EXTRA-PART 02

6.4K 242 77
                                        

Suara takbir menggema di setiap Mesjid. Menyambut hari kemenangan bagi seluruh umat muslim di dunia setelah berpuasa satu bulan lamanya. Semuanya saling bermaaf-maafan, mengucapkan kalimat "Minal Aidzin Walfaidzin" sekaligus melepas rindu pada sanak saudara dan kembali berkumpul dengan keluarga.

Di depan rumah bercat putih yang terdapat mobil-mobil berjejer rapi, Dewa baru saja keluar dari dalam mobilnya. Pemuda itu mendekati gerbang yang terbuka lebar. Ia menoleh ke arah pos satpam dan terlihat kosong. Dewa menebak bahwa satpam tersebut sedang libur untuk merayakan lebaran ini bersama keluarganya.

Langkahnya kembali berjalan menuju pintu utama. Sudah sepuluh tahun lamanya rumah tersebut masih berdiri kokoh tanpa dirubah sedikitpun. Mengingatkannya pada kenangan tentang sepuluh tahun silam yang masih jelas membekas di ingatannya.

Pandangan Dewa terkunci pada sebuah objek di dekat kolam ikan Koi yang terdapat di dekat pojok gerbang halaman belakang. Terdapat kumpulan bunga mawar yang tumbuh dan mekar dengan cantiknya. Apalagi saat di terpa angin seolah bunga-bunga tersebut sedang menari.

"Bang Dewa?"

Dewa menoleh. Melihat Alan yang kini sudah berusia 12 tahun berdiri di dekatnya. Dia begitu tampan dengan setelan pakaian koko warna putih yang membalut tubuhnya. Tidak salah sih, karena saat kecil Alan sudah menunjukkan visualnya sendiri.

Dewa menatap lama Alan saat tatapannya tanpa sengaja melihat mata Alan yang sekilas mirip dengan Athena. Gadis itu, Ah, Dewa semakin tidak bisa melupakannya.

"Alan, lama tidak bertemu," kata Dewa sedikit menunduk agar bisa melihat Alan.

"Bang Dewa yang sibuk! Makanya jarang ketemu!" rajuk Alan.

Dewa terkekeh lalu membungkuk. Tangannya terangkat mengacak rambut hitam legam Alan. "Sepertinya permintaan maaf saja tidak akan cukup?" ujar Dewa dengan nada bertanya.

Alan menggeleng. "Aku akan maafin Bang Dewa dengan satu syarat!"

Dewa mengangkat alisnya. "Apa?"

Alan tersenyum lalu berbisik pada Dewa. Seketika Dewa terkekeh dengan permintaan Alan padanya. Alan segera memberi gestur agar Dewa jangan tertawa. Karena ini hanya rahasia mereka berdua.

"Ssttt... jangan ketawa, Bang," bisik Alan memperingati.

"Iya, iya, maaf. Ini hanya jadi rahasia kita."

Alan tersenyum lalu menunjukkan jempolnya pada Dewa. "Ayo Bang masuk. Semuanya sudah berkumpul di dalam." Alan menarik tangan Dewa masuk ke rumah. Benar saja, semua sanak saudara dari keluarga Wiatama sudah berkumpul. Bapak-bapak berkumpul di ruang tengah sembari mengobrol. Namun kali ini berbeda, tidak ada lagi laki-laki paling dihormati di keluarga ini. Wisnu Wiatama, sudah berpulang lebih dulu setelah tiga tahun kepergian sang cucu perempuan.

Sedangkan bagian ibu-ibu jelas mereka sekarang berada di dapur untuk menyiapkan makanan. Dibantu anak-anak perempuan mereka yang sudah tumbuh dewasa.

Arlen, anak Arvin dan Elena yang berusia tujuh tahun sedang asik bermain bersama si polisi kembar yaitu Bima dan Bimo. Sam yang sekarang sudah menjadi seorang TNI AD yang mengikuti jejak sang Ayah dan Kakeknya sedang berbincang di dekat Arlen, Bima dan Bimo dengan seorang perempuan cantik yang tidak lain adalah tunangannya. Mereka sudah bertunangan setahun yang lalu. Dan kabarnya akan mengadakan pernikahan di tahun depan.

Rumah ini sekarang sudah banyak diisi oleh anak-anak. Membuat suasana semakin hidup dan ramai dengan kehadiran para malaikat-malaikat kecil yang menggemaskan itu.

Dewa menoleh saat ia mendengar suara ribut di dekat Arlen dan si kembar Bima dan Bimo duduk beralasan karpet bulu yang lembut. Kegiatan bermain robot-robotan mereka juga teralihkan pada anak laki-laki dan perempuan yang kira-kira masih berusia lima tahun itu. Mereka tengah memperebutkan sebuah boneka kucing yang terlihat familiar di ingatan Dewa.

DESTINY [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang