, Kerajaan Bagian tempatnya berasal.

HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang