Dewa menghentikan motornya di sebuah rumah kontrakan sederhana. Rumah yang menjadi tempatnya tinggal selama ini. Rumah kecil namun nyaman baginya. Ya, itu sudah cukup bagi Dewa asalkan ia bisa berteduh dari panas dan hujan.
Dewa membuka helmnya dan berjalan ke arah pintu. Membuka kunci kontrakan yang sengaja ia satukan dengan kunci motor supaya tidak lupa. Jadi, kemanapun ia pergi kunci rumahnya akan ia bawa bersama kunci motor.
Dewa membuka pintu dan hendak berjalan masuk. Namun sebuah seruan yang memanggilnya membuat Dewa menoleh pada seorang ibu-ibu bertubuh gempal dengan pakaian dasternya berjalan menghampiri Dewa.
Dewa tersenyum ramah pada wanita yang kira-kira berusia kepala lima itu.
"Malam Dewa. Kamu baru pulang?" tanya Bu Tuti ramah seperti biasanya.
"Iya, Bu," jawab Dewa menghampiri. "Ada apa, Bu?" tanya Dewa.
Bu Tuti memberikan sesuatu pada Dewa. Sebuah amplop coklat.
"Tadi ada yang ngasih ini buat kamu. Karena kamu belum pulang, jadi Ibu amanin dulu. Tenang saja, Ibu gak intip kok. Lihat, masih rapi, kan?"
Dewa tersenyum. Mengambil amplop tersebut. "Terimakasih, Bu."
"Iya, sama-sama. Ya sudah, Ibu pulang dulu, ya."
Dewa mengangguk.
"Oh iya, Ibu sudah masakin makanan buat kamu. Itu ada di atas meja. Kamu jangan lupa makan, ya?" ujar Bu Tuti.
"Iya, Bu. Sekali lagi terimakasih."
Bu Tuti tersenyum dan berbalik pergi.
Dewa kembali membuka pintu rumahnya. Masuk kedalam setelah mengambil rantang makanan yang terletak di atas meja terasnya.
Suasana gelap menyapa Dewa saat pertama kali ia berjalan masuk. Dewa mencari tombol lampu dan menghidupkannya. Seketika ruangan yang tadinya gelap sekarang sudah terang.
Dewa berjalan ke kamarnya setelah melepas sepatu. Ia merebahkan tubuhnya di atas kasur untuk menghalau penat di tubuhnya. Dewa duduk, berjalan menghampiri meja belajarnya. Menatap amplop coklat tersebut dengan nanar.
Dewa sudah tahu apa isi amplop tersebut. Jadi ia tidak perlu repot-repot membukanya. Dewa membuka laci meja belajarnya dan menaruh amplop tersebut disana. Sudah banyak amplop yang persis sama di dalam laci mejanya. Tapi sedikitpun Dewa tidak pernah menyentuhnya sama sekali. Tidak pernah.
TokTokTok!
Pintu kontrakannya di ketuk. Dewa berdiri dan membuka pintu. Melihat seorang gadis berambut panjang berdiri dengan senyuman di wajahnya.
"Hai," sapa Selina. Masih menampilkan senyum cantiknya pada Dewa.
"Ngapain lo disini?" tanya Dewa heran.
Biasanya malam-malam Selina tidak pernah ke kontrakannya. Mungkin kalau siang sih sering. Tapi karena Dewa selalu pulang malam akhir-akhir ini karena bekerja, Selina jadi tidak bisa ke rumahnya lagi.
"Ini, gue bawain makanan buat lo. Lo pasti belum makan, kan?" ujar Selina melihat pakaian Dewa. Cowok itu masih mengenakan seragam sekolah yang artinya cowok itu baru pulang.
Selina menyodorkan sebuah rantang plastik pada Dewa. Cowok itu hanya diam. Tanpa ada niat untuk mengambilnya.
"Gak usah. Buat lo aja," ujar Dewa.
"Gak apa-apa. Gue sengaja bawa buat lo."
Dewa menghela napas. Ia kemudian berjalan masuk dan mengambil sebuah rantang yang tadi di berikan oleh Bu Tuti padanya. Memperlihatkannya pada Selina.
![](https://img.wattpad.com/cover/229239070-288-k802179.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY [ END ]
Fiksi Remaja"Aku tidak pernah menyalahkan rindu, sebab rindu hadir karena adanya KENANGAN." ~ Dewa Althaf ~ "Aku juga tidak pernah menyalahkan pertemuan, meskipun akhirnya adalah PERPISAHAN." ~ Athena Wiatama Husein~ >>>> Dewa Althaf. Satu nama yang di pandang...