Athena melirik ke arah bangku Dewa yang kosong. Beberapa hari ini Dewa tidak masuk sekolah tanpa alasan yang jelas. Bahkan setiap Athena menelepon ataupun mengirim pesan pada Dewa, cowok itu tidak pernah meresponnya. Athena jadi semakin khawatir karena Dewa tidak pernah lagi terlihat olehnya. Seolah menghilang di telan bumi.
Saat Athena bertanya pun pada Ben yang notabenenya adalah sahabat dekat Dewa, cowok itu juga tidak tahu. Sama halnya seperti Athena, setiap Ben mencoba menelepon Dewa, tidak pernah di respon sama sekali oleh cowok itu. Entah kenapa perasaan Athena jadi semakin tidak karuan.
"Masih mikirin Dewa?"
Pertanyaan dari Naomi tidak membuat lamunan Athena tentang Dewa buyar. Gadis itu masih menatap lurus ke arah bangku Dewa.
Naomi dan Irene saling pandang lalu menghela napas. Akhir-akhir ini juga Athena sering melamun. Bahkan sampai membuat Athena tiba-tiba mimisan dan berujung pingsan. Membuat mereka semakin khawatir terlebih lagi melihat kondisi Athena yang terlihat lebih kurus dengan pipi tirus dan wajah pucat. Athena juga gampang lelah walaupun cuma berjalan sebentar.
"Na, mau kemana?" tanya Irene saat Athena tiba-tiba berdiri.
"Gue mau nyari Ben."
"Ngapain?"
"Mau nanya soal Dewa." Setelahnya Athena berlalu ke kelas Ben. Athena melirik ke dalam kelas. Celingak-celinguk mencari sosok cowok itu. Namun tidak ada.
Athena menghela napas lelah. Memutuskan untuk duduk di bangku panjang depan kelas Ben. Menundukkan kepala seraya menormalkan napasnya yang tiba-tiba sesak. Kepalanya juga terasa sedikit berdenyut.
"Athena? Lo nggak apa-apa?"
Athena mendongak. Menatap sosok menjulang yang berdiri di depannya dengan tatapan khawatir. Sejenak Athena berharap kalau yang berdiri di depannya saat ini adalah Dewa.
"Ben, kita duluan, ya," ujar salah satu teman sekelas Ben berlalu masuk ke kelas.
Ben duduk di sebelah Athena. Tatapannya terlihat khawatir dengan keadaan Athena yang akhir-akhir ini sering drop.
"Lo sakit? Gue anterin ke UKS, ya," tawar Ben memegang pundak Athena pelan, berusaha untuk tidak menyakiti gadis kurus ini.
Athena menggeleng. Sekuat mungkin ia menatap Ben. "Gue mau nanya soal Dewa. Please, Ben, kasih tau gue Dewa dimana. Lo sahabat dekatnya dan lo pasti tau."
"Beneran, Na, gue nggak tau. Gue udah coba hubungin dia tapi nggak di angkat. Beneran, gue nggak bohong," ujar Ben meyakinkan karena memang begitulah faktanya.
Athena kembali menghela napas lelah. Bagaimana caranya agar ia bisa mengetahui keberadaan Dewa? Mencari tahu di tempat kerjanya? Tidak mungkin karena Dewa sudah resign dari pekerjaannya dan Hana sendiri yang memberitahu Athena tentang Dewa yang tiba-tiba keluar dari pekerjaannya di restoran milik Hana.
"Kenapa Dewa tiba-tiba begini?" lirih Athena pelan yang masih terdengar begitu jelas oleh Ben.
Cowok itu terdiam. Pikirannya langsung tertarik saat kejadian di depan kontrakan Dewa beberapa hari yang lalu. Ben sedikit ragu apakah dia harus memberitahu Athena atau tidak perihal masalah itu.
"Lo tau dimana kontrakan Dewa?" Athena menatap Ben dengan mata berbinar, berharap cowok itu mengetahuinya dan mau memberitahunya.
Perlahan Ben mengangguk. "Tau. Dewa tinggal di kontrakan gak jauh dari sekolah."
"Bisa lo antar gue kesana?"
"Ta—Tapi ...."
"Gue mohon, Ben. Gue bener-bener khawatir sama Dewa. Please, lo mau kan?"
Melihat tatapan berharap dan tulus Athena membuat Ben seketika luruh. Dia pun mengangguk. "Oke, gue anterin. Tapi gue nggak bisa mastiin Dewa ada di kontrakannya atau enggak. Karena gue juga nggak tau dia dimana."
Athena mengangguk sambil tersenyum. Walaupun perasaan tak karuan itu masih terus menggelayutinya tanpa henti.
///////
Athena turun dari motor Ben saat keduanya sampai di depan kontrakan Dewa. Gadis menatap bangunan petak yang selama ini tempat Dewa berteduh dari panas dan hujan.
"Ini kontrakan Dewa?" Athena kembali bertanya untuk memastikan, dan di balas anggukan kepala oleh Ben.
"Dewa tinggal sendiri. Bokapnya udah lama meninggal," kata Ben memberitahu Athena tanpa gadis itu suruh. Entahlah, mulutnya tiba-tiba bergerak sendiri untuk memberitahu sebuah fakta tentang Dewa pada Athena.
"Nyokapnya?"
Ben diam sebentar sebelum menjawab seraya menghela napas. "Nyokap Dewa nikah lagi dan sekarang di Surabaya."
Athena tertegun. Memilih tidak bertanya lagi. Dadanya semakin berdetak tak karuan. Fakta ini terlalu mengejutkannya.
Diam-diam Athena tersenyum tipis. Bangga pada Dewa yang bisa menjalani hidupnya walaupun tidak ada orang tua yang akan mendukungnya. Bangga karena selama ini Dewa bisa bertahan dari kerasnya hidup. Tidak bisa di pungkiri lagi seberapa besar rasa kagum Athena pada sosok Dewa yang secara diam-diam sudah masuk ke relung hatinya. Membuat tempat tersendiri di hidup Athena.
"Kayaknya Dewa nggak ada di rumah deh, Na. Rumahnya kosong terus motornya nggak ada," kata Ben setelah mengecek kontrakan Dewa lewat celah-celah jendela.
Athena kembali melihat layar ponselnya. Berharap Dewa akan menghubunginya. Namun hasilnya nihil. Tidak ada satupun notifikasi yang ia tunggu-tunggu masuk ke ponselnya.
"Loh, nak Ben. Ngapain kesini?"
Athena dan Dewa menoleh pada Bu Tuti. Wanita itu tersenyum ramah pada Athena yang di balas anggukan olehnya.
"Bu, Dewa kemana, ya? Kok rumahnya kosong?" tanya Ben.
"Dewa belum pulang. Setelah Dewa bertengkar beberapa hari yang lalu, dia tidak pernah lagi pulang ke kontrakan," jelas Bu Tuti.
Athena sontak menoleh pada Ben. "Bertengkar?" gumamnya lalu beralih pada Bu Tuti. "Sama siapa, Bu, kalo boleh tau?"
"Cowok, neng. Ibu nggak tau siapa. Tapi sepertinya Dewa sangat marah sampai mukul cowok itu."
Athena kembali melirik Ben yang langsung salah tingkah.
"Ya sudah, Bu. Kita tunggu Dewa aja. Siapa tau nanti dia pulang," ujar Ben berusaha menghindar dari tatapan intimasi Athena.
Bu Tuti mengangguk lalu pergi. Athena langsung menghadang Ben seraya menatapnya tajam. Berusaha meminta penjelasan lebih lanjut.
"Cerita sama gue. Dewa bertengkar sama siapa dan kenapa? Gue yakin lo pasti tau. Nggak usah bohong lo sama gue," kata Athena dingin, terkesan memerintah.
Ben menghela napas sambil menggaruk kepalanya yang tiba-tiba gatal. Bingung harus mulai darimana.
"Ben, please, cerita sama gue!" ujar Athena lagi dengan nada memohon.
Ben menyerah. Tidak tahan kala melihat mata Athena yang sudah berkaca-kaca di tambah wajahnya yang semakin terlihat pucat. Ben menghela napas. Melepas jaketnya dan memakaikannya pada kedua pundak Athena. Membawanya ke teras kontrakan Dewa dan duduk di kursi plastik yang terdapat di sana.
"Cerita, Ben," pinta Athena.
Ben kembali menghela napas. Kali ini lebih berat. Lalu menceritakan semua yang dia ketahui saat kejadian itu terjadi.
///////
~I hope you like this my story~
See you next Chapter^^
Salam,
RatihRahma

KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY [ END ]
Novela Juvenil"Aku tidak pernah menyalahkan rindu, sebab rindu hadir karena adanya KENANGAN." ~ Dewa Althaf ~ "Aku juga tidak pernah menyalahkan pertemuan, meskipun akhirnya adalah PERPISAHAN." ~ Athena Wiatama Husein~ >>>> Dewa Althaf. Satu nama yang di pandang...