17 Vanya

1.2K 59 1
                                    

Aku habis dikerjai sahabat-sahabatku ketika kami di Puncak. Mereka memaksaku menghabiskan dua botol Heineken tanpa jeda. Dan aku mabok! Aku bersumpah aku akan membalas mereka lain waktu. Sayangnya aku yang terakhir 17 tahun! Ini malam pertama ketika kami baru saja sampai di villa.

"Morning. Still far from sober?"

"Tega sekali kau!" Aku menyikut Ruben. Aku sedang menikmati sarapan. Aku belum lihat yang lain. Tidak tahu di mana sekarang.

"Happy sweet seven teen!" Bisik Ruben ditelingaku. Mesra sekali.

"Kau baru mengucapkannya?"

"Semalam kau mabok, kau sudah tidak sadar kami meneriakkan selamat."

"Aku mendengar petasan dan terompet kalian." Aku menggigit rotiku.

"Kau senang?"

"Sangat. Ini ulang tahun terunik."

"Tujuh belas tahun."

"Kemarin ulang tahun terunikmu juga kan?" Aku menatap Ruben menggoda. Ia senyum tampan sekali. "Mana kado untukku? Aku memberi kau kado kemarin!"

"Kalau kau yang tujuh belas tahun duluan, ketika aku memberikan kado padamu aku akan bilang no string attached." Ruben menatapku sambil senyum.

"Well. Bagaimana kalau aku benar-benar tidak akan pernah berharap apapun darimu? Kau bisa?" Jawabku membalas tatapannya.

"Aku sudah selesai makan. Kau telat. Aku mandi dulu." Ruben meninggalkanku. Dia memang begitu. Aku melirik jam tangan. Kesiangan! Pantas mereka tidak ada.

"Happy sweet seven teen!" Teriak mereka semua ketika aku kembali ke kamar.

Aku memasang wajah hati-hati. Tidak seperti semalam yang heboh kesenangan. "Kali ini kalian mau apa lagi?" Tanyaku curiga. "Bahkan kalian tidak ada yang membangunkan aku untuk sarapan!"

Tertawa. Hanya itu respon mereka.

"Kau tidak mau kado?" Tanya Anggun.

Aku tersenyum. "Jadi aku terima kado?"

"Pasti." Jelas Anggun lagi.
"Ini kadonya? Kalian yakin tidak akan membunuhku dengan kado ini?"

"Ayolah Vanya, trik-trik itu sudah habis, ini acara romantisnya." Jelas Anggun lagi.

"Baiklah." Aku membuka kadonya. Pelan-pelan. "Frame picture?" Aku menatap mereka. Ada tujuh gambarku dengan tujuh karakter. Aku tersenyum. "Kalian bener-bener! Peluk dulu!"

"Apa aku boleh menciummu?" Canda Alfa. "Ruben, apa kau mematahkan tanganku kalau aku mencium Vanya?" Tanpa satu kata pun dari Ruben, Alfa langsung mengecup keningku. Aku kaget dan tingkah Alfa selalu membuat kami tertawa.

"Sayang, apa kau akan marah kalau aku juga mencium Vanya?" Tanya Bayu pada Mutia. Kami ketawa lagi. Bayu mengecup keningku.

"Kau tidak melakukan hal romantis seperti Alfa dan Bayu, Johan?" Godaku.

"Aku tidak ingin dikening." Jawab Johan. Kami semua teriak. "Dikedua pipimu saja." Kami tertawa geli. Johan memang selalu melakukan hal yang diluar dugaan.

Mutia dan Anggun. Pastinya kami seru dan lama sekali.

"Uhhh girls!!" Gumam jejaka-jejaka itu.

"Apa kau akan mencium bibirnya di depan kami Ruben? Ayolah!" Goda Alfa.

"Sudahlah ayo kita jalan-jalan." Mutia menarik Bayu.

Aku dan Ruben bertukar senyum.

"Apa yang ada dipikiranmu?" Pertanyaan ini aku lempar ke Ruben kali ini Ruben mengantungkan tangannya ke saku celana dan menatap lurus. Ia tampak mencari kata-kata menjawab pertanyaanku.

Potret PersahabatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang