"Bisa nggak usah liatin gue terus?"
Athena tidak mendengarkan. Ia masih menatap Dewa yang sekarang sudah duduk di sebelahnya. Rasanya masih belum percaya jika Dewa sekarang disini, bersamanya. Walaupun sikap cowok itu masih dingin seperti sebelumnya.
Dewa menghela napas. Athena tidak mendengarkan kata-katanya. Dengan gemas Dewa menyentil pelan kening gadis di sampingnya ini.
"Aw! Kenapa lagi sih?" tanya Athena mengelus keningnya. "Aku ini pasien Dewa! Nggak boleh disakitin!"
"Abisnya gue ngomong lo nggak denger."
"Kan bisa baik-baik."
Dewa menghela napas lagi. Menggeser duduknya lebih dekat. Dewa menangkup wajah pucat Athena, memutar kepala gadis itu menghadapnya. Perlahan Dewa mendekatkan wajahnya. Mencium kening Athena dengan lembut dan penuh kehati-hatian. Takut jika nanti Athena kesakitan.
Athena diam dengan mata membulat, di tambah jantungnya yang berdegup kencang. Merespon cepat dengan apa yang di lakukan Dewa padanya. Lagi-lagi Athena harus di hadapkan pada situasi tidak terduga seperti ini.
Dewa menarik dirinya. Menatap lembut Athena yang masih terdiam dengan ekspresi terkejut yang justru menggemaskan.
"Udah lebih baik?" Dewa mengelus pipi Athena lembut dengan ibu jarinya. Tidak melepaskan tatapannya dari pancaran mata indah itu. Dewa kembali terhanyut melihatnya. Perasaan hangat itu kembali menjalar di lubuk hatinya.
Athena tersentak lalu berdehem kikuk. "Aku nggak apa-apa. Makasih." Athena tersenyum canggung. Jujur ia belum begitu terbiasa dengan semua sikap manis Dewa. Walaupun terlihat biasa dan tidak spesial, bagi Athena semua sikap Dewa itu gentle dan romantis.
"Mendung. Mau turun hujan. Lebih baik kita segera ke kamar rawat lo." Dewa berdiri. Berjalan ke belakang kursi roda Athena dan mendorongnya.
"Dewa," panggil Athena. Dewa hanya berdehem pelan. "Aku masih nggak percaya kamu disini sekarang."
"Buktinya gue disini."
Athena mengangguk. "Ya aku masih belum percaya aja. Rasanya seperti mimpi."
"Mau gue sentil lagi supaya lo bisa bedain ini mimpi atau nyata?" ujar Dewa tajam. Athena seketika merengut dengan bibir manyun seperti bebek.
"Kamu kenapa masih kasar sih sama aku? Atau jangan-jangan kamu mau balas dendam? Datang kesini bukan untuk minta maaf, tapi karena kasihan karena hidup aku nggak akan lama lagi. Iya kan?"
Seketika Dewa berhenti begitu juga kursi roda Athena yang di dorongnya. Athena menoleh kebelakang, mendongak menatap Dewa yang memandang lurus ke depan. Dapat Athena lihat rahang Dewa mengeras seperti menahan emosi. Tangannya juga meremas pegangan kursi roda.
Athena meneguk ludahnya susah payah. Merasa kalau ucapannya barusan sudah keterlaluan.
"Dewa, aku cuma—"
"Gue nggak suka kata-kata itu," potong Dewa dingin. Kini tatapannya tepat menusuk mata Athena. "Hidup dan Mati itu bukan urusan manusia. Jadi jangan pernah lo ngomong kaya gitu karena lo bukan Tuhan, Na."
Athena menunduk, merasa bersalah. "Maaf," lirihnya.
Dewa kembali mendorong kursi roda Athena sampai mereka tiba di depan kamar rawat Athena. Dewa membuka pintu dan masuk. Cowok itu berhenti di samping kasur Athena. Menggendong gadis itu ke atas kasur.
"Kamu mau kemana?" tanya Athena menahan tangan Dewa yang hendak berbalik. "Jangan pergi lagi," lirih Athena.
"Gue nggak pergi. Gue cuma mau keluar bentar."

KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY [ END ]
Fiksi Remaja"Aku tidak pernah menyalahkan rindu, sebab rindu hadir karena adanya KENANGAN." ~ Dewa Althaf ~ "Aku juga tidak pernah menyalahkan pertemuan, meskipun akhirnya adalah PERPISAHAN." ~ Athena Wiatama Husein~ >>>> Dewa Althaf. Satu nama yang di pandang...