Suara alarm yang berbunyi begitu nyaring membuat Athena tersentak dari tidurnya. Gadis itu mengulurkan tangannya untuk mematikan alarm yang terus berbunyi tanpa henti. Membuat Athena kesal karena tidurnya sudah di ganggu.
Tidak juga bisa menggapai jam wekernya yang terus berbunyi tanpa henti, Athena bangkit dari tidurnya. Meraih jam wekernya di atas nakas samping tempat tidur dan mematikannya tanpa perasaan.
Kembali Athena merebahkan diri di kasur dengan memeluk Kitty. Lagi-lagi tidurnya harus terganggu mendengar suara tawa dari lantai bawah. Di tambah aroma wangi masakan yang tiba-tiba membuat perutnya berbunyi.
"Ya ampun ... Mimi kenapa jago banget sih bangunin gue," dumel Athena pada dirinya sendiri. Selalu saja masakan Ibunya itu menjadi senjata utama supaya Athena bangun dari tidurnya yang seperti kebo.
Athena menyibakkan selimut bergambar kucingnya. Berjalan keluar kamar menuruni satu persatu anak tangga menuju dapur. Bahkan ia masih menguap seraya menggaruk kepala. Athena duduk di kursi meja makan masih dalam keadaan menguap.
Sungguh bangun pagi di weekend ini benar-benar menyusahkan. Niat hati ingin bangun siang dan bermalas-malasan, eh, malah tidak bisa. Hana selalu punya banyak cara membangunkan anak-anaknya dari tarikan kasur yang empuk.
"Pagi!" Hana menyapa putrinya yang terlihat masih mengantuk. "Cuci muka dulu sana. Sedikit lagi masakan Mimi siap."
Athena menggeleng. "Pengen makan sekarang. Udah laper."
"Jorok ih. Cuci muka dulu. Nggak malu sama Dewa?"
"Mi, Dewa, kan, di rumahnya. Jadi dia nggak akan tau."
"Siapa bilang?"
"Hah?" Bingung Athena
Belum sempat Hana bicara, seseorang yang baru keluar dari dapur dengan kedua tangan membawa tumpukan piring menyela.
"Tante, ini piringnya di letakkan di—" ucapan Dewa terhenti diikuti dengan langkahnya. Menatap Athena yang sudah terdiam sembari menatapnya dengan mata membulat dan mulut yang sedikit terbuka.
"Hik!" Athena cegukan dan seketika sadar dari keterkejutannya saat melihat Dewa. Segera ia bangkit dan berlari dengan kencang masuk ke kamar sembari mengumpati dirinya sendiri. Sungguh ia benar-benar tidak tahu jika Dewa sudah ada di rumahnya sepagi ini.
Apa ini kerjaan Hana? Diam-diam mengajak Dewa ke rumah untuk mempermalukan Athena?
"Kenapa Dewa bisa disini sih? Apa tadi dia liat gue ya? Pasti lihat, kan? Aduuuh ... gimana nih?"
Athena melihat dirinya sendiri di cermin. Piyama bergambar kucing dan rambut yang acak-acakan khas bangun tidur. "Aaaaaaa! Gue malu bangeeeettt! Bisa-bisa Dewa ilfil sama gueeee!"
Athena guling-guling di atas tempat tidur. Benar-benar tidak bisa menghadapi Dewa sekarang. Ia benar-benar malu bertemu dengan Dewa.
TokTokTok!
Suara ketukan pintu kamarnya terdengar diiringi suara seseorang dari luar.
"Na, lo nggak apa-apa?"
Athena terdiam. Ia semakin malu mendengar suara Dewa barusan.
"Na, lo nggak apa-apa, kan?"
Athena harus bagaimana sekarang? Apa dia harus lompat dari balkon dan menceburkan diri di kolam supaya tidak bertemu dengan Dewa? Kejadian memalukan itu benar-benar membuatnya tidak ingin keluar dari kamar.
"Na, lo—"
"Aku nggak apa-apa, Wa!" teriak Athena dari dalam kamar memotong panggilan Dewa.
"Beneran lo nggak apa-apa?" tanya Dewa lagi.
"Iya! Kamu ke bawah aja. Aku masih malu!"
Dewa langsung terkekeh mengingat betapa lucunya Athena tadi. Gadis itu langsung ngacir ke kamarnya setelah sadar dengan keadaan dirinya sendiri.
"Gue ke bawah. Lo jangan lupa turun, sarapan."
"Iya!"
Dewa kemudian berbalik menuruni anak tangga. Masih dengan kekehan pelan seraya menggelengkan kepalanya mengingat tingkah Athena.
Setelah tidak mendengar suara apapun lagi Athena menebak bahwa Dewa sudah pergi dari depan kamarnya. Athena akhirnya bisa bernapas lega. Kembali ia berdiri di depan cermin. Menatap pantulan dirinya sembari berucap lirih, "Dewa nggak akan ilfil, kan?"
///////
Athena duduk di kursi bersebelahan dengan Hana. Saat ini ia sudah lebih cantik dan wangi. Tidak kucel lagi seperti tadi pagi. Athena mencoba bersikap normal seolah kejadian memalukan tadi pagi tidak pernah terjadi padanya. Padahal sebenarnya ia benar-benar sangat malu walaupun hanya sekedar bertatap muka dengan Dewa.
"Ini semua ide Mimi, kan? Mimi mau mempermaluin aku di depan Dewa, iya kan?" Athena berbisik di sebelah telinga Hana dengan nada yang menginterogasi.
"Astaghfirullah, dek. Mimi nggak sejahat itu buat malu-maluin kamu depan Dewa," ujar Hana dengan ekspresi terkejut yang di buat lebay. Padahal dia sudah menahan tawa sejak tadi. Sungguh lucu melihat putrinya salah tingkah seperti tadi di depan laki-laki.
"Ayah, masa Adek nuduh Mimi maluin-maluin dia di depan Dewa, sih?" Hana mengaduh pada Husein yang malah terkekeh melihat raut wajah putrinya yang manyun.
"Mimi nyebelin, ih!" ujar Athena merajuk.
"Jangan manyun! Malu sama Dewa," peringat Hana melirik Dewa yang sejak tadi diam sambil senyum-senyum melihat Athena.
"Nggak usah senyum-senyum!" sentak Athena pada Dewa kemudian menunduk. "Aku malu," lirihnya meremas jari-jarinya.
Hana dan Husein kompak tertawa. Merasa lucu dengan tingkah Athena.
"Udah, nggak usah gangguin Athena lagi. Ayo kita makan. Ayah udah laper," ujar Husein menyudahi acara menggoda Athena.
Mereka makan diiringi obrolan ringan. Dewa memang di ajak oleh Hana sekaligus bos di tempat ia bekerja untuk sarapan di rumah mereka. Sejujurnya Dewa sudah menolak karena segan dan tidak enak. Tapi karena Hana terus memaksanya membuat Dewa mau tak mau harus menerimanya.
Selesai makan mereka duduk-duduk di taman belakang rumah. Duduk berhadapan dengan papan catur yang berada di tengah-tengah meja. Tadi selesai makan Husein langsung menantang Dewa untuk bermain catur dan Dewa menyanggupinya.
Disinilah mereka sekarang. Athena yang duduk di sebelah Dewa dan Hana yang duduk di sebelah Husein—suaminya. Keduanya mengambil tempat sebagai suporter kedua laki-laki itu.
"Skak," ujar Dewa berhasil mengepung raja Husein yang berwarna putih.
"Benarkah? Wah, tidak bisa di biarkan ini. Harus kita kalahkan ini, Mi," ujar Husein menegakkan tubuhnya. Fokus pada permainan untuk membalikkan keadaan pionnya.
"Semangat Ayah!" Hana memijat-mijat pundak Husein. Memberikan semangat.
Athena juga tidak tinggal diam. Ia juga memijat lengan Dewa bahkan mengambilkannya minum dan menyuapkan buah-buahan yang sudah di kupas kulitnya. Athena melayani Dewa bak seorang raja.
"Semangat, Wa! Kamu pasti bisa ngalahin Ayah. Kalau kamu bisa, Ayah akan memberikan kamu hadiah! Apapun itu!"
Dewa menoleh. "Benarkah? Kenapa bisa?"
"Soalnya dari dulu nggak ada yang bisa ngalahin Ayah main catur. Kita sekeluarga udah mencoba tapi gagal. Cuma satu orang yang bisa ngalahin Ayah, yaitu Kakek Wisnu Wiatama!"
Dewa mengangguk-angguk mendengar penjelasan Athena. Apakah ini sebuah kesempatan untuknya? Jika ia menang maka Husein akan memberikan hadiah padanya. Apapun itu.
Dewa melirik Athena yang begitu serius memperhatikan Husein. Ia lantas tersenyum saat memikirkan sesuatu ketika menang nanti.
///////
~I hope you like this my story~
See you next Chapter^^
Salam,
RatihRahma

KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY [ END ]
Fiksi Remaja"Aku tidak pernah menyalahkan rindu, sebab rindu hadir karena adanya KENANGAN." ~ Dewa Althaf ~ "Aku juga tidak pernah menyalahkan pertemuan, meskipun akhirnya adalah PERPISAHAN." ~ Athena Wiatama Husein~ >>>> Dewa Althaf. Satu nama yang di pandang...