"Pagi!!"
Athena melangkah beriringan dengan Dewa sembari merangkul cowok itu yang lebih tinggi darinya. Dewa menoleh lalu berhenti berjalan. Menatap Athena membuat gadis itu terdiam dengan kening berkerut.
"Kenapa?" tanya Athena.
Dewa diam. Sebenarnya kemarin ia ingin sekali menanyakan tentang keadaan Athena. Namun ia tidak berani mengirim pesan ataupun menelfon gadis itu. Karena gengsi terlalu tinggi.
"I... Itu..." gumam Dewa bingung harus mulai darimana.
Athena semakin mengerutkan keningnya bingung melihat tingkah Dewa yang entah kenapa berbeda. Terlihat gugup.
"Ada apa, Wa? Kamu mau ngomong apa?" tanya Athena penasaran.
Dewa menatap Athena lalu memalingkan wajahnya. Jantungnya berdegup kencang karena gugup. Kenapa tiba-tiba ia jadi begini? Dewa pun bingung dan hanya bisa menghela napas pelan.
"Itu... Keadaan lo..." lirih Dewa.
Athena langsung paham maksud Dewa. Ia lalu mengangguk. "Aku udah gak apa-apa. Thanks, ya."
"Buat?"
"Karena kemarin kamu udah bantuin aku dari copet. Terus anterin aku pulang. Aku gak bisa bayangin kalo misalkan kamu gak ada waktu itu." Athena menggelengkan kepalanya merinding. Tidak tahu harus berbuat apa andai saja Dewa tidak datang menolongnya.
Dewa mengangguk. Perlahan menarik sudut bibirnya tersenyum tipis. Lega karena Athena baik-baik saja. Walaupun ia masih bingung kenapa Athena tiba-tiba begitu kesakitan kemarin.
"Yuk ke kelas! Udah mau bel!" ujar Athena menarik tangan Dewa. Cowok itu hanya pasrah dan mengikuti langkah Athena.
Syukurlah lo gak apa-apa
"Iya," jawab Athena terus berjalan.
Dewa terkesiap. Apa barusan Athena mendengar ucapannya? Tapi bagaimana bisa? Apa Athena memiliki indera keenam sampai-sampai gadis itu mendengar pikiran orang?
Benar-benar menyeramkan kalau hal itu benar-benar sampai terjadi.
///////
Kantin ramai seperti biasa. Tempat yang paling penuh dari tempat-tempat lainnya hampir di setiap sekolah. Dan disinilah Athena, makan satu meja dengan Dewa bersama Irene, Naomi, dan juga Ben. Mereka jadi tampak lebih nyaman mengobrol sekarang daripada sebelum-sebelumnya. Walaupun sifat Dewa masih sama sih, dingin dan tidak banyak bicara. Mungkin dia hanya menyahut jika ditanya. Itupun jawabannya sangat singkat seperti "Hm", "Ya", "Terserah" dan banyak lagi ragamnya.
Irene dan Naomi juga tidak begitu takut lagi berinteraksi dengan Dewa. Mereka salah selama ini. Mereka pikir Dewa mengerikan karena panggilan troublemaker yang di sandangnya di sekolah. Ternyata semuanya tidak seburuk itu. Malahan Dewa tampak kalem dan tidak mau menyakiti perempuan lewat fisik. Kecuali kata-katanya yang pedas dan menusuk. Membuat lawan bicaranya langsung kicep.
"Oh ya, denger-dengernya nanti ada acara camping, ya?" tanya Irene mencari topik obrolan.
"Iya, buat anak kelas 10 sama kelas 11 aja," sahut Naomi.
"Kok gitu?" tanya Athena penasaran. "Kelas 12 gak ikut?"
"Enggak. Kelas 12 harus banyak belajar buat ujian. Tau sendiri bulan-bulan ini mereka udah banyak ujian. Katanya persiapan buat masuk perguruan tinggi," ujar Irene.
"Camping ini wajib?" tanya Athena lagi.
Ben mengangguk. "Bisa nambah nilai," ujarnya.
Athena mengangguk paham. Ia melihat Dewa yang sejak tadi diam sembari makan.

KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY [ END ]
Teen Fiction"Aku tidak pernah menyalahkan rindu, sebab rindu hadir karena adanya KENANGAN." ~ Dewa Althaf ~ "Aku juga tidak pernah menyalahkan pertemuan, meskipun akhirnya adalah PERPISAHAN." ~ Athena Wiatama Husein~ >>>> Dewa Althaf. Satu nama yang di pandang...