DESTINY-82

2K 168 0
                                    

Keadaan ruangan itu seketika terasa haru saat melihat anak dan orang tua itu saling berpelukan. Hana memeluk Athena yang sejak tadi terus mengucapkan kalimat "Maaf" padanya. Hana pun sama. Dia juga meminta maaf karena sikapnya waktu itu.

"Udah, nggak usah nangis lagi, ya. Mimi udah maafin kamu, sayang." Hana mengurai pelukannya dengan Athena. Menghapus air mata yang terus mengalir di pipi tirus putrinya.

"Jangan nangis lagi. Nggak malu sama Dewa, hm?" ujar Hana bergurau seraya melirik Dewa yang duduk di sofa, bersebelahan dengan Husein. Tersenyum malu-malu saat Husein merangkulnya.

Athena juga menatap Dewa dan ikut tersenyum saat matanya bertemu dengan mata Dewa.

"Ekhem! Om, Tante, kita tiba-tiba laper nih. Gimana kalau kita cari makan dulu?" ujar Irene menyela. Tersenyum penuh maksud pada teman-teman dan keluarga Athena.

"Setuju!" seru Arvin berdiri. "Ayah, Mimi, kita cari makan di luar yuk. Ada restoran yang baru buka dan katanya makanan disana enak-enak. Kita coba yuk!"

"Kamu baru makan sebelum kita kesini," ujar Avran tidak peka. Arvin mendesis pada Kakaknya itu. Menggerakkan bibir tanpa suara seolah sedang berbicara.

"Ayo kita makan di luar. Ayo, sayang." Ratu bangkit dan menarik tangan suaminya itu yang tidak peka sama sekali dengan situasi.

"Aku juga mau!" ujar Athena dengan tatapan ingin pada teman-teman dan keluarganya.

"Lo nggak boleh, Na. Makan makanan Rumah Sakit aja," kata Irene.

"Nggak enak, Ren. Aku juga mau makan di restoran itu."

"Mendingan kamu disini aja, ya, di temenin sama Dewa." Hana menoleh pada Dewa. "Dewa, kamu mau, kan, jagain Athena selagi kita makan?"

Dewa mengangguk. "Iya, Tante. Biar aku disini jagain Athena."

"Tenang aja, Wa. Ntar kita beliin lo makanan enak," ujar Ben.

"Ayo sekarang kita makan. Om udah laper banget." Husein berdiri. Berjalan keluar beriringan dengan Arvin.

"Ayoo!!" Mereka semua keluar dari kamar rawat Athena. Meninggalkan Athena dan Dewa berdua.

Dewa bangkit. Berjalan ke arah jendela dan melihat keluar. Langit biru yang cerah. Ia lalu menoleh pada Athena yang ternyata sedang memperhatikannya.

"Kenapa?" tanya Dewa.

Athena menggeleng. "Nggak apa-apa." Athena tersenyum malu-malu.

"Cuacanya cerah. Mau keluar? Supaya nggak suntuk."

Athena langsung mengangguk cepat. Dewa mengambil kursi roda Athena. Menggendong gadis itu dari kasur dan ke kursi roda. Setelahnya mereka keluar dari kamar rawat Athena. Berjalan-jalan di taman Rumah Sakit yang juga terdapat beberapa pasien yang sedang menikmati cuaca hari ini.

Dewa berhenti mendorong kursi roda Athena di bawah pohon rindang. Cowok itu kemudian duduk di kursi besi yang bersebelahan dengan kursi roda Athena.

"Haus?" Dewa menawarkan sebotol air mineral yang langsung di minum oleh Athena.

Gadis itu tersenyum saat Dewa dengan lembut mengusap ujung bibirnya. Perasaan Athena semakin menghangat melihat Dewa begitu manis memperhatikan dan menjaganya. Athena benar-benar merasa terlindungi.

"Dewa," panggil Athena.

"Ya?"

Athena menadahkan tangannya membuat Dewa menatapnya bingung. "Sini deh tangan kamu. Aku pengen genggam."

Dewa mendekat. Mengenggam tangan Athena erat dan lembut. "Udah?"

Athena tersenyum. Matanya kemudian tertuju pada sesuatu yang melingkar di pergelangan tangan dan jari cowok itu. "Kamu masih pake gelang dan cincinnya?"

Dewa juga menatap tangannya lalu beralih pada Athena. "Emang kenapa?"

"Aku pikir kamu udah buang sejak kita bertengkar waktu itu."

"Gue nggak pernah lepas, Na."

"Kenapa?"

"Karena ini pemberian dari lo. Dan gue harus menghargai itu."

"Hanya itu? Nggak ada yang lain?"

"Maksudnya?"

"Yaa... Alasan kamu nggak pernah lepas gelang sama cincinnya."

Dewa diam menatap Athena lama. Lalu ia tersenyum melihat sebuah tatapan berharap terpancar dari mata indah gadis itu. "Ada," kata Dewa.

"Apa?"

"Lo."

"Aku? Maksudnya?"

Dewa mendekat. Memperpendek jaraknya dengan Athena. Dewa mengangkat tangannya dan Athena yang masih saling mengenggam. Mengarahkan punggung tangan gadis itu ke bibirnya. Mengecupnya lama sampai membuat Athena seketika membeku. Matanya mengerjap cepat mencerna keadaan.

Dewa tersenyum manis. Mengusap pipi Athena yang tiba-tiba memerah. "Karena bagi gue lo itu spesial. Apapun yang lo berikan buat gue, itu adalah sesuatu yang sangat berharga. Walaupun orang lain berpikir itu hanyalah hal yang sederhana, tapi buat gue itu adalah sesuatu yang tidak bisa dinilai dengan apapun. Karena apa? Karena lo memberikannya dengan tulus."

"Termasuk perasaan aku sama kamu? Apa itu juga spesial, berharga dan tidak bisa dinilai dengan apapun?"

Dewa tersenyum. Tangannya masih mengusap pipi Athena lembut. "Perasaan lo itu jauh lebih spesial buat gue."

Athena menyentuh tangan Dewa di pipinya. Menurunkannya dan menciumnya seperti yang Dewa lakukan tadi.

"Aku sayang kamu, Wa. Aku cinta sama kamu," ucap Athena tulus dengan senyuman di wajahnya.

Dewa tersenyum. "Gue juga sayang dan cinta sama lo, Na," balas Dewa membawa Athena masuk dalam dekapannya. Dan tidak akan pernah tergantikan, lanjut batin Dewa memejamkan mata. Meresapi setiap aliran dalam tubuhnya yang semakin bergejolak.

"Bagaimana perasaan lo?" tanya Dewa setelah melepaskan pelukannya dengan Athena.

Athena menghela napas pelan lalu Ter pada langit cerah. "Lega rasanya. Aku benar-benar merasa bersalah sama Mimi dan Ayah. Padahal mereka selalu berjuang demi kesembuhan ku. Tapi dengan kurang ajarnya, aku malah marah-marah sama mereka. Dan ngomong kalau aku tuh cuma beban buat mereka."

"Lo beruntung punya orang tua seperti mereka."

"Banget," lirih Athena. "Aw!" Athena terpekik merasakan tangannya yang sakit.

"Kenapa, Na? Apa yang sakit?" Panik Dewa.

"Tangan aku di gigit semut," adu Athena seperti anak kecil yang mengadu pada Ayahnya sembari memperlihatkan punggung tangannya.

"Mana semutnya?"

Athena menggeleng. "Nggak tau. Udah pergi mungkin."

Dewa meraih tangan Athena. Melihat tangan gadis itu lalu mengelusnya pelan. "Lebih baik?"

Athena mengangguk sambil tersenyum. "Terima kasih."

Dewa memperbaiki letak kupluk Athena. "Kita masuk sekarang. Ntar ada lagi serangga yang gigit lo."

"Kan ada kamu. Kalau sama kamu aku pasti akan baik-baik aja."

Dewa tidak mendengarkan. Cowok itu berjalan ke belakang kursi roda Athena dan mendorongnya. Di perjalanan mereka diam-diam Dewa tersenyum. Masih terngiang ucapan Athena barusan.

Kalau sama lo gue juga pasti akan baik-baik aja, Na.

///////

~I hope you like this my Story~

Jangan lupa Vote, Comment dan Share. Terus dukung dan support DESTINY;)

See you next Chapter^^



















Salam,

RatihRahma

DESTINY [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang