Bagian 13 - JAMUAN MAKAN PERTAMA

88 5 0
                                    

Pandan Selasih menempati satu kamar besar di Bangsal Atmaja bersama Mayang Srini serta dua anak perempuan lain. Merekapun saling berkenalan.

"Namaku Arumdalu. Panggil saja Arum," kata anak perempuan berbadan cukup gemuk.

"Namaku Laksmi Larasati, kalian panggil saja Laksmi," kata anak perempuan berkulit hitam manis dan berambut ikal. "Selamat datang ya."

Pandan Selasih dan Mayang Srini tersenyum dan mengucapkan terima kasih, lalu mengenalkan diri beserta wilayah asal mereka. Arumdalu dan Laksmi kelihatannya cukup ramah.

"Kalau kau berasal dari kerajaan mana, Arum?" tanya Mayang Srini.

"Kerajaan Sada Aren," sahut anak perempuan gemuk tadi. "Kurasa kalian tahu, kerajaan asalku Kerajaan Sada Aren, berada di bagian timur, dan jaraknya paling dekat ke Istana Hinggiloka ini. Jadi, aku sudah beberapa kali datang ke Ibukota Kerajaan Sanggabuana ini, meskipun begitu aku belum pernah masuk ke dalam istana ini."

"Kau sering ke ibukota sini? Wah, pasti senang sekali ya," ujar Mayang Srini lagi. "Di ibukota kerajaan kan ramai. Banyak acara meriah. Tentu kau sudah sering melihat pertunjukan-pertunjukan di Balai Kota?"

"Ya, benar sekali," kata Arumdalu bersemangat. Pipinya yang tembem bersemu merah.

"Ngomong-ngomong pertunjukan, Arumdalu, kau harus tahu, Mayang Srini ini pandai menyanyi lho," sela Pandan Selasih, teringat perkenalannya dengan Mayang Srini di dalam kereta kuda. "Dia sering menyanyi di hadapan para pembesar istana di Istana Pucunggrana di kerajaan asalnya, Kerajaan Ngesti Ageng."

"Benarkah?" ujar Arumdalu. Kali ini matanya berbinar-binar. "Kalau begitu, kau harus sering-sering menyanyi untuk kami juga, Mayang. Kau pasti tak kalah hebat dari Jeng Kanthil, wanita pesohor itu, karena kau dan Jeng Kanthil berasal dari kerajaan bagian yang sama bukan? Serta kalian sama-sama sering menyanyi di istana?"

"Ah, kau berlebihan Arumdalu," bantah Mayang Srini merendah. "Tentu saja aku tak ada apa-apanya dibandingkan dengan Rahajeng Kanthilsari. Lagipula aku sama sekali bukan orang pestan."

Mereka tertawa-tawa. Membicarakan orang-orang pestan memang mengasyikkan. Dan perkenalan mereka pun menjadi lebih akrab dan menyenangkan.

"Nah, lalu dari mana asalmu, Laksmi?" tanya Pandan Selasih, beralih pada si hitam manis.

"Aku dari Kerajaan Tanjungnawa, Kerajaan Bagian termuda di Sanggabuana" jawab Laksmi.

"Hmm, Kerajaan Tanjungnawa? Kerajaan itu terletak di pesisir pantai selatan, bukan?" tanya Mayang Srini.

"Ya, itu memang benar," sahut Laksmi Larasati sambil tersenyum. "Apakah kalian sudah pernah ke sana? Belum pernah? Nah, jika kalian sempat berkunjung ke sana, akan kuajak kalian ke Teluk Ece. Pemandangan di sana luar biasa. Itu taman laut terindah yang ada di Kerajaan Tanjungnawa."

Mayang Srini, Arumdalu, dan Pandan Selasih tampak tertarik sekali akan tawaran Laksmi.

Memang sebuah percakapan yang hangat, batin Pandan Selasih, sambil merapikan penutup wajahnya. Dan tampaknya Arumdalu dan Laksmi tidak terlalu mempersoalkan dirinya yang mengenakan penutup wajah. Kelihatannya mereka biasa-biasa saja, tetap bercakap-cakap dengan ramah. Namun Pandan Selasih agak sangsi, apakah keduanya akan tetap ramah jika mengetahui tentang dirinya sebagaimana yang diketahui oleh Mayang Srini? Pandan Selasih telah bercerita pada Mayang bahwa ia bisa mengusir gerombolan serigala berkaki enam. Dan sejak itu Mayang Srini langsung menjaga jarak terhadapnya. Ah, Pandan Selasih merasa ia harus berhati-hati untuk tidak terlalu banyak bercerita tentang dirinya sendiri, terutama kepada siapa saja yang baru dikenalnya.

Sesaat kemudian terdengar suara nyaring lonceng.

"Saatnya makan!" seru Arumdalu sepontan. Anak perempuan gemuk itu kelihatannya memang gemar makan. Wajahnya langsung berseri-seri seiring suara lonceng penanda waktu bersantap itu, yang terdengar berdentang-dentang panjang.

HINGGILOKA Legenda Sang Putri Merah [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang