"Jadi kamu Dewa?"
Dewa yang sedang duduk sendiri di kursi taman rumah sakit dengan pikiran melamun seketika menoleh pada Arvin yang baru saja mendudukkan dirinya di sebelah Dewa.
Dewa hanya mampu mengangguk. Pikirannya masih kacau tentang Athena. Satu hal di otaknya sekarang, apakah Athena sudah sadar?
Arvin menatap Dewa yang lagi-lagi melamun. Dia memperhatikan Dewa, celana abu-abu dengan baju kaos hitam, di tambah rambut yang acak-acakan. Dilihat sekilas orang-orang pasti akan langsung menyimpulkan bahwa Dewa adalah sosok badboy. Cowok urakan yang selalu mencari masalah.
Ia melirik tangan Dewa yang memegang seragam sekolahnya yang sudah tercemar oleh darah. Arvin semakin menebak bahwa Dewa mengorbankan bajunya sendiri demi menghalangi luka Athena supaya tidak bertambah parah.
Arvin tersenyum tipis. Baru kali ini ia melihat ada cowok yang begitu mementingkan Athena daripada dirinya sendiri kecuali Ayahnya, Avran dan dirinya tentu saja.
"Kamu yang sudah nolongin adik saya?" tanya Arvin membuka pembicaraan setelah lama mereka terdiam.
Dewa lagi-lagi hanya mampu mengangguk. Semangatnya seolah hilang. Pikiran-pikiran aneh tentang Athena selalu menghantuinya.
"Terimakasih, kamu sampe ngorbanin seragam sendiri demi adik saya," kata Arvin lagi.
"Kamu gak mau ketemu sama Athena? Dia sudah sadar. Daritadi nyariin yang namanya Dewa," ujar Arvin bersandar.
Mendengar itu Dewa langsung menoleh cepat.
"Athena udah sadar?" ulangnya yang diangguki oleh Arvin.
Tanpa banyak kata lagi Dewa langsung berdiri dan berlari masuk kembali ke gedung rumah sakit. Tidak peduli saat orang-orang di lorong memakinya karena tidak sopan dan main nyelonong saja. Yang jadi tujuan utamanya sekarang adalah Athena. Karena apapun itu Athena lebih penting.
Dewa langsung membuka pintu ruang rawat Athena. Menatap ke arah ranjang dimana Athena sudah duduk dan menoleh padanya sembari tersenyum. Dewa langsung mendekat dan membawa Athena kedalam pelukannya. Mendekapnya erat seolah memberitahukan bahwa ia benar-benar khawatir.
Athena yang mendapatkan perlakuan Dewa itu langsung tersenyum dan membalas pelukan Dewa. Melingkarkan tangannya di pinggang cowok itu erat. Membenamkan wajahnya di dada Dewa dengan kehangatan yang di berikan cowok itu.
"Maaf," lirih Athena.
Dewa memejamkan matanya mendengar lirihan Athena. Ia semakin mengeratkan pelukannya dan meletakkan dagunya di puncak kepala gadis itu.
Sungguh, ia benar-benar takut.
Dewa mengurai pelukannya, menatap Athena dalam. Dari matanya masih tersirat perasaan cemas yang begitu dalam. Cowok itu duduk di pinggir brankas, berhadapan dengan Athena.
"Masih sakit?" tanya Dewa menyentuh perban di kepala Athena hati-hati. Ia tidak mau sampai membuat Athena terluka lagi.
Athena mengangguk. Tidak ingin berbohong. "Udah gak kaya tadi lagi sakitnya."
Dewa menyampirkan rambut Athena ke belakang telinganya. Mengusap wajah gadis itu dengan tangannya. Membuat Athena menutup mata, merasakan kehangatan dan kenyamanan saat tangan Dewa menyentuhnya.
"Maaf, karena gue gak bisa jagain lo," lirih Dewa merasa bersalah.
Athena membuka matanya. Meraih tangan Dewa di wajahnya. Gantian sekarang gadis itu yang mengenggamnya.
"Kamu gak salah. Ini semua cuma kecelakaan. Jadi jangan salahin diri kamu sendiri, ngerti?"
"Tapi kalo gue gak—"

KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY [ END ]
Novela Juvenil"Aku tidak pernah menyalahkan rindu, sebab rindu hadir karena adanya KENANGAN." ~ Dewa Althaf ~ "Aku juga tidak pernah menyalahkan pertemuan, meskipun akhirnya adalah PERPISAHAN." ~ Athena Wiatama Husein~ >>>> Dewa Althaf. Satu nama yang di pandang...