DESTINY-80

2.2K 158 0
                                        

"Nggak istirahat?"

Athena yang duduk di kursi rodanya dengan menghadap ke arah jendela memperlihatkan hujan yang turun menoleh. Menggerakkan kursi rodanya mendekat ke arah Dewa yang sedang melepaskan jaketnya yang basah akibat berlari menembus hujan yang turun.

"Seharusnya kamu nggak kesini kalau cuacanya kayak gini Dewa. Nanti kamu sakit," kata Athena masih memperhatikan Dewa yang sedang mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk yang sempat dia ambil di kamar mandi.

Dewa menghentikan gerakannya dan menoleh dengan tatapan tidak suka. "Lo ngelarang gue?"

Athena menggeleng. "Aku nggak larang. Cuma kamu juga harus perhatiin diri kamu juga. Kalau kamu sakit bagaimana? Aku kan jadi merasa bersalah nantinya." Athena menunduk.

Dewa menghela napas. Berjongkok di depan Athena. Tangannya terulur merapikan kupluk Athena yang bergambar kucing. "Kenapa jadi lo yang merasa bersalah? Gue ngelakuin ini bukan karena lo."

Athena mendongak, menatap Dewa bertanya seolah ia butuh penjelasan lebih lanjut.

"Gue ngelakuin ini karena gue sendiri yang mau. Kalau terjadi sesuatu sama gue itu bukan salah lo. Itu yang namanya resiko. Paham?"

Athena mengangguk pelan. Kepalanya kembali mendongak saat Dewa berdiri. Setiap gerakan yang cowok itu lakukan tidak pernah lepas dari pandangannya.

"Kenapa nggak jawab?"

Athena menelengkan kepalanya ke kanan. Bingung dengan pertanyaan Dewa. "Jawab apa?"

"Pertanyaan gue tadi. Kenapa nggak istirahat?" ulang Dewa.

"Bosen."

"Bosen?" Dewa menaikkan alisnya.

"Iya bosen. Rebahan mulu. Lama-lama punggung aku sakit."

"Lo harus istirahat supaya cepat sembuh. Mau lo lama-lama di tempat ini?"

"Aku nggak akan sembuh, Wa. Penyakit aku tuh udah stadium akhir. Cuma nunggu waktu aja agar aku—"

"Lo bukan Tuhan," potong Dewa cepat. Dari nadanya terdengar tidak begitu suka. Dewa paham kemana arah pembicaraan Athena. "Lo nggak tau kedepannya gimana. Jadi jangan pernah lo ngomong hal yang belum tentu terjadi."

Athena menarik senyumnya tipis. Ia juga sadar bahwa kata-katanya sudah membuat Dewa marah.

"Maaf," lirih Athena menunduk.

"Jangan ulangi. Gue nggak suka kata-kata itu."

Athena mengangguk. Keduanya terdiam, menciptakan suasana yang begitu hening dan... awkward.

"Lo udah makan?" tanya Dewa menghilangkan kecanggungan diantara mereka. Jujur ia tidak ingin bicara seperti tadi pada Athena. Bibirnya bergerak sendiri dengan nada yang dingin. Melihat Athena murung seperti saat ini membuat Dewa merasa bersalah.

"Udah," jawab Athena masih menunduk. Memainkan jari-jarinya.

"Minum obat?"

Athena mengangguk lagi. "Udah juga."

Dewa menghela napas. Memutar otak agar Athena tidak murung lagi. Karena Dewa tidak suka melihatnya. Dewa menoleh pada vas yang terletak di nakas samping tempat tidur Athena. Dimana bunga mawar tersebut sudah layu dan satu persatu kelopaknya mulai berjatuhan.

"Mau bunga yang baru?" tanya Dewa kembali menoleh pada Athena. Benar yang ia duga, Athena langsung mengangkat kepalanya dan menatapnya.

"Bunga?" Athena melihat bunga mawarnya. "Ohh, udah layu, ya," gumamnya.

DESTINY [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang