Igo berjalan menghampiri Vanya yang duduk lemah di kantin. Perasaannya tak karuan sejak melihat Vanya digotong dipapah di lapangan. Ketika bel berbunyi ia langsung mencari kekasihnya itu linglung.
Igo yakin itu Vanya. Ketika gadis itu sempoyongan meninggalkan kantin. Ia mempercepat langkahnya melewati siswa lain yang wara-wiri. Tak peduli apa yang ada dipikiran satu sekolah tentang sikapnya yang sangat mempedulikan anak kelas satu itu.
"Va." Tepat di tubuhnya Vanya terkulai.
Dengan sigap Igo menggendong Vanya dan membawanya ke UKS. Wajahnya sangat khawatir dan ia tak henti memberi perhatian penuh pada kekasihnya. Sampai bel berbunyi tanda istirahat usai, ia tetap menjaga kekasihnya. Tak peduli apapun penilaian orang padanya, tak ia hiraukan Ruben yang ternganga ataupun Roland, Mail dan Pandu yang menatapnya penuh tanda tanya.
"Bagaimana?"
"Dia butuh dokter."
"Apa disini enggak ada tenaga medis?"
Kepanikan Igo sangat luar biasa!
Mengundang kecemasan sekitarnya yang serba salah meskipun dalam pikiran mereka ingin tahu apa yang terjadi antara sepasang siswa yang semester lalu terlibat pertarungan sengit.
Diam-diam Ruben menghubungi nomor rumah Vanya dan menitipkan pesan untuk meminta Alvaro ke sekolah untuk menjemput Vanya.
Dalam keheningan dan kecemasan, Igo hanya bisa menjaga Vanya disisinya.
"Ruben?" Mutia bingung melihat Ruben hanya duduk di depan UKS. Ia melihat ke dalam. Kebingungan pun berputar di benak Mutia.
"Permisi."
"Mutia?" Igo langsung berdiri. "Kamu tahu nomor keluarga Vanya? Vanya butuh dokter segera, demamnya tinggi." Igo meraih jemari Mutia kemudian meletakkannya didahi Vanya. "Tolong Mut."
Mutia melihat wajah khawatir itu bingung. Ada apa sama Igo? Kenapa dia begitu khawatir?
"Mut."
"Aku akan telepon rumah Vanya."
"Aku sudah telepon rumah Mutia dan titip pesen. Alvaro segera datang." Ruben tiba-tiba masuk.
"Thanks Ben." Igo menepuk bahu Ruben ramah.
Mutia dan Ruben saling bertatapan kaku. Mereka berdua bingung.
"Giliran kelompok kamu yang presentasi Ben. Aku mau kasih tahu ini."
Ruben mengangguk. Dengan gontai ia meninggalkan UKS.
"Apa kamu mau jawab kebingungan aku Igo?"
Igo menoleh.
"Begitu penting buat kamu Mut?"
"Apa kamu yang bikin Vanya kemarin patah hati?"
Igo seperti tersentil. Jadi dia patah hati? Dan tetap menyimpan rahasia ini?
"Igo."
Mereka sama-sama diam.
Mutia mengamati Igo yang begitu menaruh kasih untuk Vanya.
"Aku paham sekarang kenapa Vanya begitu kekeh menyimpan rapat alasan kemurungannya kemarin. Ternyata kalian saling jatuh cinta, apa kalian sengaja rahasiain ini dari semua orang?"
Igo hanya diam. Matanya tidak teralih sama sekali.
"Aku mulai curiga sejak Vanya enggak mau ke kantin. Pasti cowok dari sekolah ini yang membuatnya sedih, ternyata kamu. Pantas saja kalian mengunci ruang Pramuka kemarin. Igo aku.."
"Permisi."
"Kak Alvaro?"
"Vanya mau dijemput sekarang juga, tolong kamu isi buku ini untuk laporan PMR. Setelah itu kamu ambil tas Vanya."
"Baik Pak." Mutia segera membereskan semuanya dengan cekatan.
Alvaro segera membawa Vanya ke mobil. Igo membantu Alvaro. Dari kejauhan Mutia tidak lepas memperhatikan Igo.
"Terima kasih banyak kamu mau jaga Vanya." Alvaro mengulurkan tangannya.
"Sama-sama. Igo."
"Vanya pernah cerita." Alvaro senyum ramah.
"Oh." Igo tersenyum. "Maaf kalau.."
"Its OK. Kalian masih SMA, saya paham."
Igo mengangguk.
"Kak, ini tas Vanya."
"Terima kasih Mutia. Saya tadi sudah pamitan sama guru piket."
"Kabar-kabarin kak. Ini nomor kami berenam."
"Pasti. Ok saya jalan. Salam buat semuanya. terima kasih sekali lagi."
Mobil Alvaro melaju meninggalkan sekolah.
"Igo."
Mutia dan Igo saling bertatapan.
"Apapun itu aku berterima kasih banget kamu jaga Vanya."
Igo tersenyum. "Kita kembali ke kelas."
Mutia dan Igo masuk ke sekolah.
"Mutia."
"Yah?"
"Tolong jangan bilang Vanya kalau aku tolong dia."
Mutia mengerutkan kening.
"Aku cuma enggak mau dia patah hati lagi."
Mutia berusaha mengerti.
"Bye Mut!"
"Bye Igo!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Potret Persahabatan
RomanceVanya. Mutia. Anggun. Bayu. Ruben. Alfa. Johan. Potret persahabatan dengan sejuta cerita yang terekam dalam seribu bingkai ekspresi.